Konten dari Pengguna

Pendidikan Itu untuk Membebaskan

A P Dhani
Seorang Mahasiswa Sejarah dari Universitas Jember yang befokus pada isu-isu pendidikan di Indonesia
13 Juni 2022 13:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari A P Dhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Siswa SDN 2 Sukorejo Blitar belajar meski ditengah keterbatasan ekonomi dan situasi pandemi | Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Siswa SDN 2 Sukorejo Blitar belajar meski ditengah keterbatasan ekonomi dan situasi pandemi | Sumber: Dokumen Pribadi
Pendidikan adalah proses penyampaian keilmuan dari seseorang kepada orang lain baik dilakukan secara perseorangan bersamaan. Pendidikan dari dahulu sudah kita lakukan baik secara sadar maupun tidak sadar. Namun bagaimana jika pendidikan formal yang kita alami selama ini tidak untuk mencerdaskan bangsa tetapi sebagai pemenuhuan kebutuhan pasar.
ADVERTISEMENT
Kondisi pasar global saat ini membutuhkan banyak tenaga terdidik rendah dengan upah murah. Maka dengan pendidikan pemenuhan kebutuhan pasar tersebut dapat dilakukan dengan mudah menggunakan sebuah skenario sistematis secara nasional (kurikulum). Pendidikan sekarang sesunggugnya telah berubah menjadi pendidikan yang mengikat dan bersifat satu arah. Pendidikan seperti ini tidak memperhatikan keadaan peserta didik dan lebih memperhatikan pemenuhan ketuntasan-ketuntasan belajar secara administratif, bukan transfer keilmuan lagi.
Bagi para pendidik, pemenuhan administratif dengan menghitung siswa yang tuntas belajar nampaknya lebih penting daripada mengayomi dan melayani hati nurani dan keinginan peserta didik yang suci dalam menuntut ilmu. Peserta didik cenderung dipandang sebagai gelas yang kosong kemudian diisi oleh ilmunya para pendidik. Pendidikan seperti ini tidak dapat melekat pada anak-anak/peserta didik karena tidak menimbulkan kesadaran pada diri anak itu sendiri. Pendidikan ini justru membuat anak-anak kurang percaya diri dan berpikir bahwa pendidikan hanya terjadi di ruang kelas saja sehingga keilmuannya tidak kontekstual.
ADVERTISEMENT
Padahal pendidikan sejatinya sudah kita lakukan sejak kita dapat mengingat tentang sesuatu. Hal yang disampaikan oleh orang tua lalu kita ucapkan atau lakukan kembali sebenarnya adalah salah satu bentuk pendidikan. Tetapi kita kurang memahami arti pendidikan semacam ini, sehingga anak-anak hanya beranggapan ilmu didapatkan dari sekolah dan tidak mau menerima ilmu dari lingkungan terdekat seperti dari keluarga dan lingkungan sekitar.
Pengetahuan yang didapatkan di sekolah bukanlah apa-apa dibandingkan pengetahuan yang ada di luar sekolah. Karena sekolah terlalu acuh terhadap kondisi peserta didik, sedangkan pendidikan yang dilakukan orang tua lebih mengajak anak untuk berbicara dua arah, terutama tentang akhlak dan kondisi sekitar. Internalisasi kondisi sekitar inilah yang seharusnya menjadi fokus dalam sebuah pendidikan sehingga anak tidak menjadi terasing dari dunianya.
ADVERTISEMENT
Kurangnya pendidikan yang di kelas adalah mata pelajaran yang sesuhngguhnya tidak kontekstual dengan kondisi anak (ekonomi, sosial, dan budaya) namun tetap diajarkan karena tuntutan pendidikan. Mata pelajaran tersebut membuat anak kurang bisa mempraktikkan ilmu pengetahuan yang ada di kepalanya. Akhirnya perasaan ketika anak lulus dari pendidikan formal seperti seorang asing yang berada di negeri orang. Mereka hanya mendapatkan bekal tetapi kurang latihan dalam mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga ketika lulus mereka menjadi terasing dari masyarakat dan memilih bekerja yang sebenarnya jauh dari capaian pendidikan yang mereka dapatkan ketika di sekolah.
Sesungguhnya pendidikan jauh lebih baik dengan memanusiakan peserta didik tersebut. Bukan hanya pendidik yang mendidik tetapi pendidik juga belajar dari peserta didiknya. Pendidikan yang bersifat dua arah yang membebaskan dan bersifat dialogis. Dimana anak atau peserta didik bisa mendiskusikan realita kehidupannya daripada mendengarkan ceramah guru yang tak lebih sama dengan buku belaka.
ADVERTISEMENT
Pendidikan seperti ini yang nantinya memberikan kebebasan pada peserta didik sehingga tidak menipu daya peserta didik dengan cita-cita tetapi lebih menyadarkan peserta didik dengan realita agar lebih bersemangat lagi. Paradigma pendidikan pembebasan seperti ini akan menghasilkan peserta didik yang lebih kuat dan tahan banting dalam menghadapi realita kehidupan, bukan siap untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan upah murah. .
Peserta didik seperti ini juga yang nantinya akan membawa angin baru dalam dunia pendidikan baik formal dan informal. Meskipun tidak semua keluaran pendidikan semacam ini menjadi guru, tetapi pendidikan semacam ini bisa diterapkan kepada anak-anaknya. Pendidikan yang dialogis akan menghargai anak sebagai manusia yang diajak bicara dan diperkenankan berbicara. Bukan anak seperti robot yang mekanis dan melaksanakan perintah sesuai kehendak tuannya.
ADVERTISEMENT
Referensi bacaan :
Freire, Paulo. 2002. Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan. Yogyakarta: REaD dan Pustaka Pelajar