Bobot Badan Pak Jokowi

Arifin Asydhad
Bekerja sebagai jurnalis sejak 1999. Berawal di Harian Politik Monitor, lanjut ke detikcom. Per Oktober 2016 menapaki babak baru di kumparan (www.kumparan.com)
Konten dari Pengguna
23 Juli 2020 7:51 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arifin Asydhad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dok Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
Dok Pribadi.
ADVERTISEMENT
Rabu (22/7/2020) kemarin, saya ikut bertemu Pak Presiden Jokowi di Istana Bogor. Di ruang pertemuan tanpa AC tapi kaya angin semilir, Pak Jokowi yang selama ini konsisten langsing mengisahkan tentang bobot badannya. “Seumur-umur, baru kali ini saya turun 3 kg. Selama ini tidak pernah,” kata Pak Jokowi.
ADVERTISEMENT
Pak Jokowi harusnya tidak memiliki masalah dengan bobot badan. Selama ini yang bermasalah dengan bobot badan adalah mereka yang kelebihan. Rumusnya: Mengurangi bobot badan itu lebih sulit dibanding menambah. Makanya, banyak orang berucap "alhamdulillah" ketika bobot badannya turun.
Tapi tidak untuk Pak Jokowi. Pengurangan bobot 3 kg ini sepertinya tidak ia inginkan. Dia sudah kurus. Ini efek samping dari COVID-19. Pandemi COVID-19 ini memang menyita waktu Presiden Jokowi. Dia memikirkan dua hal sekaligus: Menyelesaikan pandemi dan memulihkan ekonomi. Ini bukan persoalan sekali mendayung, dua pulau terlampaui. Dua krisis ini tidak searah, tapi berbeda jalan. Dan Presiden Jokowi mengambil jalan sinergi yang menginginkan dua krisis ini terselesaikan bersama-sama.
Memikirkan dua hal berat inilah yang membuat Pak Jokowi semakin ringan badan. Karena itulah, dia membentuk Komite COVID-19 yang mengoordinasi dua Satuan Tugas (Satgas): Satgas Pemulihan COVID-19 dan Satgas Pemulihan Ekonomi. “Kita harus bisa menekan angka kematian, menaikkan angka kesembuhan, menekan kasus positif, tapi juga memulihkan ekonomi,” kata Jokowi.
ADVERTISEMENT
Memikirkan persoalan dan solusi yang dihadapi negeri memang tugas seorang Presiden. Dan tidak satu pun Presiden atau pemimpin negara di mana pun yang bisa menyelesaikan pandemi ini dengan mudah. Kasus positif di Indonesia yang sekitar 90 ribu, masih jauh lebih sedikit dibanding AS yang memiliki 3,8 juta kasus positif, Brazil yang memiliki 2,4 juta kasus positif, dan India yang memiliki 1,1 juta kasus positif.
Dari sisi pertumbuhan ekonomi, Indonesia juga masih beruntung. Pada Q1, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif di angka 2,7%. Pada Q2, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah mulai negatif, diperkirakan minus 4,3 persen. Sementara negara-negara lain memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih buruk. Presiden Jokowi hafal di luar kepala angka pertumbuhan ekonomi di banyak negara. Dia sebutkan satu per satu.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, masyarakat tentu menginginkan lebih dari itu. Wajar, namanya juga rakyat. Karena itulah, 1001 keluhan dari masyarakat sudah disampaikan ke Presiden Jokowi. Keluhannya sebagian besar sama. Di satu sisi, masyarakat menginginkan pemerintah serius menangani pandemi ini dengan segera. Di sisi lain, masyarakat juga menginginkan ekonomi segera dipulihkan, karena semua perusahaan mengalami penurunan pendapatan yang tajam.
Termasuk kedatangan saya dan rombongan juga membawa keluhan dan usulan solusi. Saya mengikuti pertemuan dengan Presiden Jokowi bersama Dewan Pers, asosiasi-asosiasi media, dan organisasi-organisasi jurnalis. Rombongan dipimpin Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh. Dalam rombongan, ada pimpinan dari Forum Pemimpin Redaksi Indonesia (Forum Pemred), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Televisi Seluruh Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Serikat Penerbit Pers (SPS), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Hadir juga pimpinan dari perwakilan media.
ADVERTISEMENT
Beberapa pimpinan dari asosiasi lain, seperti Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) berhalangan hadir. Asosiasi dan organisasi ini terhimpun dalam Taskforce Media Sustainability, sebuah kelompok kerja yang diinisiasi Dewan Pers untuk membahas mengenai industri media yang sehat dan berkelanjutan. Saya hadir bukan sebagai pemimpin redaksi kumparan, tapi sebagai Sekjen Forum Pemred. Dari Forum Pemred, hadir saya dan Kemal Gani, Ketua Umum. Saya memang ditugasi Task Force untuk merencanakan pertemuan dengan Presiden.
Sebelumnya, Task Force juga sudah bertemu perwakilan pemerintah dan BUMN untuk menyampaikan kondisi dan persoalan media massa di saat pandemi, sekaligus menyampaikan solusi-solusi yang bisa dilakukan bersama. Keberadaan media mainstream harus dijaga oleh negara, sesuai amanah UU. Industri pers memang termasuk industri yang terkena dampak sangat signifikan karena pandemi. Dalam pertemuan dengan Presiden disampaikan bahwa pendapatan media turun drastis sekitar 60-70 persen. Tentu pukulan yang sangat berat.
ADVERTISEMENT
Menyampaikan keluhan dan usulan solusi-solusi kepada Presiden, bukan berarti mengemis. Tapi, kami melihat ada celah yang bisa dikerjasamakan antara pemerintah dan media. Termasuk bagaimana kami mengingatkan pemerintah untuk berpihak terhadap keberadaan media mainstream, yang selama ini diatur dalam berbagai regulasi, sehingga produknya bisa dipertanggungjawabkan. Ini beda dengan media sosial. Kami juga menyampaikan kembali pentingnya ekosistem industri media yang sehat, mengembalikan ruh jurnalisme yang baik dan benar. Bukan ekosistem yang disetir oleh platform digital global.
Presiden Jokowi sangat memahami hal ini. “Besok saya langsung rapatkan dan saya putuskan,” kata Presiden Jokowi merespons apa yang kami sampaikan. Bertemu Presiden merupakan langkah terakhir dari upaya-upaya pertemuan yang selama ini kami lakukan. “Terima kasih atas respons panjenengan, Bapak Presiden. Kami sangat mengapresiasi. Kami menunggu keputusan Pak Presiden besok,” kata Muhammad Nuh saat mengakhiri pertemuan yang hampir satu jam.
ADVERTISEMENT
Semoga pertemuan dengan Task Force Media Sustainability ini tidak semakin menambah susutnya bobot badan Pak Presiden. Kalau bobot badan Pak Presiden berkurang lagi menjadi 4 kg, saya tidak bisa membayangkan seberapa kurus Pak Presiden. Yang jelas, pertemuan ini akan bisa menambah bobot negara sebagai negara demokrasi. Keberadaan media mainstream jangan dihindari, tapi diselamatkan dan digelorakan. Negara ini perlu keseimbangan.