Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kelas Sosial Berdasarkan Habitus
14 Juni 2023 10:19 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari arif gumantia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
( Ditulis bersama Dr. Panji Kuncoro Hadi, dosen di UNIPMA Madiun )
ADVERTISEMENT
Menurut filsuf dari Perancis Pierre Bourdieu, habitus adalah sistem disposisi yang bertahan lama dan bisa dialihpindahkan (transposable), struktur yang distrukturkan yang diasumsikan berfungsi sebagai penstruktur struktur-struktur (structured structures predisposed to function as structuring structures), yaitu sebagai prinsip-prinsip yang melahirkan dan mengorganisasikan praktik-praktik dan representasi-representasi yang bisa diadaptasikan secara objektif kepada hasil-hasilnya tanpa mengandaikan suatu upaya sadar mencapai tujuan-tujuan tertentu atau penguasaan cepat atas cara dan operasi yang diperlukan untuk mencapainya.
Karena sifatnya 'teratur' dan 'berkala' secara objektif, tapi bukan produk kepatuhan terhadap aturan-aturan, prinsip-prinsip ini bisa disatupadukan secara kolektif tanpa harus menjadi produk tindakan pengorganisasian seorang pelaku.
Jadi, habitus adalah kerangka penafsiran untuk memahami dan menilai realitas dan penghasil praktik-praktik kehidupan yang sesuai dengan struktur-struktur objektif. Habitus menjadi dasar kepribadian individu (Haryatmoko, 2016: 41). Dengan demikian habitus adalah pandangan hidup (word view), nilai-nilai, gaya, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Menurut Randal Johnson (1993: 5), habitus merupakan hasil dari proses panjang pencekokan individu (process of inculcation) dimulai sejak masa kanak-kanak sehingga menjadi semacam 'pengindraan kedua' (second sense) atau hakikat alamiah kedua (second nature).
Untuk lebih sederhana dan mudah memahami habitus berikut ini pengertian habitus dan contoh proses terjadinya habitus. Awal dan dasarnya, Bourdieu merumuskan konsep habitus sebagai analisis sosiologis dan filsafati atas perilaku manusia.
Dengan demikian, habitus adalah nilai-nilai sosial yang dihayati oleh manusia, dan tercipta melalui proses sosialisasi nilai-nilai yang berlangsung lama sehingga mengendap menjadi cara berpikir dan pola perilaku yang menetap di dalam diri manusia.
Contoh proses terjadinya habitus sebagai berikut.
Saya adalah seorang dosen filsafat politik dan filsafat sains. Sejak kecil, saya terbiasa membaca buku. Ayah saya bekerja di toko buku, dan sering membawakan buku komik, novel, koran, serta majalah terbaru untuk saya. Dunia bacaan adalah dunia yang telah akrab di mata saya, sejak saya kecil.
ADVERTISEMENT
Sewaktu SMU, saya tinggal di asrama. Di waktu-waktu kosong karena tidak banyak hiburan, saya mulai membaca buku yang tebal-tebal. Akhirnya, kegiatan membaca pun menjadi suatu kebutuhan yang amat penting untuk saya. Saya seolah tidak bisa hidup, tanpa membaca.
Sewaktu kuliah, saya diminta banyak menulis paper ilmiah. Saya pun mulai belajar menulis, dan menyukai kegiatan itu. Di sisi lain, saya juga banyak ikut kelompok diskusi di kampus. Kegiatan itu merangsang saya untuk berani berpendapat, berargumen, dan mendengarkan pemikiran orang lain.
Dari sudut pandang teori Bourdieu tentang habitus, "saya" sudah memiliki habitus yang tepat untuk menjadi seorang pendidik, yakni habitus membaca, menulis, dan berdiskusi. Habitus yang sama memungkinkan "saya" untuk lulus kuliah dengan nilai yang lumayan baik sehingga "saya" bisa menjadi pendidik nantinya. Habitus tersebut saya peroleh dari penghayatan nilai-nilai yang ada di lingkungan saya, yang kemudian mengendap menjadi cara berpikir dan pola perilaku yang "saya" hayati sebagai manusia (Reza A.A Wattimena, 2012).
ADVERTISEMENT
Dari habitus tersebut maka terjadilah apa yang menurut Haryatmoko (2016: 46 -- 47), yaitu macam-macam habitus berdasarkan kelas sosialnya sebagai berikut :
1) Habitus Kelas Dominan
Kelas dominan ditandai dengan besarnya kepemilikan modal. Kelas ini mengakumulasi berbagai modal. Mereka menunjukkan perbedaannya untuk mengafirmasi identitas khasnya dan memaksakan pada semua dengan melegitimasi suatu visi tentang dunia sosial. Mereka juga mendefinisikan dan menentukan budaya yang sah.
Menurut struktur modal yang dimiliki, meliputi borjuasi lama seperti bos-bos perusahaan besar dan industri, borjuasi baru terdiri dari para eksekutif sektor swasta yang berasal dari sekolah-sekolah prestisius (modal ekonomi), para dosen, dan kaum intelektual (modal budaya).
ADVERTISEMENT
2) Habitus Kelas Borjuasi Kecil
Kelas ini dianggap masuk dalam kelompok borjuasi karena memiliki kesamaan sifat dengan kaum borjuasi, yaitu keinginan untuk menaiki tangga sosial, tetapi mereka masuk ke dalam posisi kelas menengah dalam lingkup sosial. Yang termasuk kelas borjuasi kecil ini, yaitu karyawan, wiraswasta, atau pengusaha.
Praktik-praktik kehidupan kelas borjuasi kecil ini atau representasi kehidupan kelas ini sangat terarah dan dapat dijelaskan melalui keinginan untuk menaiki tangga sosial. Mereka sangat menonjolkan keinginan atau kehendak baik dalam hal budaya, meski mendasarkan pada peniruan terhadap budaya kelas dominan.
Jadi, yang dapat dimasukkan dalam kelas borjuasi kecil selain profesi di atas ialah pedagang, ahli pertukangan, eksekutif menengah pada perusahaan-perusahaan swasta, ahli teknik, guru, dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga yang disebut kelas borjuasi kecil baru, yaitu seniman, intelektual dan konsultan, termasuk di dalamnya para animator televisi, radio, dan sebagainya. Titik kesamaan mereka ialah berjuang untuk mengumpulkan status simbolis profesi mereka dan mengubah persepsi para pelaku yang lain.
3) Habitus Kelas Populer
Kelas ini ditandai dengan tiadanya kepemilikan modal. Kelas ini hampir tidak memiliki keempat jenis modal. Nilai yang menyatukan kelas popular adalah sejumlah praktik dan representasi yang menemukan makna dalam keung1gulan fisik dan penerimaan dominasi. Kelas popular ini ditempati oleh para buruh pabrik, buruh tani, dan pekerja dengan upah kecil.
Demikianlah macam-macam habitus berdasarkan kelas sosialnya.
ADVERTISEMENT