Gus Dur Dan Islam Ramah

arif gumantia
Ketua Majelis Sastra Madiun
Konten dari Pengguna
19 Juni 2023 9:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari arif gumantia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam hidup di dunia ini, kita harus menerima dan menyadari kenyataan bahwa bumi tempat hidup manusia adalah satu planet yang dihuni dari berbagai suku, ras, bahasa, profesi, budaya, dan agama. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman atau kemajemukan adalah sesuatu realitas (kenyataan) yang harus kita terima karena merupakan pemberian Tuhan. Keragaman, kemajemukan atau pluralitas terdapat di berbagai bidang kehidupan, termasuk agama. Bahkan hal ini tidak hanya terjadi di lingkup masyarakat tetapi juga dalam lingkup rumah tangga.
ADVERTISEMENT
Di dunia saat ini, sulit sekali ada negara yang betul betul memiliki masyarakat yang satu agama. Kalaupun ada pasti pada akhirnya akan terjadi juga keragaman yang muncul dari penafsiran teks-teks kitab suci agama tersebut, hingga terjadi keragaman pada tingkatan implementasi ibadahnya. Sebagai contoh dalam islam pun ada beberapa mazhab, ada sunni syiah, ahmadiyah, dll. Dan di setiap mazhab atau aliran pun ada beberapa varian di internalnya. Sesuai dengan perkembangan zaman, maka kita semua menuju pada dunia yang semakin majemuk atau plural. Sebagai penghuninya kita bukan malah menjauhkan diri dari adanya pluralitas, tetapi bagaimana kita membangun jembatan atau mekanisme untuk menyikapi keniscayaan pluralitas ini.
Tuhan menciptakan manusia yang beragam, agar masing-masing saling mengenal dan menghargai eksistensi masing-masing. Termasuk dengan menciptakan berbagai macam agama, bukan untuk saling mendiskriminasi tetapi untuk berlomba lomba berbuat kebaikan bagi sesama manusia dan semesta. Karena agama bukanlah sebuah tujuan tetapi sebagai sebuah metode atau sarana untuk menuju Tuhan. Hal pertama tama yang harus kita lakukan sebagai pemeluk agama adalah menyadari adanya perbedaan antara agama yang dianutnya dengan agama orang lain. Bahwa kita hadir bersama "the others" (orang lain/liyan) dengan demikian sebuah identitas agama bertemu dengan identitas lainnya. Karena itulah mengapa setiap orang perlu toleran terhadap keragaman.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh agama Islam yang hadir setelah kehadiran agama-agama lain seperti agama Yahudi, Kristen, majusi, Zoroaster, Hindu, Budha, mesir kuno, dll. Islam tidak menafikan semua konsep ajaran-ajaran agama terdahulu, islam justru menyatakan bahwa kebenaran wahyu dalam agama-agama tersebut tidak bertentangan satu dengan yang lainnya. Kalau dirunut dalam sejarah peradaban yang panjang, maka dasar-dasar untuk hidup bersama dalam masyarakat yang beragam secara religius-keagamaan memiliki akar dan landasan yang kuat secara normatif dan historis.
Kalau terjadi ketidak harmonisan bahkan sampai terjadi perang, penyebab utamanya bukan karena esensi ajaran agama, tetapi karena kondisi situasi historis, ekonomis, politis dari komunitas agama-agama tersebut. Ketidakharmonisan tersebut disebabkan adanya kompetisi untuk menguasai sumber-sumber daya ekonomi dan politik kekuasaan, dan bukan karena esensi ajaran agamanya.
ADVERTISEMENT
Dalam era yang semakin plural ini terdapat tantangan yang harus di hadapi yaitu ada indikasi menguatnya sikap intoleransi dan radikalisme. Untuk itulah warisan nilai-nilai Gus Dur yang berjuang agar Islam menjadi agama yang ramah, Islam sebagai rahmatan lil alamin harus terus diperjuangkan bagi perdamaian dunia. Nilai-nilai tersebut dapat dikristalisasi menjadi 9 nilai-nilai Gusdur yaitu Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Persaudaraan, serta Kesederhanaan, Sikap Ksatria, dan Kearifan Lokal.
Dari nilai-nilai yang diperjuangkan Gus Dur tersebut akan tampak wajah Islam yang ramah, bukan Islam yang marah. Dalam salah satu nilainya ada Keadilan. Karena keadilan tidak sendirinya hadir di dalam realitas kemanusiaan maka harus diperjuangkan. Martabat manusia hanya bisa dipenuhi dengan adanya keseimbangan, kelayakan, dan kepantasan dalam masyarakat, maka dalam hidupnya Gus Dur selalu melindungi dan membela pada kelompok masyarakat yg diperlakukan tidak adil, karena ini merupakan tanggung jawab moral kemanusiaan. Dan juga nilai kesetaraan, bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki martabat yg sama di hadapan Tuhan. Kesetaraan meniscayakan perlakuan yang adil, Gus Dur sepanjang hidupnya membela yang tertindas dan dilemahkan, termasuk kaum minoritas dan marjinal.
ADVERTISEMENT
Untuk itulah perlu langkah-langkah yang nyata dalam melakukan toleransi aktif agar tercapainya kerukunan dan harmoni dalam kebhinekaan. Langkah-langkah yang nyata dan kontinyu tersebut harus di mulai dari level lokal atau lingkungan masyarakat sekitar, karena di tingkat grass root atau akar rumput inilah isu-isu tentang SARA sering dihembuskan dan mudah menjadi bola api panas yang membakar kerukunan beragama.
Sebagaimana yang pernah di sampaikan Gus Dur, bahwa beliau telah menginventarisir arti agama dalam ragam bahasa, baik dalam bahasa sansekerta maupun berbagai bahasa indo-semit, semua pengertian agama tampaknya menuju kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang perintah-perintahnyaNYA mesti dijalankan manusia. Kita semua mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankan kebenaran Illahi, tapi pada saat yang sama harus menjunjung tinggi nilai-nilai perikemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Untuk itulah keragaman harus kita letakkan bukan hanya sebagai realitas sosial, melainkan juga sebagai gagasan-gagasan, paham-paham, pikiran-pikirannya. Kebhinekaan dan keragaman sudah berlangsung berabad-abad, jauh sebelum negeri ini terbentuk. Dan hal ini secara konstitusi juga dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa :
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.