BUM Desa: Harapan dan Tantangan

Aris Ahmad Risadi
Individual Konsultan Bidang Keahlian Kebijakan Publik, Pembangunan Daerah dan Desa, serta Pemberdayaan Masyarakat. Bermitra dengan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Konten dari Pengguna
20 Mei 2024 16:36 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aris Ahmad Risadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi desa di Indonesia. Foto: Ukiq Outdsign/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi desa di Indonesia. Foto: Ukiq Outdsign/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) kini masuk radar perbincangan ketika membahas upaya meningkatkan perekonomian desa dan kesejahteraan masyarakat. Seiring menguatnya posisi desa dalam hubungannya dengan negara. Pemerintah pun gencar memberikan banyak kemudahan. Tak ayal lagi, hasrat membentuk BUM Desa pun meningkat tajam.
ADVERTISEMENT
Harapan memunculkan lembaga ekonomi yang dimiliki desa mulai menguat seiring lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian terakhir diubah menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang yang disebut terakhir, isu desa tidak lagi dibahas karena telah diatur tersendiri dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa).
Melalui UU Desa, posisi desa semakin kuat. Dia memiliki asas rekognisi dan asas subsidiaritas. Asas rekognisi yaitu pengakuan terhadap hak asal-usul. Melalui asas ini desa berhak memanfaatkan dan memperkuat usaha ekonomi yang sudah ada. Adapun asas subsidiaritas yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa. Melalui asas tersebut, desa tidak lagi menjadi obyek, tetapi dapat bertindak sebagai subyek pembangunan. Desa memiliki kewenangan membuat perencanaan dan penganggaran pembangunan. Desa dapat menyusun RPJMDesa, RKPDesa, dan APBDesa. Sebelumnya, melalui asas desentralisasi, Desa hanya menerima muntahan (sisa-sisa) Daerah.
ADVERTISEMENT
Perhatian kepada desa didukung APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan sumber pendanaan lainnya, serta dihargainya posisi Musyawarah Desa (musdes) sebagai instansi pengambilan keputusan tertinggi di desa. Musdes adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat desa yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis (Permendesa PDTT Nomor 16 Tahun 2019).
Implementasi asas rekognisi dan subsidiaritas dalam bidang perekonomian desa diwujudkan dengan membentuk BUM Desa. Kondisi ini turut merangsang tumbuhnya jumlah BUM Desa di seluruh Indonesia. Menurut Kementerian Desa PDTT (2023), secara nasional saat ini terdapat 50.163 BUM Desa, 2.959 BUM Desa bersama, dan 2.241 BUM Desa bersama LKD (Lembaga Keuangan Desa).
Pengertian dan Konsep BUM Desa
ADVERTISEMENT
Keberadaan BUM Desa semula diatur melalui Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Menurut Permendesa tersebut, BUM Desa yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.
Pada awalnya banyak yang bertanya tentang BUM Desa. Apa status badan hukum BUM Desa? Hal ini sempat menimbulkan misunderstanding. Di beberapa daerah, BUM Desa mengalami kesulitan membuat NPWP, membuka rekening Bank, dan melakukan kerjasama. Bahkan secara nasional kegiatan usaha simpan pinjam (lembaga keuangan mikro) yang dilakukan BUM Desa terganjal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (UU LKM). Syarat lembaga keuangan mikro menurut UU LKM harus berbadan hukum.
ADVERTISEMENT
Sebetulnya menurut Permendesa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 BUM Desa dapat membentuk unit usaha berbadan hukum. Salah satunya berupa unit usaha LKM dengan andil BUM Desa sebesar 60 % sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro. Namun menurut OJK (Otoritas Jasa Keuangan) ketentuan itu dinilai tidak memadai. Bagaimana bisa BUM Desa yang bukan badan hukum membentuk badan hukum?
Jalan buntu itu kemudian terjawab. Terobosan hukum melalui omnibus law dengan dihadirkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan ruang dan peluang baru kepada BUM Desa. Undang-Undang ini kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Melalui Undang-Undang Cipta Kerja, BUM Desa semakin jelas jatidirinya.
ADVERTISEMENT
Dalam Undang-Undang Cipta Kerja disebutkan bahwa yang dimaksud dengan BUM Desa adalah badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Ada tiga jenis BUM Desa jika kita bicara BUM Desa hari ini. Pertama, BUM Desa yang dibentuk di masing-masing desa melalui musdes. Kedua, BUM Desa bersama yaitu BUM Desa yang dibentuk bersama oleh beberapa desa yang dibentuk melalui musyawarah antar desa (MAD). Ketiga, BUM Desa bersama LKD (Lembaga Keuangan Desa), yaitu BUM Desa bersama yang dibentuk sebagai bentuk transformasi kelembagaan pengelola dana bergulir masyarakat eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (DBM eks PNPM MPd). Jenis BUM Desa yang terakhir ini diatur dalam Permendes PDTT Nomor 15 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembentukan Pengelola Kegiatan Dana Bergulir Masyarakat Eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan menjadi Badan Usaha Milik Desa Bersama.
