Konten dari Pengguna

Green Politik: Bisakah Demokrasi Menyelamatkan Lingkungan?

Aris Munandar
Mahasiswa Sekolah Pascasarjana Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9 Februari 2025 14:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aris Munandar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto hasil penulis di buat dari Canva
zoom-in-whitePerbesar
Foto hasil penulis di buat dari Canva
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa dekade terakhir, isu lingkungan semakin menjadi perhatian global, termasuk di Indonesia. Negara ini menghadapi tantangan serius seperti deforestasi, pencemaran air dan udara, serta perubahan iklim yang semakin nyata dampaknya. Dalam konteks politik, muncul konsep green politics atau politik hijau, yang menekankan kebijakan berbasis keberlanjutan ekologis, keadilan sosial, dan partisipasi demokratis. Pertanyaannya, sejauh mana demokrasi di Indonesia dapat berkontribusi dalam menyelamatkan lingkungan?
ADVERTISEMENT
Green politics bukan sekadar agenda lingkungan, tetapi juga pendekatan politik yang mengintegrasikan keberlanjutan dalam setiap kebijakan pemerintahan. Di Indonesia, implementasi politik hijau masih menghadapi banyak tantangan. Sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki sistem politik yang kompleks dengan banyak kepentingan. Oligarki ekonomi, eksploitasi sumber daya alam, serta lemahnya penegakan hukum membuat agenda lingkungan sering kali terpinggirkan.
Menurut laporan Forest Watch Indonesia (2023), laju deforestasi Indonesia masih mencapai lebih dari 200.000 hektare per tahun, meskipun ada kebijakan moratorium izin baru bagi perkebunan kelapa sawit dan pembalakan hutan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan yang ada masih belum cukup kuat dalam menahan laju kerusakan lingkungan.
Demokrasi dan Partisipasi Publik dalam Isu Lingkungan
ADVERTISEMENT
Demokrasi memberi ruang bagi partisipasi publik dalam pembuatan kebijakan lingkungan. Dalam sistem yang ideal, masyarakat dapat berkontribusi melalui pemilihan pemimpin yang memiliki komitmen terhadap lingkungan, mengajukan petisi, hingga melakukan aksi protes terhadap kebijakan yang merugikan alam.
Namun, praktik demokrasi di Indonesia masih jauh dari ideal. Dalam laporan Transparency International (2022), Indonesia masih menghadapi masalah korupsi yang berkontribusi pada lemahnya penegakan hukum lingkungan. Kasus-kasus suap dalam industri tambang dan perizinan lahan masih sering terjadi, membuat kebijakan lingkungan sulit untuk diterapkan secara efektif.
Selain itu, sistem pemilu dan politik elektoral sering kali menghambat agenda lingkungan. Banyak calon kepala daerah dan anggota legislatif didukung oleh perusahaan-perusahaan berbasis eksploitasi sumber daya alam. Akibatnya, kepentingan ekonomi jangka pendek lebih sering diutamakan dibandingkan keberlanjutan lingkungan. Demokrasi seharusnya memberi ruang bagi partisipasi masyarakat dalam memperjuangkan lingkungan yang sehat, tetapi dalam praktiknya, kebijakan sering dibuat berdasarkan kepentingan elite politik dan bisnis.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Demokrasi Bisa Menyelamatkan Lingkungan?
Meskipun menghadapi banyak tantangan, demokrasi tetap memiliki potensi besar untuk menjadi instrumen penyelamatan lingkungan jika diterapkan dengan lebih baik. Ada beberapa langkah yang bisa diambil yaitu:
ADVERTISEMENT
Demokrasi dapat menjadi alat yang efektif dalam menyelamatkan lingkungan di Indonesia, tetapi hanya jika diimplementasikan dengan serius dalam kebijakan dan praktik sosial. Tanpa reformasi struktural yang serius, demokrasi bisa menjadi alat bagi kepentingan industri yang justru memperburuk krisis lingkungan. Reformasi dalam sistem politik dan ekonomi yang lebih hijau harus segera dilakukan sebelum krisis ekologi semakin memburuk. Indonesia tidak bisa terus menunda—masa depan lingkungan bergantung pada keputusan yang diambil hari ini.