Konten dari Pengguna

Mengatasi Problem Literasi Anak

Arif Yudistira
Peminat Dunia Pendidikan dan Anak. Penulis Buku Momong (2022). Pengasuh SD Muhammadiyah MBS Prambanan
11 Maret 2023 10:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Yudistira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi membaca buku. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membaca buku. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Syahdan, ada seorang petinggi Microsoft, perusahaan teknologi tingkat dunia. Ia memilih melepas jabatan elitnya, demi Literasi. John Wood adalah seorang pejuang literasi dunia.
ADVERTISEMENT
John Wood keluar dari pekerjaannya dan membawa misi agar anak di seluruh dunia bisa membaca dan menikmati akses bacaan. John Wood membangun Room to Read. Gerakannya telah menginspirasi jutaan orang di dunia dalam mengambil langkah penting dalam revolusi dalam dunia Literasi.
Ia mengatakan “...literacy is as vital as food, security, limiting population growth, and control of the environment". Urgensi Literasi memang sama dengan menyelesaikan urusan pangan. Kelaparan otak bagi John Wood sama juga dengan kelaparan perut.
Apa yang dilakukan oleh Nadiem Makarim dengan program Merdeka Belajar episode ke-23 mengingatkan akan kerja John Wood dalam mengatasi problem Literasi.
Ilustrasi anak baca buku Foto: Shutter Stock
Kebutuhan buku anak-anak di daerah tertinggal dan terluar Indonesia mesti diatasi. Program Episode ke-23 yang diluncurkan oleh Nadiem Makarim ini mengangkat tema “Buku bermutu untuk Literasi Indonesia”.
ADVERTISEMENT
Nadiem Makarim menekankan program ini terdiri dari tiga prioritas. Pertama, pemilihan dan perjenjangan. Artinya buku yang didistribusikan harus memandang jenjang pendidikan anak dan pemilihan buku yang benar sesuai dengan kondisi anak. Kedua, pencetakan dan distribusi.
Ketiga, pelatihan dan pendampingan. Program ini memang diharapkan tepat sasaran. Program ini juga dijalankan dengan melibatkan guru penggerak, institusi perguruan tinggi dan juga sekolah agar tepat sasaran dan berkelanjutan.

Buku Sebagai Senjata

Ilustrasi buku puisi. Foto: Shutter Stock
Buku bagi anak-anak pedalaman, adalah senjata. Anak-anak di pedalaman sejatinya melek literasi. Literasi dan pemahaman mereka memang lebih bersifat alamiah. Mereka akan lebih tahu tentang tanah mereka, alam mereka.
Mereka akan lihai saat dimintai petunjuk daerah mereka, tempat-tempat indah di sekitar mereka. Para turis, pelancong dan wisatawan dari luar daerah mereka tidak heran percaya kepada para anak-anak ini yang sudah fasih menguasai dan menjelajahi tanah mereka.
ADVERTISEMENT
Dengan kehadiran buku-buku yang bermutu, anak-anak ini bisa lebih luas cakrawalanya. Ia bisa memandang Indonesia dari ketinggian. Indonesia tidak seluas tanah kelahiran mereka sendiri. Melalui buku, mereka bisa mengetahui banyak hal, tentang pengetahuan dan tentang Indonesia yang lebih luas.
Rasa haus mereka akan bacaan, rasa penasaran mereka akan pengetahuan akan terobati dengan hadirnya buku bermutu. Program Kemendikbud ini diharapkan memenuhi dahaga mereka akan ilmu pengetahuan. Buku diharapkan memenuhi hasrat mereka yang besar akan ilmu pengetahuan.
Melalui buku itulah, anak-anak bisa melakukan perubahan paradigma, memiliki wawasan yang luas. Pemerintah berharap adanya buku-buku bantuan dari pemerintah ini mampu memantik gairah membaca anak-anak kita.
Ketika gairah membaca anak-anak kita tumbuh, maka kecintaan pada pengetahuan akan lekat dalam jiwa anak-anak kita. Sebagai pintu dalam membuka pikiran anak-anak kita, buku juga akan melawan kebodohan, sikap kolot dan juga mendorong anak-anak berpikir inklusif.
ADVERTISEMENT

Bergerak dari Pinggir

Ilustrasi anak membaca buku cerita. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Gerakan Literasi yang dilakukan pemerintah ini memang sedang digiatkan di semua level. Pemerintah saat ini sedang mencoba mengatasi krisis literasi di Indonesia dari pinggir. Dari daerah tertinggal inilah, diharapkan problem literasi bisa diatasi.
Pengadaan buku bermutu dari Kemenristekdikbud ini telah menyasar ke Lombok, Sulawesi, maupun NTT. Saat ini, pemerintah sudah mendistribusikan setidaknya 15 juta eksemplar lebih buku-buku bacaan anak untuk jenjang PAUD dan SD. Ketika anak-anak usia dini sudah berjumpa dan akrab dengan buku, maka kesadaran literasi bisa dibangun lebih dini.
Problem literasi bangsa ini memang kompleks, tetapi dari buku problem literasi bisa diatasi secara bertahap. Kekurangan buku dan krisis buku di daerah pinggir dikarenakan keterbatasan akses mereka harus segera diselesaikan. Kendala dana, akses jalan dan juga fasilitas yang kurang memadai di sekolah membuat gerakan literasi terhambat.
ADVERTISEMENT
Program literasi melalui distribusi buku mau tidak mau harus terus ditempuh kalau kita ingin gerakan literasi kita tidak timpang. Di Jawa, akses terhadap toko buku, buku-buku bekas dan juga perpustakaan dapat ditemukan dengan begitu mudah. Tetapi akses perpustakaan, akses transportasi sampai dengan akses buku-buku di daerah luar jawa terutama di daerah pinggir begitu terbatas.

Merawat Api Literasi

Ilustrasi anak baca buku Foto: Shutter Stock
Program distribusi buku dan pengadaan buku anak di daerah pinggir tidak boleh berhenti pada ketersediaan buku semata. Buku-buku yang sudah didistribusikan tentu akan menghadapi ancaman cuaca, usia dan juga tempat yang memadai agar buku awet terjaga. Bila buku-buku yang sudah didistribusikan tidak dirawat dengan baik, maka buku-buku itu akan lekas sirna.
Menjaga buku-buku yang sudah didistribusikan ke sekolah-sekolah sama seperti merawat api literasi. Dengan buku-buku yang masih terjaga, anak-anak akan merasa nyaman menikmati bacaan.
ADVERTISEMENT
Pemerintah daerah, sekolah dan masyarakat juga harus turut serta dalam meneruskan keberlangsungan program ini. Penting untuk menjaga spirit dan semangat literasi agar ketersediaan buku-buku bagi anak-anak tetap terjaga.