ADVERTISEMENT
Melampaui Kewenangan Desa
Regulasi terbaru telah membuka jalan sehingga berbagai usaha atau unit usaha BUM Desa dapat dilakukan bahkan dengan melampaui kewenangan desa. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa, tujuan didirikannya BUM Desa/BUM Desa bersama, yaitu: 1) melakukan kegiatan usaha ekonomi melalui pengelolaan usaha, serta pengembangan investasi dan produktivitas perekonomian, dan potensi desa; 2) melakukan kegiatan pelayanan umum melalui penyediaan barang dan/atau jasa serta pemenuhan kebutuhan umum masyarakat desa, dan mengelola lumbung pangan desa; 3) memperoleh keuntungan atau laba bersih bagi peningkatan pendapatan asli desa serta mengembangkan sebesar-besarnya manfaat atas sumber daya ekonomi masyarakat desa; 4) pemanfaatan aset desa guna menciptakan nilai tambah atas aset desa; dan 5) mengembangkan ekosistem ekonomi digital di desa.
ADVERTISEMENT
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 memberi ruang yang leluasa bagi BUM Desa untuk melakukan kerjasama dengan berbagai sektor yang juga diatur dalam regulasi lain turunan Undang-Undang Cipta Kerja. BUM Desa diantaranya dapat bekerjasama di dalam hal: 1) penggunaan sumber daya air, pemanfaatan bagian jalan tol dan non tol (PP Nomor 5 Tahun 2021); 2) kepemilikan bangunan dan lahan (PP Nomor 19 Tahun 2021); 3) penggunaan kawasan hutan, usaha pengolahan hasil hutan, pengolahan kayu bulat skala kecil (PP Nomor 23 Tahun 2021); 4) pengelolaan pasar rakyat (PP Nomor 29 Tahun 2021); dan 5) kerjasama uji tipe kendaraan bermotor, penyelenggaraan terminal (PP Nomor 30 Tahun 2021).
Siasat Menuju BUM Desa Berkinerja Baik
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai tujuan BUM Desa dan berkinerja baik, tantangan terbesarnya yaitu menghadirkan perangkat organisasi BUM Desa yang berkualitas. Menurut Permendesa PDTT Nomor 3 Tahun 2021, kinerja BUM Desa diukur dari kualitas tujuh aspek berikut: 1) kelembagaan, 2) manajemen, 3) usaha/unit usaha, 4) kerjasama/kemitraan, 5) aset dan permodalan, 6) administrasi, laporan keuangan, dan akuntabilitas, serta 7) keuntungan dan manfaaf bagi desa dan masyarakat desa.
Adapun perangkat organisasi BUM Desa yang diharapkan mampu mengawal tercapainya tujuan dan kinerja BUM Desa yaitu: musdes, penasihat, pelaksana operasional, dan pengawas. Musdes bertugas menetapkan hal yang strategis, seperti: penetapan anggaran dasar, pemilihan pelaksana operasional, sekretaris dan bendahara, serta penetapan program kerja BUM Desa. Musdes yang menjadi wahana penyaluran aspirasi stakeholder desa saat ini masih terkesan formalitas dan terkooptasi kepentingan elit desa.
ADVERTISEMENT
Penasihat BUM Desa dijabat secara ex officio oleh Kepala Desa. Penasihat diharapkan mampu memberikan arahan kebijakan yang strategis dan menciptakan iklim agar kewiraswastaan (entrepreneurship) di lingkungan BUM Desa dapat terbangun sehingga mampu menangkap peluang-peluang usaha dan optimalnya pengelolaan aset yang dimandatkan kepada BUM Desa.
Pengawas diharapkan dapat menjalankan fungsi pengawasan agar proses manajerial, akuntabilitas, dan kesesuaian dengan regulasi dapat dijalankan oleh pelaksana operasional BUM Desa. Dan pelaksana operasional sebagai nakhoda organisasi diharapkan mampu merumuskan perencanaan dan melaksanakan program/kegiatan guna mencapai tujuan BUM Desa dan tercapainya kinerja yang diharapkan.
Terakhir perlu ditegaskan. Upaya mewujudkan BUM Desa untuk terus berkembang sudah sepatutnya tidak mengandalkan Pemerintah Pusat. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, urusan pemerintahan bidang pemberdayaan masyarakat dan desa (urusan BUM Desa ada di dalamnya) termasuk urusan konkuren. Sehubungan itu, pembinaan dan pengawasan BUM Desa juga menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Tugas utama Pemerintah Pusat sejatinya hanya menetapkan NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) pengembangan BUM Desa serta menyelenggarakan kegiatan yang bersifat fasilitatif. Pemerintah Pusat sebaiknya tidak cawe-cawe urusan kecil yang sudah menjadi kewenangan Pemerintah Daerah. Lebih strategis jika Pemerintah Pusat memperkuat koordinasi agar Pemerintah Daerah memiliki kapasitas untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada BUM Desa.
ADVERTISEMENT