Konten dari Pengguna
Salah Desain, Salah Langkah: Transformasi Digital yang Melukai Publik
20 Mei 2025 9:47 WIB
·
waktu baca 5 menit
Kiriman Pengguna
Salah Desain, Salah Langkah: Transformasi Digital yang Melukai Publik
Kegagalan proyek Coretax dan DPD tunjukkan pentingnya desain sistem publik berbasis kebutuhan pengguna, bukan sekadar teknologi canggih atau vendor global.Arif Perdana
Tulisan dari Arif Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Implementasi sistem perangkat lunak berskala besar di sektor publik sering digadang-gadang sebagai tonggak transformasi digital. Namun, dua proyek besar, Coretax di Indonesia dan Digital Passenger Declaration (DPD) di Australia, justru menjadi pengingat pahit bahwa teknologi saja tidak cukup. Dukungan anggaran besar dan keterlibatan perusahaan global ternama tidak menjamin kesuksesan, jika kebutuhan pengguna dan proses bisnis lokal diabaikan serta pengawasan implementasi tidak dijalankan secara ketat.
ADVERTISEMENT
Fondasi yang Terlupakan: Memahami Kebutuhan Nyata Pengguna
Setiap proyek teknologi seharusnya dimulai dari satu pertanyaan dasar: “Masalah apa yang ingin diselesaikan?” Sayangnya, dalam praktiknya, pertanyaan ini kerap dikaburkan oleh ambisi modernisasi dan jargon efisiensi. Sistem Coretax dirancang untuk menjadi jantung dari pembaruan administrasi perpajakan Indonesia. Namun sejak diluncurkan pada Januari 2025, pengguna melaporkan berbagai masalah teknis, dari error sistem, kesulitan login, hingga kendala saat menerbitkan faktur pajak.
Permasalahan ini berakar dari satu hal: desain sistem yang tidak berpijak pada kebutuhan nyata pengguna. Pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), misalnya, mengalami kesulitan mengakses antarmuka sistem yang kompleks. Sistem yang seharusnya memudahkan justru menambah beban administrasi. Ini menjadi bukti bahwa pendekatan top-down, di mana pengguna hanya dilibatkan di tahap akhir, tidak lagi relevan dalam dunia digital yang menuntut layanan publik yang inklusif.
ADVERTISEMENT
Hal serupa terjadi pada DPD di Australia. Sistem digital yang dikembangkan untuk menggantikan formulir kedatangan fisik ini hanya bertahan lima bulan setelah peluncurannya. Masalah utamanya? Pengalaman pengguna yang buruk. Mulai dari kesulitan pemindaian paspor, hambatan dalam registrasi, hingga antarmuka yang tidak ramah bagi pelancong internasional yang tidak mahir teknologi.
Off-the-Shelf: Solusi Cepat yang Tak Selalu Tepat
Baik Coretax maupun DPD mengadopsi solusi perangkat lunak “off-the-shelf” (COTS), sistem siap pakai yang dijanjikan lebih cepat dan murah dalam implementasi. Namun, keputusan ini justru menjadi bumerang ketika solusi tersebut gagal beradaptasi dengan konteks lokal.
Sistem pajak asal Austria yang diadopsi untuk Coretax tidak dirancang untuk skala ekonomi Indonesia yang besar dan sistem perpajakan yang kompleks. Ketergantungan pada solusi asing tanpa uji tuntas yang menyeluruh membuat banyak fitur inti tidak berfungsi optimal. Situasi ini bahkan menimbulkan disrupsi dalam pelaporan pajak.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, DPD yang dikembangkan di atas platform Pegasystems juga mengalami nasib serupa. Meskipun perangkat lunak ini digunakan di berbagai negara, perusahaan yang mengkoordinasikan initegrasi dan penyesuaian sistem dengan kebutuhan Departemen Dalam Negeri Australia mengalami kegagalan. Ini mengakibatkan sistem tidak pernah mencapai performa dasar yang dibutuhkan.
Kasus ini menunjukkan bahwa COTS bukan solusi "pasang dan pakai". Tanpa proses kustomisasi yang hati-hati dan pemahaman mendalam terhadap proses bisnis, teknologi global bisa menjadi penghambat, bukan akselerator.
Gagal Diawasi, Gagal Terimplementasi
Pentingnya pengawasan dalam proyek TI publik tidak bisa diremehkan. Australian National Audit Office (ANAO) dalam auditnya terhadap proyek DPD menemukan ketidaksesuaian evaluasi tender dan lemahnya pengelolaan vendor. Proses pengadaan yang tidak transparan dan minimnya mekanisme akuntabilitas menyebabkan pemerintah mengeluarkan lebih dari $60 juta tanpa hasil berarti.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus Coretax, pengawasan terhadap vendor dan sistem integrator juga dipertanyakan. Perusahaan yang ditunjuk sebagai agen pengadaan, gagal menjamin bahwa solusi yang dipilih benar-benar sesuai dengan kebutuhan Direktorat Jenderal Pajak. Akibatnya, Indonesia mengeluarkan anggaran lebih dari Rp1,2 triliun untuk sistem yang masih diwarnai keluhan hingga saat ini.
