Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Lapor Polisi, Salah Satu Upaya ARIMBI Foundation Senyelamatan Lingkungan
1 Januari 2022 13:15 WIB
Tulisan dari Yayasan Lingkungan ARIMBI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pekanbaru, RIAU - Kepala Suku Yayasan Anak Rimba Indonesia (ARIMBI), Mattheus S, bersama timnya telah melaporkan persoalan normalisasi sungai Bangko di Dusun Pematang Semut, Kecamatan Bangko Pusako, Rokan Hilir, Riau, yang diduga tanpa izin.
ADVERTISEMENT
Normalisasi yang dibiayai secara patungan oleh 18 perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan nampaknya akan berbuntut panjang, hal ini disampaikan Mattheus pada media di Markas ARIMBI Pekanbaru, Sabtu (1/1/22) pagi. "Diduga kegiatan ini sarat KKN".
"Baru-baru ini kita sudah rapat kecil dengan tim untuk menentukan regulasi atau peraturan perundangan apa saja yang dilanggar oleh Gubernur, DLHK dan BWSS III saat melakukan kegiatan normalisasi Sungai Bangko yang diduga tanpa izin itu," ujar Mattheus.
Lebih lanjut Mattheus mengatakan, ARIMBI telah menyampaikan laporan tersebut kepada pihak yang berwajib. Menurutnya sejumlah aturan perundangan yang dilanggar itu akan sangat fatal jika dibiarkan.
"Mereka (Gubernur, DLHK, BWSS) itu kan sebagai regulator yang harus memberikan contoh kepada masyarakat. Jika yang seharusnya menegakkan aturan dan peraturan itu malah melanggar aturan, mau jadi apa Negara ini ? Jadi untuk membuktikan bahwa mereka telah melanggar aturan, makanya kita laporkan. Tapi kan niatnya baik untuk membantu masyarakat ?" tanya crew media ini kepada Kepala Suku ARIMBI yang baru saja melaporkan soal sampah di Kepulauan Meranti itu.
ADVERTISEMENT
"Niat itu abstrak, apa iya seperti itu, atau ada hal lain ? dan apakah dalam kondisi darurat itu harus dilakukan ?" ujarnya kembali bertanya.
Selanjutnya Mattheus juga menjelaskan, bahwa kegiatan normalisasi Sungai Bangko tersebut terkesan mendadak. Sesuai informasi dari pihak DLHK itu sendiri bahwa Gubernur memimpin rapat di kantor DLHK pada 3 November 2021 lalu dihadiri oleh 18 perusahaan perkebunan dan pada tanggal 12nya langsung dikerjakan.
"Itu kan mendadak, ada apa dengan Gubernur dan 18 perusahaan perkebunan itu ? toh selama ini sugai itu memang tidak pernah di normalisasi, masa iya menunggu izin lingkungan seperti UKL/UPL aja nggak sabar. Yang jelas itu sudah melanggar dan kita akan laporkan," pungkas Mattheus.
ADVERTISEMENT
Diketahui sebelumnya, Gubernur Riau, Syamsuar yang sedang digoyang atas dugaan korupsi oleh sejumlah LSM baru saja melegalisasi kegiatan normalisasi sungai Bangko tanpa izin lingkungan dan AMDAL. Bukan hanya itu, kegiatan tanpa payung hukum yang dihadiri para petinggi tersebut juga diduga telah mengubah hidrologi, tata kelola air dan ekosistem di sungai Bangko. Disamping itu ada dugaan melampaui kewenangan, dimana wilayah kerja itu adalah tanggungjawab Balai Wilayah Sungai Sumatera III.
Sementara menurut Mattheus, kegiatan normalisasi sungai itu tujuannya sangat bagus. Selain mencegah luapan banjir, juga ada aspek ekonominya bagi masyarakat tempatan, dimana sebagian masyarakat itu adalah nelayan yang menggantungkan hidup dari tangkapan ikan air tawar.
"Sayang sekali kegiatan tersebut diduga telah melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan. Tidak boleh dengan dalil membantu masyarakat tetapi dengan melanggar undang-undang. Sangat patut dipertanyakan ada apa dengan Gubernur ? Sementara DLHK sangat tahu aturan apa saja yang harus dipenuhi untuk melakukan kegiatan tersebut. Sepertinya Gubernur Riau ini terjebak atau dijebak untuk melegalisasi kegiatan itu," ujar Mattheus.
ADVERTISEMENT
"Semestinya sebelum kegiatan itu dilaksanakan, terlebih dahulu disusun sesuai tahapannya seperti penyusunan AMDAL atau UKL/UPL, Uji kelayakan, Persetujuan Lingkungan, Persetujuan Berusaha, Koordinasi dengan Satker SDA. Semua itu ada aturannya kok. Ada dalam UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengolaan Lingkungan Hidup (PPLH) jo UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, PP nomor 22 tahun 2021 tentang penyelenggaraan PPLH, Permen LHK nomor 4 tahun 2021 tentang daftar usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL, UKL dan UPL atau SPPL," pungkas Mattheus.**