Kaleidoskop 2023: Menyalak Suar Totalitas

Arif Syamsul Ma'arif
Eks jurnalis - Pengajar Bahasa Indonesia
Konten dari Pengguna
14 Desember 2023 8:29 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Syamsul Ma'arif tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Guru sedang mengajar. Foto:Husniati Salma/Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Guru sedang mengajar. Foto:Husniati Salma/Unsplash
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tahun 2023, bagi saya, adalah pembuka gerbang menuju dewasa. Banyak hal yang harus dipertaruhkan demi keberlanjutan hidup yang aman. Tahun ini pun, saya coba merangkai cita-cita itu dengan pendekatan “totalitas” pada aspek pekerjaan. Mari simak perjalanan ini sebagai bentuk refleksi pencapaian di tahun 2023 yang diusung oleh kumparan dalam “Lomba Menulis teman kumparan 2023 Achievment”.
ADVERTISEMENT

Bimbang dalam karir wartawan

Di awal tahun, masyarakat berbondong-bondong membuat harapan agar segala yang diinginkan bisa terlaksana—meskipun sebagiannya hanyalah utopis. Akan tetapi, saya malah merasa bimbang dan ragu saat memasuki 2023. Pasalnya, saya tengah diambang antara lanjut menjadi wartawan atau menjadi seorang pengajar Bahasa Indonesia. Di sisi lain, kebimbangan itu muncul karena itu bulan terakhir saya dalam mengarungi KumparanAcademy Batch 2 sebagai reporter daerah di Bandung Raya.
Kebimbangan tersebut nyatanya telah tercium oleh rekan kerja saya di lapangan, sekaligus senior di kampus, Rahmat Kurniawan, dari ayobandung.com. Sekadar diketahui, Kang Rahmat adalah salah satu mentor saya di lapangan. Masih ingat pada 6 Januari 2023, setelah liputan di Cimenyan, saya ditelepon oleh Kang Rahmat untuk bertemu di Indomaret Point di Jalan Jawa. Saya pun tak menyia-nyiakan ajakan itu dan langsung tancap gas ke lokasi.
ADVERTISEMENT
Sesampainya di sana, tanpa basa-basi, saya langsung ditanya terkait keberlanjutan menjadi wartawan. Sebab, ia menginginkan saya untuk totalitas di dunia jurnalistik. Mendengar hal itu, saya pun sedikit merenung saat akan menjawab. Dalam menjawab pun, saya bimbang: takut menyinggung beliau apabila tidak memilih karir wartawan. Sambil menghela napas, saya menjawab kalau tidak akan lanjut berkecimpung di dunia jurnalisitk dan memilih menjadi seorang pengajar. Alasannya adalah, meski menyukai bidang kepenulisan, ternyata saya kurang suka bekerja di lapangan dan bekerja di waktu yang fleksibel.
Saya sempat gugup menunggu tanggapan, tetapi Kang Rahmat menanggapinya dengan santai. Ia tidak mempermasalahkan keputusan saya. Ia paham apabila saya ‘ogah-ogahan’ di dunia jurnalistik, pasti berdampak kurang baik. Kang Rahmat lantas memberi wejangan, “Kalau mau pilih jadi pengajar, kamu harus totalitas menjalaninya. Jangan angin-anginan karena itu menentukan masa depanmu.” Saya akan tanamkan sikap tersebut. Tak lupa rasa terima kasih diucapkan kepadanya. Saya paham perasaan Kang Rahmat: berharap ingin ada penerus wartawan dari prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Unpas. Namun, saya gagal melanjutkannya.
ADVERTISEMENT
Akhir Januari, setelah liputan terakhir di Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, saya pamitan ke mentor/redaktur kumparan: Salmah Muslimah dan Reza Aditya Ramadhan; wartawan kumparan daerah Bandung: Rachmadi Rasyad; serta tandem seangkatan yang kini bertugas di antarajabar: Rubby Jovan. Ini memang menyedihkan sebab mengigat saya cukup cinta di dunia kepenulisan. Namun, begitulah pilihannya.
Polisi membongkar makam Halimah istri siri Wowon, di Kabupaten Bandung, Rabu (25/1). Foto: Arif Syamsul Ma'arif/kumparan

