Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengarungi Laguna Demi Kemanusiaan
2 Desember 2024 12:20 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Arin Nurul Annisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Warga Dusun Bondan hidup di tengah air payau yang mengharuskan mereka menggunakan perahu sebagai transportasi utama ke berbagai tempat. Sekolah, pasar, puskesmas, bahkan beberapa rumah warga hanya bisa dijangkau melalui jalur air. Satu rumah dengan rumah lainnya saling berjarak dan terpisah. Kondisi ini cukup menyulitkan warga Bondan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, terutama karena tidak semua warga memiliki perahu.
ADVERTISEMENT
Daerah pesisir di Kab. Cilacap ini juga belum memiliki fasilitas kesehatan maupun tenaga medis yang mau bertugas dan menetap disana. Selama ini, mereka mengandalkan penanganan pertamanya pada layanan kesehatan dari puskesmas terdekat di Kampung Laut.
Selain itu, ketersediaan obat-obatan di Dusun Bondan juga terbatas. Warung hanya menyediakan obat biasa. Sedangkan, jika memerlukan obat apotek, mereka harus menuju daerah Kawunganten yang ditempuh melalui jalur air dan jalur darat.
Meskipun begitu, usaha kontrol kesehatan warga Bondan dilakukan setiap 1 bulan sekali oleh bidan yang tinggal dekat dengan koperasi warga dan merupakan pekerja di Puskesmas Kampung Laut.
Jarak dari Dusun Bondan menuju Kampung Laut, yaitu 12 km yang memerlukan waktu 1 hingga 2 jam perjalanan. Transportasi "tercepat" yang digunakan warga Bondan untuk mengantar pasien masih bergantung pada perahu koperasi atau perahu warga yang kebetulan sedang tidak digunakan.
ADVERTISEMENT
Namun, berdasarkan pengakuan warga, kondisi perahu yang selama ini mengantar pasien ke puskesmas jauh dari kata layak. "Pakai perahu, gak pernah cepat", tutur Aep, warga Dusun Bondan. Terlebih, tidak adanya alat-alat kesehatan yang memadai di dalam perahu-perahu tersebut menyebabkan penanganan pada pasien tidak dapat dilakukan dengan segera.
Bukan hanya itu, Jamaludin, warga Dusun Bondan, menjelaskan terkait risiko bahaya yang sewaktu-waktu dapat terjadi akibat pengoperasian perahu di malam hari, seperti baling-baling perahu yang menyangkut pada jaring apung.
Di sisi lain, kini perahu koperasi lebih sering dioperasikan untuk mengantar anak-anak sekolah dan tidak selalu tersedia di dermaga, begitu pun dengan perahu milik warga. Sehingga, ketersediaan perahu untuk kondisi darurat tidak menentu dan hal ini cukup membahayakan bagi pasien yang membutuhkan penanganan segera dari tenaga medis.
ADVERTISEMENT
Kami juga mendengar kabar bahwa beberapa ibu yang hendak melahirkan sempat tak tertangani karena terbatasnya jumlah perahu dan tidak adanya perahu khusus untuk mengantar pasien.
Saat duduk bersama dengan pak Aep di Gubuk Baca, beliau menceritakan kisah pilunya saat menemani istrinya yang hendak melahirkan. Saat itu, istrinya mengandung anak kembar dan mengalami pendarahan, sehingga harus segera mendapatkan penanganan medis.
Pasien prioritas yang seharusnya mendapat penanganan cepat ini justru mengalami kesulitan selama perjalanan menuju puskesmas akibat keterlambatan mesin perahu. Sayangnya, setelah mendapatkan pertolongan, satu dari dua anak kembar pak Aep dan istri meninggal dunia.
Selain itu, tidak jauh berbeda dengan kisah ibu Rokayah. Saat itu, beliau dalam kondisi mengandung dan sudah masuk hari lahir. Beliau tidak memiliki perahu yang akan membawanya menuju layanan kesehatan dan kesulitan mendapatkan pinjaman perahu.
ADVERTISEMENT
Di tengah situasi yang sulit, adik dari ibu Rokayah terpaksa mencari pinjaman perahu ke tetangga dan baru mendapatkannya pukul 01.00 dini hari. Kondisi perahu yang kecil dengan mesin lambat dan tanpa atap serta alas yang layak itu sampai di puskesmas menjelang waktu shubuh. "Kurang nyaman, kayak tidur di lantai", ujar bu Rokayah saat diwawancarai.
Saat perjalanan menuju puskesmas, ibu Rokayah mengalami kontraksi dan pecah ketuban. Keluarga yang mendampingi beliau tidak berani melakukan pertolongan pertama atau membantu ibu Rokayah melahirkan di perjalanan. Mereka tidak memiliki keahlian atau kemampuan dalam hal tersebut, sehingga tak ingin mengambil risiko.
Setelah mendapatkan penanganan, ibu Rokayah berhasil melahirkan bayinya, namun dalam kondisi sulit bernapas. 2 jam setelah mendapatkan perawatan, pihak rumah sakit akhirnya merujuk beliau dan bayinya ke rumah sakit yang berlokasi di kota Cilacap. Perjalanan dari puskesmas menuju rumah sakit juga memakan waktu yang lama, sekitar 2 jam dengan biaya tertentu.
ADVERTISEMENT
Namun, keterlambatan perjalanan mengakibatkan lambatnya penanganan di puskesmas maupun rumah sakit. Hal ini menyebabkan bayi bu Rokayah meninggal dunia. "Yang lain jangan sampai mengalami seperti saya, " harapnya.
Berdasarkan kondisi ini, warga Bondan sangat membutuhkan adanya transportasi darurat, khusus untuk pasien, yang dilengkapi dengan alat kesehatan. Sehingga, dalam upaya membantu menangani permasalahan warga Bondan, ZIS Indosat dan lembaga Indonesia Beramal Sholeh (IBS) berkolaborasi untuk mengadakan perahu ambulans pesisir.
Perahu ambulans pesisir ini telah diresmikan langsung oleh kedua belah pihak yang berkolaborasi pada 02 November 2024 di Dusun Bondan, Desa Ujung Alang, Kec. Kampung Laut, Kab. Cilacap, Jawa Tengah.
Tentunya, keberadaan perahu ambulans atas inisiasi ZIS Indosat dan lembaga IBS ini memiliki mesin yang jauh lebih cepat dengan kelengkapan alat medis serta ditunjang oleh adanya pelatihan medis untuk beberapa warga Bondan.
ADVERTISEMENT
Ketua Harian SKI Indosat, Sukmananto, menyampaikan dalam sambutannya bahwa kerjasama dengan IBS ini dalam rangka mewujudkan perahu ambulans pesisir yang merupakan kebutuhan utama Dusun Bondan.
Warga Bondan berharap dengan adanya perahu ambulans ini, tidak ada lagi kasus keterlambatan penanganan medis akibat keterbatasan perahu.