Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Implementasi Hukum Kecelakaan Lalu Lintas Yang Melibatkan Anak Dibawah Umur
16 November 2024 1:47 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Harisman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sering kita lihat disekitar kita anak yang masih dibawah umur mengendarai kendaraan, dan tidak jarang pula kita melihat dan mendengar kasus kecelekaan lalu lintas yang melibatkan seorang anak yang masih dibawah umur. Hal yang penting dan utama guna menghindari peristiwa tersebut adalah pengawasan dari orang tua, karena orang tua merupakan faktor penting untuk mengingatkan dan menasehati anak. Kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak dibawah umur dan tidak jarang mengakibatkan hilangnya nyawa maupun harta benda seseorang sehingga menimbulkan keresahan terhadap pengguna jalan termaksud orang tua yang tentunya sebagai orang tua tidak menginginkan terjadi pada anaknya tersebut. lalu kemudian menjadi pertanyaan yuridis adalah “Bagaimana implentasi hukum pada kasus kecelakaan Lalu Lintas yang melibatkan anak dibawah umur?
Sebelum membahas lebih jauh, terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan anak, di negara kita terdapat beberapa pengertian tentang anak menurut peraturan perundang- undangan, begitu juga menurut para pakar ahli. Namun jika mengacu pada Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang dimaksud dengan anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Dalam hal Anak yang masih dibawah umur yang terlibat dalam Kasus kecelakaan Lalu Lintas, implementasi atau penanganan hukum kepada anak dibawah umur berbeda dengan yang sudah dewasa yakni dilakukan secara khusus (Lex Specialis Derogat Legi Generalis) dengan menggunakan sistem Peradilan Pidana Anak yakni Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Ditinjau dari hukum pidana, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang tidak secara spesifik mengatur pelanggaran lalu lintas, namun pelanggaran lalu lintas diatur dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan memiliki 44 pasal tentang pelanggaran lalu lintas yang ditentukan dalam Bab XX dan sanksi diatur dari Pasal 273 sampai Pasal 317 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULAJ).
Bahwa bagi orang yang mengendarai kendaraan bermotor hingga menghilangkan nyawa korban diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dalam Pasal 310 Ayat (3) dan (4) yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 Ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
ADVERTISEMENT
Dari uraian Pasal 310 tersebut di atas bahwa setiap orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas dan menimbulkan korban maka dapat dipidana, namun menurut hemat penulis jika kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak dibawah umur maka implementasi atau penerapan hukum yang tepat adalah penyelesaian Diversi dengan Pendekatan Restoratif, ini sesuai yang diamanahkan oleh Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak seperti yang telah disebutkan diawal pembahasan.
Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam pasal 1 ayat (7) yang dimaksud dengan “Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana”. Selanjutnya dalam pasal 5 Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tersebut dengan secara ekplisit diuraikan bahwa penting dan wajibnya diupayakan terlebih dahulu Diversi dalam melakukan penyelesaian perkara pidana yang melibatkan anak yang masih dibawah umur, bunyi pasal 5 yang dimaksud dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah sebagai berikut :
ADVERTISEMENT
1. Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.
2. Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
b. persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan
c. pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.
3. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi.
Dalam pasal 6 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak juga disebutkan bahwa Diversi bertujuan agar korban dan anak mencapai perdamaian menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan, menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. diversi sebagai pengalihan penyelesaian kasus anak dari jalur peradilan pidana ke jalur di luar peradilan pidana, dengan mengadopsi pendekatan keadilan restoratif. Prinsip-prinsip keadilan restoratif menjadi dasar pembentukan konsep diversi ini. Pasal 8 ayat (1) menetapkan bahwa “proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.” Pendekatan Restorative Justice bertujuan memberi perlindungan pada hak- hak individu atau kelompok individu, mencakup anak yang terlibat dalam konflik hukum, terutama yang memiliki keterbatasan fisik dan mental, serta terpinggirkan secara politik, ekonomi, dan sosial. dan patut dicatat dan digaris bawahi disini bahwa hukuman pidana penjara bagi anak dibawah umur dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak dibawah umur hanya digunakan sebagai upaya terakhir (Ultimum Remedium). Hal tersebut dikarenakan sifat anak dilihat dari usia anak-anak belum memiliki kematangan baik secara fisik maupun mental sehingga anak belum dapat membedakan hal yang baik dan benar dan cenderung melakukan segala sesuatunya secara spontan tanpa berpikir panjang.
ADVERTISEMENT
Penulis : Harisman