Penerapan totalitas

Februari 2023, saya mulai menyandang gelar “sarjana pengangguran”: saban hari memberikan CV ke pelbagai platform job seeker. Tak lupa, Kang Rahmat juga selalu menyuplai tawaran mengajar. Sampai pada akhir Februari, saya mendapatkan tawaran mengajar dari rekan kuliah di SMP/SMK Nur Kautsar, Kabupaten Bandung.
Tawaran instan itu malah membuat saya kembali merasakan bimbang dan ragu. Sebab, saya merasa kalau diri ini kurang kompeten dalam menjadi seorang pengajar. Di sisi lain, saya pun ragu dengan penghasilan menjadi seorang guru. Namun, saya kembali teringat wejangan Kang Rahmat tentang “totalitas” dalam segala aspek pekerjaan. Dengan bimbingan dari orang tua, pasangan, dan orang terdekat. Saya terima pinangan menjadi seorang guru Bahasa Indonesia. Bicara soal penghasilan guru—yang membuat bimbang—saya yakin tak selamanya akan segitu-segitu saja, pasti akan meningkat.
ADVERTISEMENT
Memulai pekerjaan baru memang berat. Saya perlu menghafal dan membuat seluruh materi dari tiap rombel, penerapan model pembelajaran, dan pendekatan terhadap peserta didik yang perilakunya unik-unik. Ditambah, rasa kaku saat awal mengajar nyatanya bikin resah pada diri. Kadang, terbesit rasa ingin kembali ke dunia jurnalistik setelah merasakan posisi ini. Namun, hal itu dirasa wajar karena baru permulaan. Saya tetap menjalani pekerjaan ini dengan totalitas.
Sebulan kemudian, rezeki memang tidak salah tempat. Buah totalitas itu menghasilkan tawaran mengajar di BrainAcademy by Ruangguru sebagai pengajar Bahasa Indonesia. Lagi-lagi, rasa bimbang dan ragu kembali muncul. Sebab, saya langsung ditempatkan sebagai pengajar UTBK. Saya cukup minder karena saat dahulu saja, saya tidak lolos masuk ke kampus negeri. Akan tetapi, Sultan Sjahrir pernah berkata, “Hidup yang tidak dipertaruhkan, tidak akan dimenangkan!” membuat saya nekat menerima tawaran tersebut.
ADVERTISEMENT
Saya lantas mulai beradaptasi dengan suasana bimbel. Adanya bimbel pun membuat jadwal kerja semakin padat, tapi mengasyikan. Saya paham bagaimana karakteristik peserta didik di sekolah formal maupun di bimbel, saya paham bagaimana budaya dan derajat mempengaruhi gaya belajar, serta saya paham hampir kabanyakan peserta didik kurang suka dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia! Sungguh memprihatinkan.
Di sisi lain, pernyataan di atas soal “penghasilan akan meningkat pada seorang guru” akhirnya terlaksana juga. Juga, secara beriringan, saya pun mulai mendapatkan feel mengajar yang nyaman dan berkesan bagi peserta didik. Di titik itu, saya mulai berdedikasi menjadi seorang pengajar Bahasa Indonesia yang totalitas.

PPG Prajabatan bikin gundah gulana!

Hari demi hari, saya jalani kehidupan sebagai seorang pengajar. Saya mulai merasakan gaya mengajar yang cocok diterapkan kepada peserta didik. Meski, masih ada beberapa peserta didik yang belum bisa saya berikan treatment yang baik.
ADVERTISEMENT
Sekitar Mei 2023, muncul pengumuman PPG Prajabatan 2023. Perlu diketahui, PPG Prajabatan adalah jalan bagi guru-guru untuk mendapatkan sertifikasi; dengan syarat belum terdaftar data pokok pendidik (dapodik). Mungkin, pembaca akan bosan karena saya lagi-lagi ragu. Pasalnya, pada bulan itu, saya mendapatkan pinangan mengajar di salah satu sekolah SMP islam inklusi di Kota Bandung. Saya cukup tergiur dengan nominal yang ditawarkan, tetapi ada yang mengganjal: tidak diwajibkan untuk menjadi ASN.
Mendengar hal itu, saya sedikit menahan untuk menerima pinangan tersebut. Dalam semalam, saya meminta saran dari orang tua, pasangan, hingga kawan-kawan yang sudah mengikuti PPG Prajabatan. Mereka semua memberikan penguatan terkait masa depan yang terbilang aman. Setelah merenung ditemani angin malam, saya memutuskan untuk mengikuti PPG Prajabatan!
PPG. Foto: ppg.kemendikbud.go.id

