Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Saat Shira Media Menerbitkan R.F Kuang dan Sally Rooney
16 Oktober 2024 14:39 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Arman Dhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Buku *Babel* karya R.F. Kuang dan *Conversations with Friends* oleh Sally Rooney menawarkan wawasan mendalam tentang peran penulis perempuan kontemporer dalam mengeksplorasi tema-tema yang kompleks dan relevan. Kedua karya ini, yang telah diterjemahkan oleh Shira Media, membantu memperlihatkan bagaimana penulis perempuan saat ini mampu mengekspresikan perspektif yang unik, menghubungkan pengalaman personal dengan kritik sosial, dan mengundang pembaca untuk memahami isu-isu sosial dan budaya melalui sudut pandang yang berbeda.
ADVERTISEMENT
*Babel* karya R.F. Kuang, misalnya, mengeksplorasi kekuatan bahasa, kolonialisme, dan perjuangan identitas melalui narasi yang padat dan penuh makna. Kuang menggunakan latar yang unik—sebuah universitas fiksi di Inggris abad ke-19—untuk mengeksplorasi ketidakadilan sosial dan dinamika kekuasaan. Karya ini menempatkan dirinya sebagai pernyataan tajam tentang sejarah kolonialisme dan bagaimana bahasa digunakan sebagai alat kekuasaan. Kuang membawa perspektif yang sering terabaikan dalam cerita-cerita fantasi, yakni perspektif non-Barat yang sarat dengan pengalaman diaspora dan ketidakadilan. Hal ini membuat pembaca tidak hanya menikmati cerita, tetapi juga diajak untuk merenungkan sejarah dari sisi yang jarang diungkapkan.
Sementara itu, Sally Rooney dengan *Conversations with Friends* menawarkan pendekatan yang lebih introspektif dan intim terhadap kehidupan perempuan muda di Irlandia. Melalui karakter-karakternya, Rooney mengeksplorasi hubungan, dinamika kekuasaan, serta isu-isu emosional yang sering kali dianggap remeh dalam diskusi publik. Gaya Rooney yang lugas dan dialog yang mendalam memberikan ruang bagi pembaca untuk mengamati berbagai bentuk relasi manusia, termasuk kompleksitas perasaan dan ketidakpastian yang sering dirasakan oleh generasi muda. Buku ini menciptakan ruang bagi pembaca untuk berempati dengan karakter-karakter perempuan yang memiliki pemikiran kritis namun penuh kerentanan.
Konteks sejarah menunjukkan bahwa penulis perempuan seringkali menghadapi hambatan untuk dapat diterima di dunia sastra. Pada abad ke-19, banyak penulis perempuan yang harus menggunakan nama pena laki-laki agar karya mereka dapat diterima oleh penerbit dan masyarakat. Contohnya adalah Mary Ann Evans, yang menulis dengan nama George Eliot, dan para suster Brontë yang menggunakan nama pena seperti Currer Bell dan Ellis Bell. Mereka harus menyembunyikan identitas gendernya agar dapat diakui sebagai penulis yang serius, karena prasangka terhadap kemampuan intelektual perempuan sangat kuat pada masa itu.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks modern, membaca karya penulis perempuan seperti Kuang dan Rooney mengajarkan kita untuk lebih berempati terhadap pengalaman perempuan dan perspektif yang sering kali terpinggirkan. Melalui karya-karya ini, kita dapat memahami bagaimana isu-isu seperti ketidakadilan sosial, identitas, dan hubungan interpersonal dipengaruhi oleh pengalaman yang khas bagi perempuan.
Penulis laki-laki mungkin menghadirkan perspektif berbeda dalam membahas isu yang sama, namun karya penulis perempuan sering kali membawa suara-suara yang lebih autentik tentang pengalaman perempuan dalam menghadapi dunia yang masih didominasi oleh patriarki.
Shira Media patut diapresiasi karena telah berani memperkenalkan karya-karya penulis perempuan kontemporer dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Irlandia, dan Korea Selatan kepada pembaca Indonesia. Dengan menerjemahkan buku-buku seperti *Babel* dan *Conversations with Friends*, mereka membuka akses bagi pembaca untuk mengeksplorasi perspektif dan gagasan yang mungkin sebelumnya terasa jauh.
ADVERTISEMENT
Langkah ini menunjukkan komitmen Shira Media dalam memperkaya literatur Indonesia dengan berbagai suara dan pandangan, tanpa melupakan pentingnya memberikan ruang bagi perempuan untuk didengar dalam dunia sastra yang lebih inklusif.
Membaca karya-karya ini tidak hanya memberikan pengalaman literer yang kaya, tetapi juga menantang kita untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Mereka mengajak kita untuk lebih peka terhadap isu-isu sosial yang sering kali terlupakan dan menumbuhkan empati terhadap pengalaman yang berbeda dari keseharian kita sendiri.
Membaca karya penulis perempuan menjadi penting karena masih ada ketimpangan besar dalam jumlah pembaca perempuan dan laki-laki untuk karya-karya ini. Seperti yang ditulis oleh Steighart: "Untuk 10 penulis perempuan terlaris (termasuk Jane Austen dan Margaret Atwood, serta Danielle Steel dan Jojo Moyes), hanya 19% pembaca mereka adalah laki-laki dan 81% adalah perempuan. Tetapi untuk 10 penulis laki-laki terlaris (termasuk Charles Dickens dan JRR Tolkien, serta Lee Child dan Stephen King), perbandingannya jauh lebih seimbang: 55% laki-laki dan 45% perempuan."
ADVERTISEMENT
Data ini menunjukkan bahwa pembaca perempuan cenderung lebih terbuka membaca karya penulis laki-laki, tetapi hal sebaliknya jarang terjadi. Mengingat sejarah panjang di mana penulis perempuan harus berjuang keras untuk diterima di dunia sastra, fenomena ini tidak terlalu mengejutkan.
Penulis laki-laki mendominasi sebagian besar buku fiksi klasik yang populer sepanjang masa, seperti William Shakespeare, John Steinbeck, William Golding, Mark Twain, dan George Orwell. Buku-buku ini sering kali menjadi bahan bacaan wajib di sekolah, tempat di mana banyak pembaca pertama kali mengenal dunia literatur.
Ketika pengalaman membaca pertama lebih banyak datang dari karya penulis laki-laki, ini dapat mempengaruhi cara pandang pembaca terhadap apa yang dianggap sebagai "literatur yang serius."
Namun, dengan membaca karya penulis perempuan, pembaca bisa mengeksplorasi sudut pandang yang berbeda—sering kali lebih fokus pada emosi, hubungan interpersonal, dan isu-isu yang dekat dengan pengalaman perempuan. Ini membantu memperkaya pemahaman dan empati kita terhadap kehidupan yang mungkin berbeda dari sudut pandang laki-laki.
ADVERTISEMENT
Upaya penerbit seperti Shira Media dalam menerjemahkan dan mempromosikan karya-karya penulis perempuan, seperti R.F. Kuang dan Sally Rooney, membantu menjembatani ketimpangan ini. Tanpa perlu glorifikasi berlebihan, kita bisa mengapresiasi bahwa langkah ini adalah sebuah kontribusi penting untuk membuka akses bagi pembaca Indonesia dalam memahami keberagaman suara dalam literatur global.