Konten dari Pengguna

"AI Itu Keren, tetapi Jangan Sampai Kita Kehilangan Diri Sendiri"

Aris Kurniyawan
Hanya Bapak-Bapak Biasa, Menulis Karena Hidup Nggak Pernah Biasa - Sedang menyelesaikan Magister Teologi di STAKat Negeri Pontianak - Guru Partikelir Sekolah Katolik di Tangsel.
2 Mei 2025 16:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aris Kurniyawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Markus Winkler on Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Markus Winkler on Unsplash

Sebuah Renungan untuk Kalian, Generasi Z dan Alpha

ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, dalam sebuah kelas, saya melihat seorang murid tersenyum lebar sambil menunjukkan hasil tugasnya. "Pak, saya pakai AI, jadi cepat banget ngerjainnya!" katanya dengan bangga. Saya ikut tersenyum, karena memang luar biasa betapa teknologi bisa mempermudah hidup kita. Tapi di dalam hati, saya bertanya-tanya, "Apakah dia benar-benar mengerti apa yang dia lakukan? Apakah dia sadar apa artinya ini bagi masa depannya?"
ADVERTISEMENT
Sejak itu, saya merasa perlu berbicara dari hati ke hati. Bukan untuk melarang kalian menggunakan AI, tetapi untuk mengajak kita semua berpikir lebih dalam: bagaimana seharusnya kita hidup di zaman ini, tanpa kehilangan siapa diri kita sebenarnya?

AI: Teman Hebat, Tapi Bukan Segalanya

Kita hidup di masa di mana AI sudah seperti sahabat sehari-hari. Mau cari jawaban PR? Tinggal tanya. Mau buat gambar keren? Tinggal klik. Mau nulis puisi? Ada AI yang bantu.
Semua itu keren. Tapi seperti pisau tajam, AI bisa berguna atau melukai—tergantung siapa yang memegangnya.
Kalau kita terlalu bergantung pada AI, lama-lama kita bisa lupa bagaimana caranya berpikir sendiri, bermimpi sendiri, bahkan merasa sendiri. Kita bisa kehilangan kepekaan kita terhadap dunia nyata: lupa bagaimana rasanya berdiskusi dengan teman, bagaimana rasanya tersenyum karena sebuah ide sederhana, atau bagaimana rasanya bangga karena berhasil menyelesaikan tugas dengan usaha kita sendiri.
ADVERTISEMENT
AI bisa bantu banyak hal. Tapi AI tidak bisa menggantikan pengalaman belajar, rasa penasaran, atau semangat pantang menyerah yang ada di dalam diri kita.

Etika: Kompas Supaya Tidak Tersesat

Antiqua et Nova, dokumen dari Vatikan yang saya baca, mengingatkan bahwa di dunia yang penuh teknologi ini, kita perlu punya kompas yang kuat: etika.
Apa itu etika?
Etika itu suara hati kita. Penentu mana yang baik, mana yang salah.
Apakah kita menggunakan AI untuk menyontek?
Apakah kita percaya begitu saja pada berita yang belum tentu benar?
Apakah kita menjaga privasi diri kita dan orang lain?
Ingat, hanya karena sesuatu bisa dilakukan, bukan berarti boleh dilakukan.
Di tengah banyaknya teknologi canggih, kalian tetap harus bertanya dalam hati:
ADVERTISEMENT
Tanpa etika, teknologi secanggih apa pun bisa membawa kehancuran. Tapi dengan etika, teknologi bisa jadi berkat luar biasa.

Belajar Bukan Cuma Soal Cerdas, Tapi Juga Soal Berhati

Dunia digital memang butuh keterampilan. Tapi menjadi manusia bukan hanya soal skill.
Pendidikan di zaman ini harus membentuk pikiran dan hati kita.
Bukan hanya supaya kita bisa pakai teknologi, tapi supaya kita tetap menjadi manusia:
Manusia yang bisa berempati, mengerti perasaan orang lain.
Manusia yang bisa memimpin dengan kasih, bukan dengan keserakahan.
Manusia yang mau belajar terus, karena dunia akan selalu berubah.
Kalian bisa punya semua informasi dunia di ujung jari. Tapi kalau kehilangan rasa peduli, kehilangan rasa syukur, kehilangan rasa hormat pada sesama, apa artinya semua itu?
ADVERTISEMENT

AI Tidak Akan Pernah Menggantikan Hal Ini...

AI bisa cepat, AI bisa pintar. Tapi AI tidak bisa mencintai.
AI tidak bisa bermimpi.
AI tidak bisa berdoa.
AI tidak bisa menangis haru saat melihat sahabatnya berhasil menggapai impian.
Semua itu hanya manusia yang bisa. Hanya kalian yang bisa.
Maka, gunakan AI. Gunakan teknologi. Tapi jangan pernah lepaskan tanganmu dari hal-hal yang membuatmu sungguh hidup: kasih, pengharapan, iman, dan keberanian.

Pilih Apa yang Berguna, Bukan Sekadar Apa yang Bisa

Dalam surat Rasul Paulus, ada kalimat yang selalu saya ingat:
"Segala sesuatu halal bagiku, tetapi tidak semuanya berguna." (1 Korintus 6:12)
Artinya, banyak hal yang boleh kita lakukan, tapi belum tentu semuanya membangun diri kita.
Sebelum menggunakan AI untuk apa pun, tanyalah dirimu sendiri:
ADVERTISEMENT
Kalau jawabannya iya, lanjutkan.
Kalau ragu, lebih baik berhenti dan pikirkan lagi.

Dunia Butuh Kalian, Bukan Sekadar Teknologi

Anak-anak hebat, dunia ini tidak hanya butuh orang yang jago teknologi.
Dunia ini butuh kalian:
Orang-orang yang berpikir, merasa, mencinta, dan berani membuat dunia ini lebih baik.
Gunakan AI untuk menolong, bukan untuk menipu.
Gunakan teknologi untuk membangun, bukan untuk menghancurkan.
Gunakan kecerdasan kalian, tapi jangan pernah tinggalkan hati kalian.
Karena pada akhirnya, yang membuat kita sungguh manusia bukan seberapa cepat kita mendapatkan jawaban, tetapi seberapa dalam kita mencintai dan memperjuangkan kebaikan.
Dan saya percaya, kalian semua bisa melakukannya.
~Ab imo pectore