Hampir “selingkuh” dari totalitas gara-gara kumparan

PPG Prajabatan mempunyai memiliki 3 tahapan: seleksi administratif, tes substantif, dan wawancara. Saban hari, di saat libur sekolah akhir semester, saya memanfaatkannya dengan latihan soal. Dewi fortuna tak berpaling, saya berhasil lolos tes substansif. Setelah itu, saya mengikuti tahap akhir, yakni wawancara.
ADVERTISEMENT
21 Agustus 2023, godaan besar itu datang di tengah menunggu hasil akhir. Kalian tahu? HRD kumparan menghubungi saya dan memberi pinangan sebagai reporter kembali! Saya terkejut karena selama magang, saya cukup bingung: apakah memberikan warna baru atau hanya sebagai pelengkap saja di kumparan.
Foto: pribadi
Keteguhan totalitas saya mulai diterpa badai. Rasa ingin menjadi pewarta kembali muncul karena dipinang media se-beken kumparan. Saya mulai menanyakan lebih lanjut kepada reporter daerah Bandung, Rachmadi Rasyad, terkait plot kerja reporter fulltime di kumparan.
Tak lupa, saya mulai menceritakan kabar ini ke orang terdekat. Mereka menyarankan untuk menunggu dulu pengumuman hasil akhir PPG Prajabatan. Dipikir-pikir, betul juga. Itu adalah tujuan saya untuk meneguhkan totalitas seorang pengajar. Dengan begitu, saya tahan dulu pinangan dari kumparan.
ADVERTISEMENT
29 Agustus 2023, jawaban itu muncul. Saya dinyatakan lolos sebagai mahasiswa PPG Prajabatan 2023 gelombang 1 dan penempatan di Universitas Pasundan (tempat saya mengenyam S1). Saya sangat senang dengan hasil tersebut. Buah totalitas yang dipupuk kini dapat dituai dan merekah-ruah.

Pergi untuk tumbuh

Hasil kelulusan PPG Prajabatan, saya kabarkan ke pihak sekolah. Saya cukup bersyukur karena pihak sekolah mendukung hasil tersebut. Setelah itu, saya mulai disibukkan untuk mencari pengganti agar pembelajaran Bahasa Indonesia tidak berhenti di tengah jalan. Tak lupa—saya—mau tak mau—harus mengabarkan kepergian kepada peserta didik. Mereka kaget dan menahan saya untuk bertahan, tetapi tak bisa mengamininya.
8 September 2023, itu adalah hari terakhir saya mengajar di SMP/SMK Nur Kautsar. Saya dibuat heran karena pada jam istirahat, ruangan guru terlihat sunyi. Tiba-tiba, salah dua siswa mengajak saya untuk pergi ke lapangan upacara. Tak disangka, seluruh warga SMP/SMK Nur Kautsar telah berkumpul untuk memberikan salam perpisahan.
ADVERTISEMENT
Saya heran dan terharu. Soal heran, saya baru mengajar selama kurang lebih 6 bulan diberi sambutan seperti ini. Soal terharu, saya tak menyangka semuanya bakal mengantar untuk perpisahan. Tangisan, pelukan, surat perpisahan, hingga hadiah mulai mengguyur tubuh ini. Saya mencoba tegar, meski hati begitu sedih karena harus meninggalkan “anak-anak kesayangan”. Terima kasih, Nur Kautsar, karena telah memberikan pengalaman mengajar kepada saya!
“Kamu dikasih sambutan perpisahan, berarti kamu memberikan kesan yang baik bagi murid dan sekolah,” ucap mamahku.
Perpisahan dengan peserta didik SMP Nur Kautsar. Foto: Pribadi

Koda

Sampai tulisan ini dimuat, saya sedang berjuang kembali dalam menuntut ilmu. Selama PPG Prajabatan, saya mendapatkan pengetahuan baru dalam membentuk guru yang baik di era modern sesuai Kurikulum Merdeka. Ilmu-ilmu tersebut dipraktikkan di tempat magang saya di SMP PGII 1 Bandung.
Saya (pojok kanan yang berdiri) sedang memaparkan materi jurnalistik. Foto: Pribadi
Selain mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, saya pun berkesempatan memberikan pengetahuan ke peserta didik yang ikut ekstrakulikuler jurnalistik SMP PGII 1 Bandung. Saya cukup senang karena peserta didik cukup antusias pada pemaparan “cara mencari isu” yang diusung.
ADVERTISEMENT
Dosen PPG Prajabatan, Eggie Nugraha, M.Pd., memberikan petuah bijak, “Gak apa-apa gak lanjut jadi wartawan, sekarang mah kita harus mencetak calon wartawan.” Baik, pak, saya akan ciptakan!