Fansipan, Gunung Empat Musim di Asia Tenggara

Ariestya Dwi
#DiplomatSeru #DiplomatZamanNow #DiplomatTraveller
Konten dari Pengguna
17 November 2019 16:33 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ariestya Dwi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pagoda Budha setinggi 20 m menyambut para pendaki Gunung Fansipan | Foto: Flickr
zoom-in-whitePerbesar
Pagoda Budha setinggi 20 m menyambut para pendaki Gunung Fansipan | Foto: Flickr
ADVERTISEMENT
Menjelang akhir tahun 2019, saya teringat perjalanan paling happening ketika saya bertugas di Kota Hanoi, Vietnam. Waktu itu musim dingin 2018 (yes guys, Vietnam itu negeri empat musim), saya ingin sekali naik gunung sebelum masa tugas berakhir. Bercerita tentang menjelajahi gunung, ini pengalaman saya berpetualang ke Gunung Fansipan di utara Vietnam.
ADVERTISEMENT
Gunung Fansipan (Phan Xi Păng dalam bahasa Vietnam) berlokasi di Kota Sa Pa, Provinsi Lao Cai, Vietnam. Berjarak 256 km dari Hanoi, Fansipan berdiri kokoh setinggi 3.143 mdpl dan mahsyur dengan sebutan the Roof of Indochina. Fansipan yang terletak di perbatasan Vietnam, Tiongkok, dan Laos merupakan kaki dari rangkaian Pegunungan Himalaya.
Pendakian
Untuk mendaki Gunung Fansipan, dulu memakan waktu dua hingga tiga hari melalui jalur darat, kini bisa dilakukan dengan naik kereta gantung dari Kota Sa Pa. Kereta gantung ini resmi beroperasi pada 2 Februari 2016.
Kota Sa Pa yang dijuluki sebagai Alpennya Asia berada di kaki Gunung Fansipan | Foto: Koleksi pribadi
Bersama dengan 34 wisatawan lainnya, kabin kereta gantung terasa meliuk-liuk naik turun dan melayang-layang selama 20 menit di atas lanskap lembah Muong Ha. Dengan membayar sekitar USD30, saya dapat merasakan naik kereta gantung yang tercatat di dalam Guiness World Records untuk kategori the longest non-stop three-roped cable car in the world dengan bentangan sepanjang 6,3 kilometer. Disamping itu, kereta gantung ini juga tercatat sebagai the greatest elevation difference by a non-stop three-roped for the 1.410 meter between the termini. Jadi, bisa terlihat betapa niat dan mutakhirnya teknologi yang digunakan Pemerintah Vietnam untuk mempermudah akses bagi para wisatawan.
Kereta gantung mengantar kami menuju terminal Fansipan | Foto: Koleksi pribadi
Puncak Fansipan
ADVERTISEMENT
Dari terminal kereta gantung yang terletak di lembah gunung, sudah menanti 630 anak tangga untuk ditaklukkan. Opsi selain naik tangga, tersedia pula trem funicular seharga USD5 selama kurang lebih 7 menit perjalanan. Trem ini langsung menuju ke Puncak Fansipan.
Puncak Gunung Fansipan | Foto: Flickr
Waktu itu musim dingin di Fansipan mencapai -7 derajat. Meskipun suhu minus, saya belum kesampaian merasakan salju di Fansipan. Meskipun demikian, suhu dingin sangat menggigit hingga terasa masuk ke tulang.
Puncak Fansipan ditandai dengan bentuk segitiga berbahan logam yang diletakkan pada tahun 1985. | Foto: Koleksi pribadi
Dari atas sini, panorama masih terlihat memukau meski didominasi awan dan kabut tipis. Beragam pojok instagramable juga telah menanti para wisatawan bermata jeli, termasuk saya untuk diabadikan sebagai kenang-kenangan perjalanan.
Lukisan Tiga Wanita H'Mong, suku asli Vietnam Utara | Foto: Koleksi pribadi
Pulang
Setiba kembali di Kota Sa Pa, saya segera mencari tempat beristirahat untuk mengembalikan energi. Pesanan wajib khas Vietnam yang saya pesan adalah cà phê sữa (campuran kopi espresso dan susu kental manis) dan kuaci biji bunga teratai sembari menyunting foto untuk media sosial. Harus selalu update, yes?
Cà phê sữa dan kuaci adalah kudapan favorit orang Vietnam | Foto: Koleksi pribadi
Pengalaman berwisata ini memberikan sebuah insight atas pentingnya pembangunan infrastruktur pada destinasi wisata yang potensial. Harapan saya, sektor pariwisata Indonesia dapat bergerak cepat untuk melakukan upgrade akses dan fasilitas yang dapat dinikmati oleh seluruh wisatawan, khususnya demi peningkatan jumlah para pelancong asing ke Indonesia.
ADVERTISEMENT