Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Otonomi Daerah: Menakar Janji dan Realita Desentralisasi di Indonesia
29 April 2025 12:03 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Aris Firnanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sejak era Reformasi, wajah pemerintahan Indonesia berubah secara signifikan. Salah satu perubahan terbesar adalah diterapkannya otonomi daerah, sebuah kebijakan yang memberi ruang lebih luas bagi pemerintah daerah untuk mengelola urusan mereka sendiri. Tujuannya tak sekadar memindahkan kewenangan dari pusat ke daerah, tapi juga untuk menciptakan pemerintahan yang lebih dekat, cepat tanggap, dan sesuai dengan kebutuhan lokal.
ADVERTISEMENT
Secara ideal, otonomi daerah menjanjikan banyak hal positif. Pemerintah daerah diharapkan mampu membuat kebijakan yang lebih tepat sasaran karena mereka lebih memahami konteks sosial dan budaya masyarakat setempat. Proses pengambilan keputusan juga bisa dipercepat karena tak harus menunggu restu dari pemerintah pusat. Selain itu, desentralisasi membuka ruang bagi masyarakat untuk terlibat lebih aktif dalam pembangunan, serta memicu kompetisi sehat antarwilayah dalam meningkatkan kualitas layanan dan inovasi.
Namun, realitas di lapangan tak selalu sejalan dengan harapan. Banyak daerah masih menghadapi persoalan serius dalam menjalankan otonomi secara optimal. Salah satu tantangan terbesar adalah kesenjangan kapasitas antar daerah. Tidak semua wilayah memiliki sumber daya manusia, infrastruktur, maupun kemampuan fiskal yang cukup. Akibatnya, ada daerah yang mampu berlari kencang, sementara yang lain terseok karena keterbatasan dasar.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh lagi, praktik tata kelola yang belum sehat masih menjadi kendala. Sejak desentralisasi berjalan, kasus korupsi di level daerah menunjukkan angka yang memprihatinkan. Menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ratusan kepala daerah tersangkut kasus korupsi dalam dua dekade terakhir. Ini menunjukkan bahwa pelimpahan kewenangan tanpa pengawasan yang kuat justru berisiko membuka peluang baru bagi penyalahgunaan kekuasaan.
Masalah lainnya adalah rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Banyak daerah masih sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Ketergantungan ini mencerminkan bahwa kemandirian fiskal yang menjadi salah satu target utama otonomi belum tercapai secara merata.
Meski begitu, kita tak bisa menutup mata dari keberhasilan sejumlah daerah yang mampu memanfaatkan otonomi secara optimal. Beberapa kabupaten dan kota menunjukkan kemajuan pesat, mulai dari layanan publik yang inovatif hingga pengelolaan anggaran yang transparan. Ada juga daerah yang berhasil mengangkat potensi lokal menjadi kekuatan ekonomi baru. Semua ini membuktikan bahwa ketika ada kepemimpinan yang visioner, tata kelola yang baik, dan keterlibatan masyarakat, otonomi bisa membawa perubahan nyata.
ADVERTISEMENT
Untuk memastikan otonomi daerah berjalan sebagaimana mestinya, beberapa langkah strategis perlu diambil. Pertama, pemerintah pusat harus berperan aktif dalam memperkuat kapasitas SDM daerah. Pelatihan, bimbingan teknis, dan peningkatan kompetensi aparatur harus menjadi agenda prioritas. Tanpa sumber daya yang memadai, kebijakan desentralisasi hanya akan menjadi beban tambahan.
Kedua, sistem pengawasan harus diperkuat, baik dari internal daerah sendiri maupun dari lembaga eksternal. Pengawasan berbasis teknologi, pelibatan masyarakat dalam pengawasan, serta transparansi anggaran adalah cara-cara konkret untuk menekan potensi korupsi dan meningkatkan akuntabilitas.
Ketiga, pemerintah daerah harus kreatif dalam menggali potensi ekonomi lokal untuk meningkatkan PAD. Tentu, ini harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menambah beban masyarakat atau merusak lingkungan. Sektor seperti pariwisata, UMKM, ekonomi kreatif, dan pertanian berkelanjutan bisa menjadi sumber pendapatan baru yang potensial jika dikelola dengan baik.
ADVERTISEMENT
Keempat, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah perlu dijaga dan ditingkatkan. Desentralisasi bukan berarti melepas peran pusat sepenuhnya. Justru, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang solid agar arah pembangunan tetap sejalan dan saling mendukung, terutama dalam program-program strategis dan pembangunan wilayah tertinggal.
Yang tak kalah penting, peran masyarakat dalam proses otonomi daerah tidak bisa diabaikan. Masyarakat perlu diberi ruang untuk ikut serta dalam menyusun, mengawasi, dan mengevaluasi kebijakan publik. Partisipasi warga akan mendorong pemerintahan yang lebih terbuka, adil, dan bertanggung jawab.
Otonomi daerah adalah keniscayaan dalam negara sebesar dan seberagam Indonesia. Ia hadir bukan semata untuk memecah kekuasaan, tapi untuk mendekatkan negara kepada rakyat. Untuk itu, otonomi harus dijalankan dengan semangat kolaborasi, bukan kompetisi antarpemerintah; dengan integritas, bukan semata-mata kekuasaan; dan dengan tujuan menciptakan keadilan pembangunan, bukan memperlebar kesenjangan.
ADVERTISEMENT
Dengan segala tantangan yang ada, otonomi daerah tetap menjadi harapan besar. Namun, agar harapan ini tidak berubah menjadi ilusi, dibutuhkan kerja keras, perbaikan sistemik, serta komitmen dari semua pihak—baik pusat, daerah, maupun masyarakat. Jika dijalankan dengan sungguh-sungguh, otonomi bukan hanya akan memperkuat demokrasi lokal, tapi juga menjadi mesin penggerak bagi kemajuan nasional yang lebih merata dan berkelanjutan.