Konten dari Pengguna

Transformasi pada Musabaqoh Tilawatil Qur'an ( MTQ ) : Sebuah Refleksi

Arif Billah
Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan Jakarta
24 Februari 2025 10:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Billah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Al Qur'an. Sumber : (https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Al Qur'an. Sumber : (https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) bukan hanya ajang perlombaan membaca Al-Qur’an, tetapi juga bentuk syiar Islam yang telah mengakar dalam tradisi masyarakat Indonesia. Seiring perkembangan zaman, teknologi telah membawa perubahan besar dalam penyelenggaraan MTQ, dan menurut saya, ini adalah sebuah kemajuan yang tidak bisa dihindari bahkan harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
ADVERTISEMENT

Digitalisasi: Efisiensi atau Justru Menghilangkan Esensi?

Salah satu perubahan paling signifikan adalah digitalisasi dalam pendaftaran dan administrasi. Dulu, proses pendaftaran dilakukan secara manual dengan berbagai kendala, seperti kesalahan input data atau keterbatasan waktu. Kini, dengan sistem online, semuanya menjadi lebih cepat dan efisien. Namun, saya bertanya-tanya, apakah perubahan ini juga membawa dampak terhadap aspek spiritualitas yang seharusnya melekat dalam MTQ? Proses administrasi yang serba digital mungkin mempermudah peserta dan panitia, tetapi ada kekhawatiran bahwa semuanya menjadi terlalu mekanis, menghilangkan interaksi langsung yang selama ini menjadi bagian dari nilai-nilai ukhuwah Islamiyah.

Penjurian Digital: Akurasi atau Kehilangan Sentuhan Manusia?

Penggunaan aplikasi penilaian dan kecerdasan buatan (AI) dalam evaluasi tilawah adalah langkah yang menarik. Saya setuju bahwa ini bisa mengurangi subjektivitas dan kesalahan manusia dalam penjurian, namun apakah benar-benar bisa menggantikan intuisi dan pengalaman para juri yang sudah bertahun-tahun mendalami ilmu tajwid dan qira’at? Dalam seni membaca Al-Qur’an, ada unsur ruhani yang tidak selalu bisa diukur dengan teknologi. Saya percaya bahwa AI bisa menjadi alat bantu, tetapi keputusan akhir tetap harus berada di tangan para ulama dan ahli qira’at yang memahami lebih dari sekadar aspek teknis.
ADVERTISEMENT

Live Streaming: Memperluas Syiar atau Mengurangi Keberkahan?

Salah satu perubahan yang paling saya apresiasi adalah siaran langsung MTQ melalui berbagai platform digital. Ini memungkinkan lebih banyak orang menyaksikan tilawah terbaik dari para qari dan qariah, bahkan dari luar negeri. Namun, ada satu hal yang perlu direnungkan: apakah dengan semakin banyaknya audiens digital, kehadiran langsung dalam arena MTQ justru akan berkurang? Saya khawatir jika atmosfer sakral dalam perlombaan menjadi tergantikan oleh budaya menonton sekadar untuk hiburan, bukan untuk mendapatkan keberkahan dan ilmu.

Dakwah Digital: Kemajuan atau Tantangan Baru?

Tidak bisa disangkal, media sosial telah menjadi alat yang sangat efektif dalam mempromosikan MTQ dan menyebarkan ilmu Al-Qur’an. Banyak akun yang membagikan konten tentang tajwid, qira’at, hingga tafsir Al-Qur’an, sehingga semakin banyak orang yang mendapatkan akses ke ilmu tersebut. Namun, kita juga harus bijak dalam menghadapi tantangan digital ini. Di era yang penuh dengan distraksi, apakah masyarakat benar-benar mendalami ilmu yang mereka akses secara online, ataukah sekadar scrolling tanpa makna?
ADVERTISEMENT
Kesimpulan: Teknologi sebagai Alat, Bukan Tujuan
Saya melihat transformasi MTQ di era digital sebagai sesuatu yang tak terelakkan dan memiliki banyak manfaat. Namun, kita harus ingat bahwa teknologi hanyalah alat, bukan tujuan. Jika tidak digunakan dengan bijak, ada risiko bahwa esensi dari MTQ sebagai ajang peningkatan kecintaan terhadap Al-Qur’an bisa tergeser oleh sekadar pencapaian teknis dan popularitas digital.
Jadi, bagaimana kita bisa menyeimbangkan antara kemajuan teknologi dan nilai-nilai spiritual dalam MTQ? Saya percaya, jawabannya ada pada niat dan cara kita memanfaatkannya—apakah untuk memudahkan syiar Islam atau sekadar mengikuti tren digital tanpa makna.