Jenderal Doni

Arifin Asydhad
Bekerja sebagai jurnalis sejak 1999. Berawal di Harian Politik Monitor, lanjut ke detikcom. Per Oktober 2016 menapaki babak baru di kumparan (www.kumparan.com)
Konten dari Pengguna
5 Desember 2023 8:59 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arifin Asydhad tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kepala Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Doni Monardo. Foto: Dok. BNPB
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Doni Monardo. Foto: Dok. BNPB
ADVERTISEMENT
Meski belum menyandang bintang empat, saya sering memanggil dia ‘Jenderal Doni’. Bintang tiga yang dia sandang lebih kecil dibanding apa yang telah dia perbuat. Karena itu, saat disebut-sebut sebagai calon KSAD menjelang akhir 2018, saya turut mendoakan semoga Letjen TNI Doni Monardo menjadi KSAD. Tapi, doa saya tidak terkabulkan.
ADVERTISEMENT
Tak dipilih jadi KSAD, Doni kemudian diangkat sebagai Kepala BNPB (Badan Nasional Penanganan Bencana), jabatan setingkat menteri. Bintang di pundaknya tetap tiga. “Saya tidak mengejar pangkat dan jabatan, Mas Arifin. Semua sudah digariskan oleh Allah SWT,” kata Doni kepada saya saat saya berkirim pesan kepadanya agar tetap semangat, meski tidak dipilih sebagai KSAD.
Di mata saya, Doni Monardo sangat layak menjabat KSAD dan menyandang bintang empat. Dari sisi karier militernya, tak perlu diragukan lagi. Pernah menjadi Komandan Paspampres (Dan Paspampres), Komandan Jenderal Kopassus (Danjen Kopassus), Pangdam XVI/Pattimura dan Pangdam III/Siliwangi. Di setiap jabatan yang ia emban, dia selalu menghadirkan prestasi dan legasi.
Tapi benar apa kata Doni, semua memang sudah digariskan oleh Tuhan. Saat dipindahtugaskan sebagai Pangdam XVI/Pattimura pada 2015 setelah ia menjabat Danjen Kopassus, Doni pantang merasa bahwa dia dibuang, meski banyak orang mengatakan demikian. Banyak pihak menilai Doni ditempatkan sebagai Pangdam Pattimura karena terlalu dekatnya dengan Presiden SBY.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak berpolitik. Selama era Presiden SBY, saya menjalankan tugas secara profesional saja,” jelas Doni saat dia disebut-sebut sebagai ‘orang SBY’.
Saya menghadiri serah terima jabatan (sertijab) Pangdam XVI/Pattimura dari Mayjen TNI Wiyarto kepada Mayjen TNI Doni Monardo pada 7 Agustus 2015 di Ambon. Seusai sertijab, saya bertemu Doni di hotel tempat dia menginap, sambil minum teh sore hari. Tak terlihat raut kecewa dari wajah pria gagah ini. Bahkan, saat itu dia menegaskan bahwa tugas sebagai Pangdam Pattimura adalah tugas yang sangat menarik, meski jauh dari ibukota. Dia berjanji melaksanakan tugas itu sebaik-baiknya.
“Kodam Pattimura adalah kodam dengan wilayah yang paling luas, terdiri dari daratan dan lautan yang luas, banyak pulau. Ini tantangan buat saya,” ujar tentara yang jago menembak ini.
ADVERTISEMENT
Dan benar saja, 1,5 tahun kemudian, saya kembali ke Ambon. Doni yang memang pemerhati penghijauan dan pembibitan tanaman sudah mengeksekusi program Emas Hijau dan Emas Biru untuk Maluku. Pada Maret 2017, saya datang ke Ambon dan lanjut ke Masohi, Maluku Utara untuk menghadiri program penghijauan yang diinisiasi Doni dan Pemprov Maluku. Inilah yang disebut Doni dengan Emas Hijau. Selama ini, Doni memang juga aktif sebagai ketua yayasan Budiasi, yang fokus pada pembibitan tanaman. Saya pernah datang ke kebun pembibitan Budiasi yang berada di kawasan Sentul, Kabupaten Bogor. Doni menginisiasi pembibitan ini sejak dia menjabat sebagai Danrem 061/Suryakencana.
Selama menjabat Pangdam XVI/Pattimura, Doni sudah berhasil menanam banyak bibit tanaman/pohon. Salah satu yang dikenalkan saat itu adalah pohon Masoya. Pohon ini asli Maluku dan sudah langka. Padahal, ekstrak daun pohon ini berharga mahal karena menjadi bahan baku parfum Hermes. Mendapat informasi soal pohon Masoya, Doni memerintahkan anak buahnya mencari pohon ini di hutan sampai ketemu. Dan akhirnya pohon ini ditemukan dan kemudian dikembangbiakkan. Bibit-bibitnya ditanam di banyak titik di Maluku.
