Konten dari Pengguna

Membangun Sebuah Band dengan Pendekatan Hak Kekayaan Intelektual

Ario Tamat
Failed Musician, Reformed Gadget Freak and Eating Extraordinaire. Previously Wooz.in and Ohdio.FM, now working on karyakarsa.com
15 Juli 2019 10:44 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ario Tamat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Membangun Sebuah Band dengan Pendekatan Hak Kekayaan Intelektual
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Tanpa harus merasakan berkarier di industri musik, siapapun yang pernah mengenyam kehidupan main band agak lama pasti tahu betapa sulitnya itu. Saya ingat kala main band waktu SMA, perselisihan antar-band kadang terjadi. "Rebutan" lagu yang mau dibawakan di pentas seni atau perselisihan antara anggota band sendiri, sampai band-nya pecah dan membentuk band lain.
ADVERTISEMENT
Mengelola beberapa orang dengan idealisme masing-masing untuk memainkan musik yang sama dengan pembagian kerja yang belum tentu sama, berat, atau sama "terlihat" (ayo, akuilah). Menjadikan main band tidak tampak semanis yang terdengar dari panggung. Apalagi, band yang sudah menginjak ke arah profesional.
Energi yang dibutuhkan untuk mengarahkan band untuk tetap produktif dalam bermain dan bermusik, terkadang (atau sering kali?) merebut perhatian para anggota band untuk berpikir gambaran besar dan rencana jangka panjang. Padahal, perjuangan sebagai band itu bukan sesuatu yang bisa dibiarkan mengalir apa adanya, karena persaingan merebut perhatian pendengar dan penggemar akan terus terjadi.
Malah, band yang sudah memiliki sebuah tim manajemen pun terkadang malah sibuk untuk urusan "keseharian" seperti persiapan kostum dan alat, jadwal latihan, mencari jadwal gigs, syukur-syukur mengurusi brand endorsement, dan belum menyentuh perencanaan karier jangka panjang.
ADVERTISEMENT
Memang, sifat penonton dan pendengar yang bahkan satu detik pun bisa bosan dan berpindah halaman website, sangat memengaruhi siklus pembuat konten seperti band. Kalau dahulu band (yang kuat) dapat memiliki karier belasan bahkan puluhan tahun, kini band seperti itu makin langka.
Namun, ini tidak berarti bahwa band harus ikut menjadi sesuatu yang kian cepat berlari mengikuti arah perhatian penonton. Dahulu maupun sekarang, penggemar akan tetap mengapresiasi band yang dapat produktif secara konsisten dan menjaga hati penggemarnya secara berkesinambungan.
Ilustrasi band. Foto: pixabay
Merencanakan pendekatan seperti ini akan lebih mudah apabila melihat band sebagai entitas produksi hak kekayaan intelektual (HKI). Kita sering lihat band atau kelompok yang sudah berumur seperti Aerosmith, U2, sampai Backstreet Boys, masih dapat terus melanjutkan kariernya, dengan atau tanpa lagu baru.
ADVERTISEMENT
Inilah kekuatan HKI sesungguhnya--berkreasi sekali, dapat dijual berkali-kali. Sehingga, dalam perencanaan sebuah band, segala hal seputar band tersebut, baik itu lagu, sampai identitas visualnya, perlu dipikirkan dengan baik di awal untuk menyikapi potensi HKI yang bertahan lama, dan bukan sekadar pengejar momen viral.
Berikut berapa langkah yang dapat dilakukan untuk meneguhkan aset-aset HKI sebuah band.
Perlu juga memiliki rencana untuk bergabung dengan manajemen artis berbadan usaha yang dapat membantu mengelola aset-aset HKI atau bahkan mendirikan badan usaha sendiri sebagai wadah pengelolaan aset-aset HKI tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam contoh yang lebih ekstrem, pengelolaan HKI sebuah band dalam sebuah badan usaha juga dapat berarti perencanaan pensiun yang baik. Sepertinya startup teknologi, saat sebuah band sudah bekerja keras membentuk aset-aset HKI-nya jadi sesuatu yang bernilai dan dapat mendatangkan pemasukan, badan usaha tersebut dapat dijual ke perusahaan pengelola HKI yang akan terus dapat memanfaatkan aset-aset tersebut dalam bentuk video, audio, dan sebagainya. Dengan tetap ada aliran-aliran royalti ke band yang sudah tidak aktif lagi.
Bayangkan saja sebuah New Kids On The Block, yang mungkin hanya beberapa tahun sekali melakukan tur nostalgia, namun tetap mendapat royalti setiap lagunya digunakan atau diperdengarkan. Mudah-mudahan dengan cara ini, band dan musisi dapat benar-benar hidup dari kegiatan berkaryanya.
ADVERTISEMENT
Artikel ini merupakan bagian dari Nawala Musik, Teknologi dan Bisnis di Indonesia, yang juga didukung oleh KaryaKarsa.com, Platform Apresiasi Kreator.