Konten dari Pengguna

Mengurangi Plastik Sekali Pakai untuk Mencegah Terjadinya Kerusakan di Bumi

Arlynda Nur Ivani
Mahasiswa Universitas Airlangga, Statistika
18 Desember 2024 16:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arlynda Nur Ivani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sampah plastik (sumber: dokumen pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sampah plastik (sumber: dokumen pribadi)
ADVERTISEMENT
Plastik merupakan benda yang sering kita jumpai dan gunakan setiap hari. Plastik memiliki banyak manfaat dan kegunaan dalam kehidupan sehari-hari, contohnya plastik digunakan sebagai kemasan makanan atau minuman, wadah untuk membawa barang, kerajinan, peralatan, dan berbagai kegunaan lainnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun memiliki beragam manfaat, plastik juga memiliki dampak negatif untuk kelestarian alam di bumi jika tidak digunakan dengan bijak. Plastik terbuat dari bahan kimia yang sifatnya tidak dapat terurai secara alami dalam waktu singkat. Sifat plastik sekali pakai yang tidak mudah terurai mengakibatkan pencemaran lingkungan yang serius. Plastik yang berakhir di lautan menjadi ancaman bagi kehidupan laut dan juga dapat menghambat intensitas udara yang diterima oleh hewan yang habitatnya di dalam tanah.
Penggunan Plastik Sekali Pakai : Faktor dan Dampak
Tingginya produksi plastik dari tahun ke tahun dan meluasnya penggunaan plastik sekali pakai, serta rendahnya kesadaran masyarakat akan dampak negatif plastik terhadap lingkungan telah memperburuk situasi ini. Berbagai faktor dapat mempengaruhi tingkat kesadaran masyarakat meliputi pendidikan, lingkungan hidup, informasi dan ekonomi. Dampak dari kurangnya kesadaran masyarakat akan penggunaan dari plastik sekali pakai juga dapat menyebabkan hal berikut ini:
ADVERTISEMENT
1. Ancaman bagi Kesehatan
Plastik memiliki sifat yang mampu bertahan selamanya. Mirisnya, 33% bahan plastik hanya dipakai sekali lalu dibuang, seperti botol air kemasan, kantong plastik dan sedotan. Penggunaan yang terus meningkat menyebabkan terjadinya penumpukan sampah plastik sekali pakai sehingga menyebabkan lingkungan yang tidak bersih dan menjadi tempat sarang penyakit.
2. Kerusakan Kualitas Lingkungan
Sampah plastik yang sudah menumpuk akan sangat mengganggu mulai dari merusak ekosistem, mencemari kehidupan yang ada di bumi, dan dapat menimbulkan bencana seperti banjir.
3. Mengganggu Ekosistem Tanah dan Laut
Kurangnya kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dapat merusak ekosistem yang ada di tanah maupun laut. Sampah plastik sendiri dapat menurunkan kesuburan tanah karena melepaskan zat beracun seperti timbal, merkuri, dan cadmium yang berbahaya bagi hewan-hewan pengurai di dalam tanah seperti cacing.
ADVERTISEMENT
Upaya dalam Menerapkan Sistem Ramah Lingkungan
Sampah plastik telah menjadi salah satu masalah lingkungan terbesar yang dihadapi oleh dunia saat ini. Menghadapi permasalahan yang semakin memburuk ini banyak kebijakan dan upaya yang mulai dilakukan.
1. Program Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Edukasi memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Edukasi bisa diberikan dalam bentuk apapun baik formal maupun tidak formal. Memberikan pengetahuan terkait dampak dari bahaya sampah plastik sekali pakai diperlukan untuk memahami masalah apa yang dihadapi masyarakat, termasuk bagaimana masalah tersebut dapat mempengaruhi mereka secara langsung atau tidak langsung.
2. Peraturan Penggunaan Plastik Sekali Pakai
Beberapa kebijakan juga sudah mulai dilakukan di berbagai tempat seperti toko swalayan, sekolah, kampus, seperti larangan penggunaan kantong plastik gratis di toko-toko swalayan, larangan penggunaan bahan plastik sekali pakai seperti kantong, sedotan, alat makan berupa plastik ataupun styrofoam sebagai bungkus makanan takeaway di kantin sekolah maupun kampus. Tujuannya adalah untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai yang dihasilkan dari tingginya tingkat penggunaan plastik sekali pakai agar terhidar dari penumpukan sampah dan tidak merusak ekosistem yang ada di bumi.
ADVERTISEMENT
Arlynda Nur Ivani, Mahasiswa Universitas Airlangga