Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Seyyed Hossein Nasr, Islam, dan Lingkungan Hidup
5 Agustus 2024 8:15 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Arifin Muhammad Ade tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
"Di zaman dahulu, manusia harus diselamatkan dari alam. Sekarang, alam harus diselamatkan dari manusia."
ADVERTISEMENT
***
Persoalan relasi manusia dengan alam tidak pernah selesai dalam kenyataan hidup kita. Isu lingkungan hidup terus menggelisahkan umat manusia di planet bumi ini. Asumsi utama penyebab krisis alam disebabkan oleh ulah manusia, karena pola pikirnya yang materialistis, antroposentris, saintisme, gaya hidup konsumtif hingga kebijakan pembangunan yang tidak ramah lingkungan.
Jika dicermati, krisis ekologi terkait pula dengan pandangan manusia terhadap alam. Pandangan ini membentuk perilaku manusia terhadap lingkungannya, baik perilaku yang berdampak pada peningkatan keserasian hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya, maupun sebaliknya. Manusia memiliki tanggung jawab terhadap alam dan makhluk hidup lain, dengan mengedepankan prinsip-prinsip yang secara moral mengatur bagaimana manusia mengelola atau menggunakan sumber daya alam dan lingkungannya.
Melalui jalan pikiran tersebut, maka mengatasi krisis ekologi tidak semata soal teknis belaka, tetapi perlu ditelusuri seluk-beluk spiritual manusia, pandangan hidupnya, kesadaran terhadap alam, dan perilaku ekologisnya yang tetap menjaga keseimbangan alam.
ADVERTISEMENT
Karena konsekuensinya, ketika manusia mengeksploitasi alam secara sewenang-wenang. Manusia dan alam akhirnya sama-sama rusak, sama-sama hancur, sama-sama bergerak ke ambang kepunahannya. Di titik ini, manusia hidup penuh dengan resonansi melodi kegelisahan jiwa yang tidak berujung tepi.
Berkaitan dengan nilai spiritual manusia, dalam konteks agama, khususnya Islam, terdapat nilai dan ajaran yang kaya akan spiritualitas. Islam diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata bagi pencegahan krisis spiritualitas yang pada ujungnya akan menyebabkan krisis lingkungan. Sebagai salah satu agama besar, Islam diharapkan mampu menyadarkan pemeluknya untuk senantiasa menjaga alam melalui ajaran-ajarannya.
Berangkat dari persoalan lingkungan alam yang terus mengemuka itu, memancing para filosof untuk mengurai disequilibrium yang terjadi. Salah satu intelektual Islam yang aktif memberikan kontribusi pemikirannya tentang nilai-nilai spiritual dalam mengurai krisis lingkungan adalah Seyyed Hossein Nasr. Pemikiran tokoh ini tentang lingkungan pada intinya adalah mengkritisi ilmu pengetahuan Barat yang telah tercerabut dari akar filosofisnya. Dan berupaya memberi tawaran metodologi sains untuk mengatasi dan menangani permasalahan ekologis perspektif Islam.
ADVERTISEMENT
Seyyed Hossein Nasr menawarkan dua agenda yang harus dicermati dan dilaksanakan, yaitu merumuskan kembali nilai-nilai kearifan perenial Islam mengenai tatanan dan konsep tentang alam, hubungan alam dengan manusia, telaah kritis terhadap ilmu pengetahuan modern, dan signifikansi ilmu pengetahuan dalam Islam yang merupakan hal yang integral dalam tradisi intelektual Islam.
Pemikir kelahiran Taheran, Iran ini berpendapat bahwa hilangnya pengetahuan metafisik adalah penyebab hilangnya harmoni antara manusia dengan alam, dan berdasarkan fakta bahwa pengetahuan ini hampir terlupakan di Barat meskipun terus hidup dalam tradisi Timur. Maka, ke dalam tradisi Timur inilah, orang harus mengalihkan perhatiannya untuk menemukan kembali signifikansi alam metafisik dan menghidupkan kembali tradisi metafisik di dalam agama (Nasr, 2021).
Senada dengan Nasr, dalam upaya menemukan kembali signifikansi alam metafisik, J.E. Brown, penulis The Spiritual Legacy of American Indian (1964), mengemukakan bahwa penemuan kembali pengetahuan metafisika, revitalisasi teologi dan filsafat alam, dapat membatasi penerapan sains dan teknologi.
ADVERTISEMENT
Hanya dengan kebangkitan kembali konsepsi spiritual tentang alam yang didasarkan pada doktrin metafisik dan intelektual, ada harapan untuk menetralisasi kegemparan yang ditimbulkan oleh penerapan sains modern; ada harapan untuk mengintegrasikan sains ini ke dalam sebuah perspektif yang lebih universal.
Dengan penemuan kembali pengetahuan metafisik, kita dapat menjadi manusia spiritual ekologis. Manusia spiritual ekologis dapat kita terapkan dengan berkomitmen untuk memiliki pandangan yang melampaui realitas fisik ini. Itu dapat kita capai dengan memiliki pemahaman spiritual yang tinggi berbasis agama dan nilai spiritualitas. Manusia spiritual ekologis berisikan spirit kesatuan dengan segala entitas lain dalam alam.
Karena bagaimana pun, tidak mungkin ada perdamaian antar orang kecuali jika ada perdamaian dan harmoni dengan alam. Dan agar dapat menciptakan perdamaian dan harmoni dengan alam, orang harus berharmoni dan berselaras dengan langit, dengan sumber dan asal-usul segala mahluk (Nasr, 2021). Inilah yang dimaksud Seyyed Hossein Nasr dengan menumbuhkan nilai-nilai spiritualitas.
ADVERTISEMENT
Atau, sebagaimana dinyatakan dalam ajaran Taoisme: “Jalan manusia ditentukan oleh jalan di bumi, jalan di bumi ditentukan oleh jalan di langit, jalan di langit ditentukan oleh jalan Tao, dan Tao berasal dari dirinya sendiri (Nasr, 2021). Jadi, langit adalah cerminan asas tertinggi dan bumi adalah cerminan langit. Hal inilah yang hanya bisa dicerna oleh spiritual.
Sebagai paragraf penutup, hanyalah kerendahan hati yang dibutuhkan oleh manusia modern untuk mengakui adanya spiritualisme alam sebagai realitas yang melampaui yang fisik. Kerendahan hati untuk mengakui dimensi spiritual alam, akhirnya menjadi suatu iman filosofis teologis kita dalam ikhtiar menjadi manusia spiritual ekologis dalam tatanan alam dunia yang terus berevolusi ini.