Pengawasan bukan sekadar formalitas administratif, melainkan instrumen untuk menjembatani antara visi transformasi dan kenyataan implementasi. Tanpa kerangka tata kelola yang kuat, indikator kinerja yang terukur, serta audit berkala, proyek sebesar apa pun bisa kehilangan arah.
Ketika Tenggat Mengalahkan Kesiapan
Yang tidak kalah penting adalah fakta bahwa kedua proyek ini dijalankan dalam tekanan tenggat waktu yang berisiko tinggi. Tekanan tenggat waktu sering kali menjadi alasan proyek diluncurkan sebelum sistem siap sepenuhnya. Coretax, misalnya, diluncurkan secara nasional pada awal 2025, meskipun tahap pra-implementasi baru berlangsung pada Desember 2024. Uji coba terbatas dilakukan dalam waktu sempit, sementara sistem belum benar-benar diuji dalam kondisi riil. DPD pun dirilis dalam konteks pemulihan pascapandemi, di mana urgensi politik dan tekanan opini publik tampaknya lebih menentukan arah kebijakan ketimbang kesiapan teknis.
ADVERTISEMENT
Kesamaan pola kegagalan ini seharusnya menjadi peringatan keras. Digitalisasi bukan sekadar urusan migrasi dari kertas ke layar, tetapi tentang mendesain ulang cara negara hadir dan melayani. Maka, logikanya tidak bisa dibalik: bukan masyarakat yang harus menyesuaikan diri dengan sistem, melainkan sistem yang harus dibangun dari dan untuk masyarakat.
Konsekuensinya dapat ditebak: sistem tidak siap menampung jutaan transaksi, validasi data gagal, dan pengguna frustrasi. Hal ini menegaskan bahwa peluncuran tergesa-gesa demi memenuhi target politik atau administratif justru menjadi jebakan klasik proyek digital skala besar.
Menuju Reformasi Digital yang Berakar
Ada pelajaran besar yang dapat ditarik dari sini. Pertama, desain sistem publik harus berangkat dari riset mendalam terhadap pengguna dan proses yang ada. Melibatkan pengguna sejak awal bukan sekadar kosmetik partisipatif, tetapi prasyarat etis dan fungsional. Kedua, solusi teknologi dari luar tidak bisa langsung diadopsi tanpa modifikasi substansial. COTS memang bisa menghemat biaya pengembangan awal, tetapi ongkos kegagalannya jauh lebih besar bila tidak dikustomisasi dengan benar. Ketiga, pengawasan dan tata kelola proyek digital harus diperkuat. Evaluasi vendor harus berbasis bukti, bukan reputasi semata. Alih-alih meluncurkan sistem secara besar-besaran, lebih bijak untuk menerapkannya secara bertahap, dengan validasi di setiap tahap. Ini memberi ruang untuk koreksi dan mitigasi risiko sejak dini. Keempat, pemerintah perlu mengembangkan kapasitas internal agar tidak terlalu bergantung pada pihak ketiga, terutama dalam proyek strategis nasional. Ketika internalisasi teknologi dan proses pengawasan lemah, maka risiko kegagalan menjadi sistemik. Kelima, setiap proyek berskala besar harus memiliki mekanisme audit eksternal yang independen, baik dari sisi teknis maupun keuangan. Ini akan menjamin transparansi, serta membangun kepercayaan publik terhadap proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
Di balik segala kompleksitas teknologi dan kontrak pengadaan, inti dari keberhasilan implementasi sistem digital adalah akal sehat, yaitu, pahami dulu masalahnya, libatkan orang yang terdampak, dan awasi setiap langkah pelaksanaannya. Tanpa itu, transformasi digital hanya akan menjadi jargon kosong, mahal, membingungkan, dan mengecewakan.
Kasus Coretax dan DPD mengingatkan kita bahwa keberhasilan proyek digital bukan hanya tentang memilih teknologi tercanggih atau bekerjasama dengan perusahaan global, tetapi tentang memastikan bahwa sistem yang dibangun benar-benar menyatu dengan proses yang ada dan mampu menjawab kebutuhan pengguna dengan sederhana, efisien, dan manusiawi. Jika tidak, proyek-proyek ini hanya akan menjadi monumen kegagalan yang mahal, dan pelajaran keras tentang bagaimana transformasi digital seharusnya dijalankan.