ADVERTISEMENT
Saat itu Doni juga bercerita dirinya juga sudah mengembangkan Emas Biru, program yang memanfaatkan laut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Maluku. Salah satu yang digagas Doni adalah membangun jaring apung ikan kerapu. Sebulan setelahnya, pada April 2017, saya kembali ke Ambon bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam rangka peledakan eks kapal asing. Di sela-sela acara itu, Doni menunjukkan kepada Susi jaring apung yang dia gagas. Saat itu, budidaya kerapu itu akan masuk masa panen.
Selama menjadi Pangdam Pattimura, Doni juga mencari solusi dalam penyelesaian pertambangan emas di Gunung Botak, Pulau Buru. Dia bekerjasama dengan Polri dan Pemda mencari solusi agar penambangan ilegal yang menggunakan mercuri itu dihentikan. Tentu saja, dalam penanganan ini, Doni dan TNI menjadi back up aparat kepolisian. Saya yang saat itu penasaran dengan Gunung Botak, kemudian mengajak tim kumparan mendatangi Pulau Buru untuk melakukan investigasi. Saya dan tim bisa sampai Gunung Botak pada Maret 2017, juga dibantu oleh Doni. Saat itu, Gunung Botak mencekam, karena sudah ada kabar kuat bahwa pertambangan ilegal ini akan dibubarkan.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang perlu dicatat dari yang sudah dilakukan Doni Monardo di Maluku adalah bagaimana dia sebagai Pangdam mendorong interaksi antarwarga Maluku, yang dulu sempat dilanda konflik. Dia tidak pernah berhenti menemui dan mempertemukan para tokoh masyarakat dari kelompok dan suku berbeda agar silaturahim terjalin baik dan bumi Maluku tetap damai.
Begitulah Doni. Di setiap jabatan yang ia emban, selalu mengedepankan solusi. Saat menjadi Pangdam III/Siliwangi menjelang akhir 2017, Doni juga langsung tancap gas untuk membenahi pencemaran di sungai Citarum. Dia membuat program dengan nama Citarum Harum. Hingga saat ini, jejak-jejak digital Doni yang sangat serius menjalankan program ini masih begitu jelas.
Memiliki badan tegap, wajah sangar khas tentara dan mata yang tajam, Doni yang dibesarkan di kesatuan Baret Merah ini ternyata berhati lembut. Di sebuah pesawat yang membawa Presiden SBY terbang ke luar negeri pada sekitar 2012, di kabin belakang saat mengusir kejenuhan dalam penerbangan berjam-jam, Doni bercerita saat bertugas di Dilli, Timor Timor pada 1995, 4 tahun sebelum Timor Timur memisahkan dari Indonesia dan berganti menjadi Timor Leste.
ADVERTISEMENT
Doni yang saat itu menjadi perwira Kopassus memilih menyelesaikan konflik dengan cara humanis dan persuasif. Setiap malam, dia bergerilya dan menemui para tokoh dan pimpinan kelompok milisi Timor Timur yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Dia mengedepankan dialog, meski pistol selalu ada di pinggangnya. Bagi dia, senjata adalah cara terakhir dalam menyelesaikan persoalan. Sayangnya, pada 1999, Timor Timur memilih berpisah dari Indonesia.
Meski demikian, Doni tetap memperhatikan para pejuang Timor Leste. Saat menjadi Danjen Kopassus (2014-2015), Doni mengundang mereka saat HUT Kopassus dan juga para tokoh yang bergabung dengan Timor Leste. Banyak keluarga yang saling terpisah akibat perang Timor Timur. Sebagian memilih Indonesia dan sebagian memilih Timor Leste. Doni ingin, meski mereka berbeda kewarganegaraan, tetapi mereka adalah satu keluarga. Salah satu prinsip Doni yang masih saya ingat adalah mengubah lawan menjadi kawan, mengubah kawan menjadi saudara.
ADVERTISEMENT
Saya mengikuti kunjungan Doni Monardo ke Timor Leste pada akhir 2015. Dia yang saat itu masih menjabat Danjen Kopassus, membawa 50 ribu bibit pohon untuk disumbangkan ke pemerintah Timor Leste. Doni sangat perhatian dengan Timor Leste yang terlihat gersang. Dia angkut bibit-bibit pohon itu dari Sentul dan dikirim menggunakan kapal laut ke Dilli.
Di sela-sela kegiatan ini, suatu sore Doni mengajak saya ke sebuah restoran. Ternyata Doni bertemu warga Dilli yang terpisah dengan anggota keluarga intinya yang memilih bergabung dengan Indonesia. Dulu sempat tidak berkomunikasi, tapi berkat bantuan Doni, dia sudah bisa berkomunikasi kembali. Mereka menjadi keluarga yang utuh, meski berbeda negara.
