Seberapa pun Menjanjikannya, Mengemis Itu Bukan Pilihan Hidup

Mohammad Arkham Zulqirom Putra
Tenaga harian lepas di Dinas Sosial Kabupaten Tegal. Universitas Pancasakti Tegal.
Konten dari Pengguna
12 Mei 2023 6:48 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Mohammad Arkham Zulqirom Putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pengemis. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengemis. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengemis. Mendengar kata itu pasti langsung terlintas dalam benak diri kita menggambarkan seseorang yang hidup susah, mengandalkan hidup dengan meminta-minta belas kasihan orang lain. Satu kondisi yang tak diinginkan hampir semua orang.
ADVERTISEMENT
Mungkin yang dibayangkan oleh kebanyakan orang, mereka orang yang mengemis ketika mendapat uang dari pemberi orang lain akan digunakan memenuhi kebutuhan dasar untuk makan dan minum sehari-hari mereka agar bisa bertahan hidup.
Biasanya masyarakat umum memandang pengemis adalah individu yang tidak mampu memenuhi kehidupan dasarnya karena tidak bisa beradaptasi terhadap persaingan lapangan pekerjaan, budaya, dan kemampuan yang diakibatkan oleh faktor-faktor seperti pendidikan, lingkungan, kondisi keluarga dan lain sebagainya kini telah berubah 180 derajat.
Namun, dewasa ini mengemis sudah berbeda dari biasanya. Banyak kejadian pengemis kaya yang ternyata memiliki harta tidak sedikit, malah sangat banyak. Sekarang, pengemis lebih cocok sebagai salah satu profesi dari berbagai macam pekerjaan.
Seperti kejadian yang viral pada bulan April tahun 2023 baru-baru ini. Seorang perempuan berusia 50 tahun bernama Tini, pengemis yang terjaring razia PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) oleh petugas Dinas Sosial Bogor di Jembatan Panaragan, Kota Bogor.
Ilustrasi pengemis. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Alih-alih menggambarkan kehidupan sangat memprihatinkan layaknya pengemis pada umumnya, dia memiliki uang cash ratusan ribu, surat-surat berharga seperti STNK kendaraan bermotor roda dua, buku tabungan, ATM, hingga selembar cek senilai Rp 1,3 miliar.
ADVERTISEMENT
Meskipun cek tersebut belum bisa dikonfirmasi kebenarannya, namun kepemilikan harta lain seperti uang tunai yang nominalnya lebih dari satu juta juga patut dijadikan pembelajaran bersama bahwa mereka mendapat penghasilan lebih untuk sekadar makan dan memenuhi kebutuhan dasarnya.
Selain Tini, banyak kasus pengemis yang ternyata memiliki harta yang berlimpah. Ada beberapa kasus pengemis yang ternyata kaya raya yang seperti Sri Keryati yang pada tahun 2017 silam dihebohkan memiliki emas dan uang senilai 22 juta lebih pada waktu itu saat terazia oleh petugas di wilayah Jakarta Pusat.
Lalu, ada Cipto Wijoyo Sukijo yang memiliki uang tunai senilai 12 juta dan tabungan dengan saldo mencapai Rp 25 juta di Sragen. Ada lagi Muklis Muctar Berani yang terjaring razia di sekitar Jakarta Selatan kedapatan memiliki harta sampai ratusan juta rupiah pada 2019 silam.
ADVERTISEMENT
Dari contoh empat kejadian tersebut, masih banyak pengemis yang berkedok susah tapi ternyata sangat tajir bergelimang harta. Tentunya kita sudah bisa melihat bahwa pengemis bukan lagi sebuah kondisi dan takdir yang menyebabkan mereka mau tidak mau harus mengemis tapi adalah pilihan profesi yang menjanjikan dan dapat meraih keuntungan yang sangat banyak.
Ilustrasi pengemis. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Sudah tentu, mengemis sendiri merupakan penyakit yang ada di masyarakat kita secara luas. Mereka yang kebanyakan tidak berada dalam kondisi susah tapi kerap berpura-pura miskin dari luar dengan mengenakan pakaian compang-camping. Bahkan sampai ada yang berpura-pura menjadi disabilitas fisik agar menambah daya tarik untuk diberi uang oleh pejalan yang lewat.
Yang lebih parah lagi, mereka yang mengeksploitasi bayi dan anak-anak untuk disuruh mengemis di jalan-jalan. Mereka mengorbankan masa depan anak mereka sendiri guna mendapatkan keuntungan yang lebih.
ADVERTISEMENT
Ada juga istilah pengemis musiman. Mereka yang tidak terlihat di hari biasa tapi tiba-tiba muncul saat ada hari besar keagamaan dan hari libur panjang.
Mereka mencari momentum yang tepat saat melakukan kegiatan mengemis agar lebih cepat mendapat untung yang banyak. Penghasilan pengemis belum bisa dipastikan secara pasti, tapi dipastikan mereka bisa memperoleh uang yang banyak seperti gaji UMR. Bahkan, lebih.

Larangan Mengemis

Ilustrasi razia pengemis. Foto: Soejono Saragih/kumparan
Larangan mengemis diatur dalam Pasal 504 dan Pasal 505 KUHP tindak pidana pelanggaran. Dua organisasi masyarakat Islam terbesar di Indonesia semua mengamini bahwa mengemis adalah tindakan yang dilarang, bahkan haram apabila berpura-pura susah padahal tidak.
Hanya dikecualikan oleh tiga macam saja, itupun hanya sebatas untuk memenuhi makan hari itu saja, jika sudah cukup maka harus berhenti, menunjukkan bahwa Islam menghardik orang-orang yang tidak mau mencari rezekinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia yang terkenal dengan kesantunan dan kedermawanan terhadap sesama menjadi celah yang dimanfaatkan oleh para pengemis untuk mendapatkan harta yang sangat banyak, penyakit seperti ini tentu sama seperti mencuri dari orang lain.
Kita harus lebih bijak dalam membagi harta kepada yang membutuhkan, utamakan yang butuh dan wajib kita bantu. Ada ribuan panti jompo, panti orang dalam gangguan jiwa (ODGJ), panti anak yang membutuhkan operasional dana yang tidak sedikit, salurkan bantuan ke mereka bisa dibilang hal yang benar.