Konten dari Pengguna

Tiga Lembar Kartu Pos: Puisi Pak Sapardi Tentang Hubungan Tuhan dengan Manusia

Ariska Avrillyani
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12 Juli 2024 17:56 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ariska Avrillyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Pak Sapardi (sumber: akun Instagram @damonosapardi)
zoom-in-whitePerbesar
Foto Pak Sapardi (sumber: akun Instagram @damonosapardi)
ADVERTISEMENT
Bagi kalian yang menikmati sebuah karya sastra, tentunya sudah tidak asing lagi dengan puisi “Hujan Bulan Juni”. Puisi “Tiga Lembar Kartu Pos” menjadi salah satu puisi yang tertulis dalam buku itu. Diciptakan oleh Pak Sapardi. Beliau adalah sastrawan yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Sapardi Djoko Damono lahir tanggal 20 Maret 1940, kemudian wafat 19 Juli 2020. Banyak sekali yang merasa kehilangan, namun karya-karya beliau tetap abadi dalam genggaman penikmatnya.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan isi dan tema, puisi Tiga Lembar Kartu Pos dikategorikan sebagai puisi religius. Karena membahas hubungan Tuhan dan makhluk ciptaannya. Yang bimbang atas eksistensi Tuhan sebab doa tak pernah dijabah. Yang ragu apakah Tuhan memang benar ada? Atau justru kita yang tak pernah mencoba menghubunginya?
Untuk memahami makna puisi, kita perlu mengkaji setiap kata dan kalimat. Salah satunya dapat menggunakan unsur batin yang dikemukakan oleh I.A. Richards, kritikus sastra dari Inggris. Ada beberapa elemen pembangun, yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat.
Tiga Lembar Kartu Pos
(1)
soalnya kau tak pernah tegas menjelaskan keadaanmu,
tak pernah tegas mengakui bahwa harus menyelesaikan perkaramu dengan-Ku
suratmu dulu itu entah di mana, tidak di antara bintang-bintang,
ADVERTISEMENT
tidak di celah awan, tidak di sela-sela sayap malaikat
Masih Kuingat benar: alamat-Ku kau tulis dengan sangat tergesa,
Kubayangkan tanganmu gemetar, tanda bahwa ada yang
ingin lekas-lekas kau sampaikan pada-Ku
(2)
kau di mana kini? sebenarnya saja: pernahkah kau tulis surat itu?
pernahkah sekujur tubuhmu mendadak dingin ketika kau lihat bayang-bayang-Ku yang tertinggal di kamarmu?
mungkin Aku keliru, mungkin selama ini kau tak pernah merasa memelihara hubungan dengan-Ku, tak pernah ingat akan percakapan Kita yang panjang perihal topeng yang tergantung di dinding itu bagaimanapun Aku ingin tahu dimana kau kini
(3)
anakmu yang tinggal itu menulis surat, katanya antara lain, “...
alamat-Mu kudapati di tong sampah, di antara surat-surat yang dibuang Ayah; hanya sekali ia pernah
ADVERTISEMENT
menyebut-nyebut nama-Mu, yakni ketika aku meraung
karena dihalanginya mengenakan topeng yang ...”
rupanya ia ingin mengajak-Ku bercakap tentang mengapa Aku
sengaja memberimu hadiah topeng di hari ulang tahunmu dulu itu
siasatnya pasti siasatmu juga; menatap tajam sambil
menuduh bahwa kunfayakun-Ku sia-sia belaka
A. Tema
Seringkali kita dihadapkan dengan kesulitan dalam menulis, karena tak punya ide yang mau dibahas. Oleh sebab itu, akan lebih mudah apabila menentukan tema atau gagasan dahulu, kemudian dikembangkan melalui kerangka peristiwa yang akan menjadi konflik dalam karya sastra tersebut. Ada lima tema puisi menurut Herman J. Waluyo, yang sejalan dengan isi Pancasila:
1. Tema Ketuhanan
2. Tema Kemanusiaan
3. Tema Patriotisme
4. Tema Kedaulatan Rakyat
ADVERTISEMENT
5. Tema Keadilan Sosial
Puisi Tiga Lembar Kartu Pos diklasifikasikan sebagai tema ketuhanan, kutipan yang dapat menguatkan argumen tersebut, di antaranya:
suratmu dulu itu entah di mana, tidak di antara
bintang-bintang, tidak di celah awan, tidak di sela-sela sayap malaikat
Umumnya di setiap agama memiliki malaikat, ini adalah bukti pertama mengapa puisi "Tiga Lembar Kartu Pos" masuk ke dalam religius. Surat di sini menjadi metafora doa, doa dari hamba yang meminta kepada Tuhannya. Namun sepertinya hamba itu tak pernah doa dengan sungguh-sungguh, hatinya tak tulus. Maka doa itu seakan-akan tak pernah sampai, dicari di antara bintang, di celah awan, bahkan di sela sayap malaikat, doa itu nihil.
