Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Tafsir Tarbawi: Berguru Pada Alam Sekitar
2 Oktober 2020 18:52 WIB
Tulisan dari Arivaie Rahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan menafsirkan surah al-Ghasyiah [88]: 17-20 tentang perintah merenungi ciptaan Allah pada alam sekitar, yang tampak oleh panca indra. Untuk menafsirkan beberapa ayat ini penulis merujuk kepada beberapa tafsir, Tafsir al-Washith, Tafsir Mafatih al-Ghaib, Tafsir Marah Labid, Tafsir Mahasin al-Ta’wil, dan Tafsir al-Maraghi.
ADVERTISEMENT
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (١٧) وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (١٨) وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ (١٩) وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ (٢٠)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan (17), Dan langit, bagaimana ia ditinggikan (18), Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan (19), Dan bumi bagaimana ia dihamparkan (20).(QS. al-Ghasyiah [88]: 17-20).
Menurut Wahbah al-Zuhaili, Ayat ini dan ayat-ayat lain yang serupa menjadi argumentasi bagi orang yang menolak kebangkitan jasad pada hari kiamat. Melalui ayat ini Allah ingin memberikan ibrah (pelajaran) kepada manusia tentang makhluk-makhluknya, pemberian ibrah itu dengan sesuatu yang secara visual terlihat oleh mata dan menarik untuk diperhatikan. Di antaranya Allah menciptakan langit yang tinggi lengkap dengan bintang-bintang. Bumi lengkap dengan bentuk datarannya, sehingga mudah untuk digali dan ditempati. Gunung yang kokoh sehingga mereka bisa membangun di atasnya atau mengambil bahan baku bangunan darinya. Begitu pula hewan-hewan, mulai dari unta yang besar hingga unta yang kecil. Allah yang menciptakan itu semua, Ia-pun mampu membangkitkan manusia pada hari kiamat, menghitung amal mereka, dan memberikan balasan atas apa yang mereka kerjakan. Demikian lebih kurang al-Zuhaili memberikan pengantar (Tafsir al-Washith, 1422: 3/2868).
ADVERTISEMENT
Mengapa unta yang dijadikan sebagai ibrah (pelajaran) bagi manusia? Fakhruddin al-Razi menjelaskan: Pertama, karena unta memiliki keistimewaan tersendiri sehingga Allah memilihnya menjadi ibrah. Unta memiliki fungsi yang beragam, kadang untuk dimakan dagingnya, kadang untuk diminum susunya, kadang dijadikan hewan tunggangan manusia dan membawa barang-barang dagangan dari daereh ke daerah lain, kadang juga yang dijadikan hewan hias, semua ini ada pada hewan unta. Hewan lain tidak ada yang seperti ini, maka hal ini merupakan sesuatu yang luar biasa.
Kedua, kerena setiap bagian unta memiliki keunggulan dibanding dengan hewan lainnya, ia memiliki air susu yang banyak untuk diminum, daging untuk dimakan, sehingga membuat kenyang. Ketangguhannya menempuh jarak yang tidak sanggup ditempuh oleh hewan lain, ia menempuh perjalanan dengan mengandalkan kekuatan dan daya tahan tubuh untuk terus berjalan, mampu menahan haus, dan mampu hanya sedikit makan. Ia mampu memikul beban yang sangat berat, ia sangat dekat dengan hati orang Arab, bahkan ada yang membuat pondok di atasnya.
ADVERTISEMENT
Bagi bangsawan Arab unta juga dijadikan hadiah untuk para penyair Arab. Unta juga bisa menunjukkan jalan bagi orang yang tersesat digurun pasir. Bagi orang Arab, Unta merupakan hewan yang jinak laksana anak kecil. Keunggulan-keunggulan yang banyak inilah yang dijadikan sebagai pelajaran untuk dipikirkan dan bukti kekuasaan Allah. Orang Arab-lah yang paling memahami tentang unta ini semua, bahkan soal sehat dan sakitnya unta, manfaat dan mudharat unta, inilah menjadi latar belakang dipilihnya unta sebagai ibrah dan perintah untuk meneliti penciptaannya. Demikian panjang lebar al-Razi menjelaskan (Tafsir Mafatih al-Ghaib, 1420: 31: 144-145).
