Konten dari Pengguna

Lionel Messi dan Sisifus

Arif Utama
we all gonna die (hopefully soon)
11 Oktober 2017 13:07 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Utama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lionel Messi dan Sisifus
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pernah dengar tentang kisah tentang Sisifus? Mungkin, kisah ini akan membuat anda teringat akan perjuangan Lionel Messi di Timnas Argentina selama ini. Sisifus merupakan seorang raja para dewa dari mitologi Yunani. Ia dipuja dan disembah-sembah, entah oleh manusia atau rekan sesama dewa.
ADVERTISEMENT
Hingga pada suatu masa, ia berusaha untuk memusnahkan Dewa Maut bersama dewa lainnya. Tujuannya, agar kebadian itu dimiliki oleh siapa saja. Setelah berkecimpung dalam sebuah tipu daya untuk menangkap Dewa Maut, Dewa Maut justru kabur. Manusia yang seharusnya sudah wafat, malah kembali. Menciptakan kekacauan. Tak ada satu pun yang senang dengan kesialan Sisifus ini. Meski niatnya baik, ia dihukum untuk hidup selamanya di bawah tanah.
Lebih buruk, hukuman itu tak berhenti sampai di situ. Sebagai bagian dari hukumannya, Raja yang telah jatuh ini ditugaskan untuk mendorong sebuah bongkahan batu raksasa (mungkin seperti batu yang guling-guling dari gunung) menuju ke permukaan bumi hingga akhir masa. Untuk menambah rasa perih, setiap kali Sisifus membawa batu ini ke atas, batu ini lagi-lagi turun. Ia terus berusaha memulai lagi dan lagi. Sesuatu yang menjengkelkan.
ADVERTISEMENT
Lalu, lihatlah Lionel Messi. Lain cerita di klub, lain cerita di level kompetisi internasional. Ia, lagi dan lagi, mengangkat negaranya lagi ke puncak gunung itu. Membawa Timnas Argentina pergi ke Piala Dunia 2018 di Rusia setelah aman di peringkat ketiga zona CONMEBOL. Mereka tak jadi bergabung dengan pecundang macam Belanda dan Amerika Serikat. Sang Messiah mencetak tiga gol dalam laga kontra Ekuador (11/10). Ekuador, sialnya, hanya sanggup membalasnya sekali saja.
Tapi kita tahu, dan mungkin, Messi sendiri tahu, bahwa kemungkinan Piala Dunia 2018 takkan menghasilkan apa-apa kecuali keinginan mencoba lagi akan selalu ada. Mengingat dalam berapa tahun terakhir, Timnas Argentina selalu gagal meraih trofi. Tiga kali final, tiga kali berakhir gagal total.
ADVERTISEMENT
Mulai pada tahun 2014. Di mana Argentina bertemu dengan Tim Panzer, Jerman, di partai Final Piala Dunia 2014. Kans Argentina memang terbuka lebar kala itu – mengingat mereka bisa menahan imbang dan memaksa Jerman bermain hingga perpanjangan waktu. Namun pada akhirnya, Messi hanya bisa menatap lesu trofi Piala Dunia yang sudah berada tepat di depan matanya. Karena gol semata wayang Mario Goetze mengantarkan negaranya menjadi juara dunia. Itu adalah awal dominasi Jerman di kompetisi internasional.
Nasib di Final Copa America 2015 juga rupanya tak jauh berbeda dengan di Maracana setahun sebelumnya. Pertandingan melawan Cile kemudian harus berakhir imbang bahkan setelah babak perpanjangan waktu. Pertandingan dilanjutkan ke babak adu penalti. Naas memang, hanya satu gol yang berhasil dilesakkan Timnas Argentina. Cile berpesta di negaranya sendiri.
ADVERTISEMENT
Tahun berikutnya, Copa America ada edisi khusus – centenary, alias perayaan 100 tahun. Ketemu lagi dengan Cile, tapi tidak di negaranya. Edisi khusus ini dihelat di Amerika Serikat. Tapi plot-nya sama. Lionel Messi mengernyitkan dahi sementara Claudio Bravo bisa tertawa lepas.
Adapun yang menarik dari kisah Sisifus dan Lionel Messi adalah kesamaan mereka untuk mencoba terus meski nasib selalu berusaha memadamkan asa yang telah menyala. Messi, berbeda dengan Sisifus, bahkan sempat menyerah dengan tangan nasib. Kala gagal membawa Timnas Argentina jawara di Zona Amerika Latin pada 2016, lalu, ia memutuskan pensiun. Namun ia kembali lagi dan memutuskan mencoba sekali lagi. Lalu mengapa mereka ingin mencoba?
Albert Einstein jelas akan menyebut kasus macam Messi dan Sisifus adalah insanity: mencoba terus tapi berharap hasil yang berbeda. Sementara Albert Camus memiliki pemikiran yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Albert Camus, filsuf yang menawarkan ide absurdism itu, sempat menantang pikiran masyarakat pada umumnya terhadap cerita Sisifus. Apa yang dilakukan Sisifus dapat dikatakan sia-sia – sama seperti hidup ini. Mau kita berusaha bagaimanapun membangun hidup, toh, suatu hari nanti kita akan mati juga. Tapi Camusmenyebutkan bahwa kita patutnya membayangkan diri menjadi Sisifus selayaknya kita melakoni hidup.
Pengulangan-pengulangan itulah, menurut Camus, bisa membuat Sisifus menjadi seseorang yang baru. Entah caranya sama atau tidak. Dan pengulangan nasib seperti Sisifus, atau Leo Messi sebenarnya ada kok dalam keseharian kita. Hidup kita, lagipula, merupakan sekumpulan pengulangan. Bayangkan menjadi pekerja dari pagi hingga sore dan melakukan rutinitas kerja yang sama. Meskipun terlihat monoton, saya rasa, kita semua selalu membawa hal baru saat pulang sesuatu hal yang baru. Tidak bisa sepenuhnya dibilang sia-sia. Dengan kemampuan belajar itulah, Camus mengatakan, “Perjuangan macam ini cukup untuk memenuhi perasaan seseorang. Seseorang harus membayangkan Sisifus bahagia.”
ADVERTISEMENT
Sehingga inilah yang membuat Sisifus, atau mungkin Lionel Messi, terus mencoba lagi dan lagi. Mungkin Piala Dunia 2018 kelak, lagi dan lagi, takkan membuahkan hasil bagi Lionel Messi. Selayaknya Sisifus yang dikutuk untuk membawa batu ke atas terus menerus meski telah ia angkat seorang diri ke puncak. Akan selalu ada semangat bagi seluruh makhluk hidup untuk berjuang, karena memang begitulah hidup. Akan ada selalu asa untuk mencoba lagi meski harapan telah berjuta kali dipatahkan. Dalam penderitaan macam ini, seseorang akan belajar sesuatu hal yang baru. Karena makhluk hidup selalu berubah dan menginginkan perubahan untuk mencapai ideal versinya sendrii.
Bedanya dengan Sisifus yang jelas telah dikutuk selamanya akan begitu, kita tidak tahu apakah Messi gagal terus selama kariernya membawa negaranya menjadi kampiun atau justru tahun depan akan berhasil. Jawaban itu akan kita dapatkan tahun depan. Di kala kita menyaksikan berbagai Negara, termasuk Messi dan Argentina-nya, berjuang melawan dinginnya Rusia.
ADVERTISEMENT