Guru, Untuk Apa Tut Wuri Handayani?

A P Dhani
Seorang Mahasiswa Sejarah dari Universitas Jember yang befokus pada isu-isu pendidikan di Indonesia
Konten dari Pengguna
13 Juni 2022 13:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari A P Dhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Anak-anak Hormat Bendera Sebelum Pendidikan Dimulai | Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Foto Anak-anak Hormat Bendera Sebelum Pendidikan Dimulai | Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tut Wuri Handayani sebuah kata yang kerap kita dengar menjelang hari pendidikan atau hari guru nasional. Semboyan ini biasanya ada di berbagai atribut pendidikan di Indonesia. Tetapi, tanpa anak-anak ketahui arti itu memiliki sejarah tersendiri yang amat panjang dengan makna yang sangat mendalam bagi perjuangan bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Tut Wuri Handayani sebenarnya adalah kalimat terakhir dari sebuah rangkaian fatwa Ki Hadjar Dewantara mengenai sistem pendidikan dan hakikatnya seorang guru. Secara lengkap fatwanya berbunyi “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” yang disampaikan Ki Hadjar Dewantara ketika mendirikan organisasi Taman Siswa.
Ing Ngarsa Sung Tuladha (Di Depan Memberikan Keteladanan) adalah salah satu dari tiga inti semboyan pendidikan Indonesia. Ing Ngarsa Sung Tuladha sendiri terdiri dari dua kelompok kata yaitu Ing Ngarsa dan Sung Tuladha. Ing Ngarsa berarti sebagai panutan khususnya guru, pemimpin, dan siapapun yang hendaknya di depan seseorang itu harus Sung Tuladha yang berarti memberi contoh dalam arti kebaikan. Hendaknya bagi seseorang di depan terutama guru dapat memberikan contoh kepada muridnya sebagai alat pendidikan juga.
ADVERTISEMENT
Kedua adalah Ing Madya Mangun Karsa (Di Pertengahan Memberi Semangat) adalah semboyan yang kedua dari tiga inti semboyan pendidikan Indonesia. Ing Madya Mangun Karsa terdiri dari dua kelompok kata yaitu Ing Madya yang berarti di tengah atau di pertengahan. Kata ini merujuk pada peran guru yang berada di posisi diantara murid-murid harus bisa Mangun Karsa atau memberi semangat. Proses menyemangati ini harus dilakukan secara teratur agar motivasi belajar siswa tidak menurun. Guru juga berfungsi dalam menjaga kestabilan mental dan semangat siswa, maka dari itu harus lah seorang guru selalu bersama mendukungnya.
Semboyan ketiga adalah Tut Wuri Handayani yang merupakan sebuah prosa yang dipakai dalam semboyan pendidikan nasional Indonesia sampai saat ini. Tut Wuri Handayani terdiri dari dua kata yaitu Tut Wuri yang berarti mengikuti dari belakang (Wuri) dan Handayani berarti memberikan dorongan atau semangat. Tut Wuri Handayani jika diartikan secara utuh adalah seorang pemimpin (pamong) hendaknya ketika di belakang memberikan dorongan untuk orang yang dipimpinnya.
ADVERTISEMENT
Lalu mengapa harus Tut Wuri Handayani?
Tut Wuri Handayani jika dibaca lagi cenderung lebih memposisikan seorang anak sebagai kertas yang sudah ada isinya tulisan samar dan guru tinggal memberi dorongan terhadap tulisan samar itu agar menjadi jelas. Terkadang hal ini membuat guru menjadi pasif dalam perannya mendidik putra putri bangsa.
Guru menjadi pasif dikarenakan mereka sudah menganggap anak ketika salah ditegur dan jika benar lalu diberi semangat saja. Tapi mereka lupa akan perannya sebagai ing ngarsa sung tuladha. Mereka lupa akan dirinya yang harus memberi contoh kepada anak-anak. Mereka lupa akan dirinya yang sesekali harus berada di tengah anak-anak. Mereka hanya ingat kalau anak-anak pasti bisa.
Pikiran positif ini andai kata kebaikan maka tidak seluruhnya baik jika menimbulkan kelalaian akan hakikatnya seorang pengajar. Guru tidak sedikit menarik diri dari dunia anak-anak dikarenakan kesibukan administrasi atau masalah personalnya yang jauh lebih asik dibahas. Guru seperti itulah yang kelak membuat anak-anak tersingkirkan dari dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
Lantas seorang guru haruslah yang seperti apa ?
Seorang guru hendaknya lah bisa menyatu dengan murid-muridnya. Penyatuan ini memanglah sulit bagi sebagian guru, karena menganggap anak-anak sebagai ternak yang kelak siap dipanen lewat secarik kertas ijazah. Namun guru hendaknya tidak khawatir jikalau dirinya bisa menyatu dengan dunia anak-anak. Di dalam sanalah guru dapat menjadi Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, sekaligus Tut Wuri Handayani.
Seorang guru yang dapat menyatu dengan muridnya akan lebih mudah mengarahkan perkembangan muridnya. Mereka dapat menjadi teman sekaligus pengajar bagi murid-muridnya. Tetapi dalam berbagai hal mereka harus ingat bahwa mereka juga seorang guru.
Jikalau dilihat dari kondisi zaman sekarang, jelaslah lebih bagus Ing Ngarsa Sung Tuladha daripada Tut Wuri Handayani. Merosotnya moral anak-anak karena interaksi media sosial dan internet membuat mereka butuh seorang teman yang dapat membimbingnya menuju jalan yang benar dan menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Seorang pendidikan saat ini memiliki tantangan yang kompleks, tidak hanya dari peserta didik saja namun kondisi dunia juga. Maka diperlukannya pendidik yang Ing Ngarsa Sung Tuladha terhadap kebaikan akan membuat anak tidak terjerumus ke dalam kerusakan.
GURU SEDUNIA, SADARLAH!!