Memang, menurut konteks sebab turunnya ayat di atas dialamatkan kepada orang-orang Arab yang akrab dengan dunia padang pasir di sekitar kehidupan Nabi, terutama kepada mereka yang ingkar, tetapi secara umum ibrah ayat al-Qur’an itu dapat ditujukan kepada orang-orang yang bertakwa (huda lil-muttaqin), bahkan untuk seluruh manusia (huda lin-nas). Jadi ayat tersebut shalih likulli makan wa zaman (berlaku dalam setiap konteks ruang dan waktu), sehingga ayat ini-pun berhak untuk kita renungkan.
ADVERTISEMENT
Terkait dengan langit ada banyak bagian yang mesti diperhatikan, salah satu yang paling sering disebutkan oleh banyak penafsir al-Qur’an adalah tentang bagaimana langit diciptakan tanpa tiang dan tanpa ada yang menahannya. (Tafsir Marah Labid, 1417: 2/626). Al-Qasimi menambahkan, dari langit pula turun air hujan yang mampu menumbuhkan rerumputan dan untuk minum. (Tafsir Mahasin al-Ta’wil, 1418: 9/463). Ini menjadi bagian kecil dari apa yang mesti dipikirkan, padahal ada banyak planet, satelit, dan meteor yang berada di atas sana yang tentunya menjadi bahan pemikiran dan perenungan bagi kalangan saintis modern.
Lalu, apa yang harus diperhatikan tentang gunung? Adalah tentang bagaimana gunung bisa berdiri kokoh dan stabil sehingga ia bisa ditinggikan setiap saat. Gunung itu dapat pula menjadi pedoman bagi orang yang sedang menjelajah dan tersesat di hutan. Air mengalir dari atasnya untuk mengairi tumbuhan dan hewan (Tafsir al-Maraghi, 1946: 30/137). Gunung menjadi sumber kehidupan, karena di atasnya sering turun hujan dari langit lalu mengalirkan air ke sungai-sungai, bahkan mata air pegunungan menjadi sumber mata air yang bersih dan jernih untuk dikonsumsi.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya tentang bumi, bumi sebagai hamparan dan datar, ini bagi pendapat yang mendukungnya. Menurut al-Razi, siapa yang berpendapat bahwa bumi tidak berbentuk bola/ bulat, maka ia berada pada pendapat yang lemah. Sebab, bila bola dalam ukuran yang besar maka setiap bagiannya seperti permukaan (Tafsir Mafatih al-Ghaib, 1420: 31: 145). Jadi hamparan yang dimaksud adalah dalam ukuran pandangan mata, padahal bila dilihat dari luar angkasa maka bumi bukanlah berbentuk hamparan melainkan bulat sesuai dengan penelitian saintis.
Allah memilih nama-nama makhluk-nya itu sebagai sarana untuk mengingat-Nya, karena orang yang melihat akan memikirkan apa-apa yang ada di sekitarnya, maka dia melihat unta yang ia tunggangi, kemudian apabila dia mendongak ke atas akan melihat langit, apabila ia memandang ke samping kanan dan kiri dia akan melihat gunung, apabila dia memandang ke depan atau ke bawah akan melihat bumi, orang Arab melihat ini semua setiap hari, maka Allah memerintahkan mereka untuk mengambil ibrah (Tafsir al-Maraghi, 1946: 30/137). Tentu bukan hanya untuk orang Arab yang topografi alam mereka seperti itu, tetapi bagi kita ayat ini pun dapat menjadi pelajaran (ibrah). Pelajaran yang diperoleh dari proses berpikir dan merenung.
ADVERTISEMENT