Deflasi Lagi, Lagi-lagi Deflasi

Arif Rahman
Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Sekadau
Konten dari Pengguna
31 Oktober 2020 21:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Deflasi (Sumber: pasardana.id)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Deflasi (Sumber: pasardana.id)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Setiap bulannya BPS merilis angka inflasi di sejumlah kota di Indonesia. Pada awal Oktober lalu, BPS kembali merilis angka inflasi di 90 kota IHK seluruh Indonesia. Menurut BPS, pada bulan September merupakan kali ketiga Indonesia mengalami deflasi secara berturut-turut sejak Juli lalu. Artinya, selama kuartal III-2020 sepenuhnya diwarnai oleh deflasi.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang dirilis BPS, deflasi yang terjadi pada tingkat nasional sebesar 0,05 persen. Adapun nilai IHK pada bulan September adalah sebesar 104,85. Kemudian, dari 90 kota IHK, 56 kota mengalami deflasi dan 34 kota mengalami inflasi.
Jika melihat dua bulan ke belakang, maka besaran deflasi yang terjadi secara nasional adalah 0,10 persen (Juli) dan 0,05 persen (Agustus). Semetara itu, kali terakhir Indonesia mengalami deflasi panjang adalah pada Maret-September 1999. Lalu, apa dampaknya jika terjadi deflasi?
Apa itu deflasi ?
Berbicara tentang deflasi, maka sangat erat kaitannya dengan inflasi. Menurut BPS, inflasi merupakan kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, deflasi adalah kebalikannya dari inflasi. Jadi, deflasi bisa juga diartikan kecenderungan turunnya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus.
Kemudian, untuk menghitung inflasi/deflasi, BPS menggunakan indikator Indeks Harga Konsumen (IHK). IHK adalah suatu indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dari suatu kelompok barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu.
Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan harga (inflasi) atau tingkat penurunan harga (deflasi) dari barang dan jasa.
Penyebab Deflasi di Indonesia
Deflasi yang terjadi bukan tanpa sebab. Secara umum, deflasi terjadi karena terlalu banyak hasil produksi yang sama. Alhasil, produsen akan meningkatkan persaingan untuk bisa mendapatkan konsumen melalui penekanan harga agar barang mereka laku terjual.
ADVERTISEMENT
Namun, deflasi yang terjadi kali ini bukan karena pasokan barang dan jasa yang berlimpah akan tetapi lebih akibat lemahnya permintaan atau lesunya daya beli.
Daya beli lesu atau konsumsi ambles adalah situasi yang memaksa dunia usaha untuk menurunkan harga barang/jasa mereka, mengorbankan laba asal barang/jasa bisa terjual. Situasi semacam ini tentu bukan cerminan ekonomi yang sehat.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, fenomena deflasi yang sedang terjadi disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah pasokan yang memadai sehingga tidak menimbulkan tekanan harga. Kedua, daya beli masyarakat juga sangat lemah. Kondisi Ini ditunjukkan oleh inflasi inti yang terus menurun (CNBC Indonesia, 1 Oktober 2020).
Inflasi inti adalah komponen inflasi yang pergerakannya cenderung tetap. Inflasi inti biasa dipakai untuk mengukur kekuatan daya beli. Sebab komponen ini berisi pengeluaran yang harganya susah naik-turun alias persisten.
ADVERTISEMENT
Jadi, kalau harga barang dan jasa yang persisten saja sampai bergerak turun, artinya dunia usaha sudah desperate, sehingga mereka terpaksa menurunkan harga saking rendahnya permintaan.
Seramnya Dampak Deflasi
Tingkat inflasi/deflasi berkaitan erat dengan kondisi perekonomian suatu negara. Kelompok yang paling dirugikan akibat adanya deflasi yaitu para pelaku bisnis. Kondisi deflasi pada suatu wilayahmenyebabkan banyak pelaku bisnis berlomba-lomba untuk dapat menekan harga jual demi menarik minat konsumen.
Hal tersebut berakibat pada pemerosotan keuntungan bisnis serta apabila kondisi tersebut terus dibiarkan maka akan memaksa pelaku bisnis untuk menghentikan aktivitas atau kegiatannya sebab tidak mempunyai biaya produksi.
Selanjutnya, perusahaan yang merugi akibat keuntungan yang rendah kemudian akan memutuskan untuk melakukan PHK besar-besaran terhadap karyawannya agar bisa mengurangi pengeluaran gaji tenaga kerja. Kondisi tersebut tentu saja berdampak pada peningkatan jumlah pengangguran di daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
Bahkan, Menteri Keuangan Srimulyani sendiri juga mengakui bahwa selama pandemi ini telah terjadi lonjakan pengangguran cukup tajam akibat PHK besar-besaran yang dilakukan oleh pemilik usaha terhadap karyawan mereka (Sindonews.com, 16 September 2020).
Upaya Pengendalian Deflasi
Berdasarkan ulasan sebelumnya bahwa deflasi yang terjadi kali ini akibat lemahnya daya beli masyarakat, sehingga memaksa para pelaku usaha menurunkan harga barang/jasa mereka agar laku terjual. Tentu saja situasi seperti ini bukanlah iklim yang sehat untuk perekonomian suatu negara. Oleh karena itu, diperlukan berbagai kebijakan oleh Pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Menurut beberapa pakar ekonomi, upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya beli masyarakat adalah:
Pertama, meningkatkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dengan meningkatkan PTKP, diharapkan masyarakat yang dibebaskan dari pajak penghasilan (PPh 21) tersebut bisa menggunakan pendapatannya untuk meningkatkan daya belinya.
ADVERTISEMENT
Kedua, membangun infrastruktur desa yang memiliki keterbatasan akses dan keterbatasan dalam mendapatkan pasokan. Jika infrastruktur di desa terpenuhi, diharapkan distribusi barang menjadi lebih mudah dan daya beli masyarakat meningkat.
Ketiga, membuka lapangan kerja baru untuk mengurangi jumlah pengangguran. Jika jumlah pengangguran dapat dikurangi, maka pendapatan masyarakat meningkat yang berdampak positif pada daya beli.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga sudah mengambil beberapa langkah guna menghadapi pandemi Covid-19, mulai dari pemberian stimulus ekonomi hingga keringanan kredit. Sehingga ada baiknya program jaring sosial yang telah dilakukan agar tetap bisa dilanjutkan.
Penulis: Arif Rahman, Statistisi Ahli Pertama BPS