Teramat banyak kisah Doni yang harusnya bisa diceritakan. Tapi saya tak mampu menuliskannya dalam sebuah tulisan yang pendek ini. Saya hanya salah satu dari sekian banyak teman Doni Monardo. Dia bisa berteman dengan siapa saja. Saya selalu menemui Doni begitu dia mendapat amanah baru untuk memberi semangat, termasuk saat Doni menjadi Pangdam Siliwangi, Sekjen Wantannas maupun saat diangkat jadi kepala BNPB.
ADVERTISEMENT
Komunikasi dengan Doni lewat telepon genggam cukup intensif, termasuk saat Doni menjadi Kasatgas COVID-19. Dia bercerita selama menangani COVID-19, dia sangat jarang pulang dan menginap di kantor BNPB. Dedikasinya luar biasa. Setelah selesai tugas di BNPB, Doni menjadi komisaris utama MIND.ID dan menjadi ketua umum PPAD (Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat). Saya masih mencoba untuk berkomunikasi. Bahkan, beberapa kali saya ketemu Jenderal Doni membahas mengenai rehabilitasi dan konservasi hutan.
Saya pernah sedikit meledek tubuhnya yang terlihat menggemuk setelah menjadi Komut MIND.ID. Tapi dia tidak marah. Dia bahkan mengaku sudah agak jarang lari. Padahal, sebelumnya Doni selalu lari tiap hari, untuk menjaga tubuhnya. Dia tidak pernah bercerita kalau dirinya sakit. Sampai akhirnya, saya mendapat kabar bahwa Doni koma dan dirawat di RS Siloam Semanggi. Saya dan beberapa teman pemimpin redaksi sempat menjenguknya. Namun, kami hanya bisa melihat Doni yang tergolek di ranjang dari kejauhan. Kami sedih sekali.
Suasana prosesi pemakaman mantan Ketua BNPB Doni Monardo di TMP Kalibata, Senin (4/12/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Bagi saya, Doni orang yang sangat baik. Namun, takdir Allah, usia Doni hanya 60 tahun. Begitu dapat kabar bahwa Doni wafat pada Mingggu (3/12/2023) sore, saya berniat melepas Doni hingga peristirahatan terakhir. Senin (4/12/2023) pagi-pagi saya menuju rumahnya di kawasan Serpong, namun kemacetan lalu lintas membuat saya akhirnya berbelok ke Mako Kopassus. Sebab, jenazah Doni akan diberangkatkan dari rumahnya ke Mako Kopassus di Cijantung, Jakarta Timur pukul 08.00 WIB.
ADVERTISEMENT
Saya ikut menyalatkan jenazahnya di Mako Kopassus bersama Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan para tokoh TNI lainnya. Banyak sekali yang hadir, baik dari kalangan TNI maupun para sahabatnya. Setelah menyalatkan, saya menuju Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata untuk mengikuti pemakamannya. Banyaknya orang yang mengikuti pemakaman menjadi bukti bahwa Doni memiliki sangat banyak sahabat. Mereka sedih atas kepergian Doni.
Menhan Prabowo Subianto (tiga kanan) melakukan shalat jenazah bersama mantan menkopolhukam Wiranto (empat kanan) dan Inspektur Jenderal TNI Laksamana Madya TNI Suhartono (dua kanan) di Balai Komando Kopassus Cijantung, Jakarta Timur, Jakarta. Foto: Tim Media Prabowo Subianto/Antara
Sahabat saya, Dr Aqua Dwipayana, yang merupakan sahabat karib Doni merasa kehilangan. Motivator nasional yang seharusnya berkegiatan di luar Jakarta ini membatalkan semua kegiatannya sejak mendengar Doni wafat. Dia fokus untuk takziyah dan melepas Jenderal Doni.
Marsekal Muda (Purn) Yushan Sayuti, senior Doni yang pernah menjadi direktur di Angkasa Pura 1, menceritakan bagaimana hebatnya Doni. “Dia yang membuat bandara Makassar menjadi rindang dan hijau dengan menanam pohon Trembesi. Ini semua berkat dia,” kata Yushan seusai menghadiri pemakaman.
ADVERTISEMENT
Jenny Widjaja, founder Sagolicious, merasa sangat kehilangan Doni. Karena itulah, dia harus datang ke pemakamannya. Bagi Jenny, Doni selama ini sangat aktif membantu menyosialisasikan produk-produk sagu yang dia produksi. Perhatian Doni terhadap sagu, yang merupakan salah satu kekayaan Indonesia, sangat besar.
Teman dan sahabat Doni datang dari beragam profesi dan latar belakang. Mereka merasakan dan mengenang semua amal dan jasa baik Jenderal Doni. Semoga almarhum husnul khotimah. Selamat jalan, Jenderal!