siasatnya pasti siasatmu juga; menatap tajam sambil
ADVERTISEMENT
menuduh bahwa kunfayakun-Ku sia-sia belaka
Bukti kedua terdapat pada kata “Kunfayakun” di dalam Al-Qur’an memiliki arti “jadilah”. Makna dari kutipan ini adalah keraguan seorang hamba, yang menganggap bahwa Tuhan tidak adil. Menuduh bahwa "kunfayakun-Ku sia-sia belaka" hamba itu menganggap selama ini Tuhan tak pernah mengabulkan doa dan permintaanya. Faktor ini dapat terjadi ketika ia tidak bersyukur. Tidak pernah paham apa yang diberi Tuhan, karena sejatinya di dunia ini tidak ada yang instant.
B. Perasaan
Perasaan adalah bagian paling penting ketika sedang membaca sebuah puisi, sebagai pembaca perlu menyesuaikan antara intonasi, gestur tubuh, mimik muka, yang dapat membawa pendengar seolah-olah mereka pernah merasakannya. Perasaan yang disuguhkan pada puisi ini adalah kegelisahan dan kebingungan
ADVERTISEMENT
soalnya kau tak pernah tegas menjelaskan keadaanmu,
tak pernah tegas mengakui bahwa harus menyelesaikan
perkaramu dengan-Ku
Di bagian ini, seorang hamba bertanya-tanya, mengapa Tuhan tidak pernah menampakan wujudnya. Lalu kepada siapa hamba itu harus percaya? Bagaimana bisa hamba itu menyelesaikan segala permasalahan sedangkan ia tak tahu di mana keberadaan Tuhan. Sebagai pembaca apalagi jika sedang dipentaskan, ia harus memperagakan gerakan tubuh yang sedang kebingungan, seperti tatapan mata yang melirik seolah-olah mencari jawaban atau mencari di mana keberadaan Tuhan sebenarnya.
C. Nada dan Suasana
Nada adalah perilaku pengarang atau maksud pengarang menciptakan puisi, apakah menasihati, menggurui, menyindir, atau sekadar menceritakan kepada pembaca. Sedangkan amanat merupakan keadaan jiwa setelah membaca puisi tersebut. Pada puisi tiga lembar kartu pos pengarang menyampaikan sindiran. Sindiran ini dapat dilihat jelas pada lembar pos 1.
ADVERTISEMENT
soalnya kau tak pernah tegas menjelaskan keadaanmu,
tak pernah tegas mengakui bahwa harus menyelesaikan perkaramu dengan-Ku
Perlunya komunikasi yang baik antara Tuhan dan hambanya. Kita sebagai hamba harusnya tidak meragukan keberadaan Tuhan, hanya karena Tuhan itu tidak dapat dilihat dengan mata. Keraguan ini bisa terjadi ketika iman kita mulai luntur.
Masih Kuingat benar: alamat-Ku kau tulis dengan sangat tergesa,
Kubayangkan tanganmu gemetar, tanda bahwa ada yang
ingin lekas-lekas kau sampaikan pada-Ku
Alamat ini bisa disimbolkan sebagai tujuan seorang hamba, doa yang berisikan tujuan hidup seorang hamba tersebut dilakukan dengan cara tergesa-gesa, yang artinya tidak disampaikan secara khyusuk.
D. Amanat
Pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang disebut sebagai amanat, bisa secara tersirat maupun tersurat. Dalam Puisi Tiga Lembar Pos kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan senantiasa perlu introspeksi diri. Jika Tuhan belum menjawab permintaan dan doa, ada dua kemungkinan yang terjadi, pertama kita masih jauh terhadap Tuhan atau Tuhan ingin kita lebih sabar sebentar. Bukan karena Tuhan yang berhenti mencintai hambanya. Bukan eksistensi Tuhan yang tidak ada. Tapi kita yang tidak mencoba beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Doa dan harapan akan terkabul meski sekecil apapun itu, namun sebagai manusia seringkali merasa tidak sadar dan tidak bersyukur. Maka dari itu, kita harus beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan, belajar sabar apabila apa yang kita inginkan belum terkabul, tebalkan tekad usaha sembari doa.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Damono, Sapardi Djoko. (1944). Hujan Bulan Juni: Sepilihan Sajak. Jakarta: PT Grasindo.
Susanti, Elvi. (2020). Keterampilan Berbicara. Depok: PT RajaGrafindo Pers.