Teori Sepatu Kuda

Arman Dhani
Penulis. Menggemari musik dan buku. Sudah terlalu banyak menyimpan kaos band dan sepatu.
Konten dari Pengguna
20 Januari 2023 17:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arman Dhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
A Horse Affrighted at a Lion (1788) by George Stubbs. Original from The MET Museum. Digitally enhanced by rawpixel.
zoom-in-whitePerbesar
A Horse Affrighted at a Lion (1788) by George Stubbs. Original from The MET Museum. Digitally enhanced by rawpixel.
ADVERTISEMENT
Horseshoe Theory secara umum ingin bilang bahwa spektrum idiologi kanan dan kiri itu nyaris sama. Mereka menyerupai satu sama lain. Fasis atau kelompok kanan menggunakan kekerasan untuk mencapai keinginannya, demikian juga kelompok progresif. Beberapa hari ini liat ada tulisan yang mau bilang kelompok progresif di Indonesia, sama aja dengan fasis, sama nyebelinnnya.
ADVERTISEMENT
Yang abai dan gagal dipahami oleh mereka adalah penyebab kekerasan dari kelompok fasis dan progesif. Orang kanan kalau sebel, bawa senjata, bunuh-bunuhin orang. Atau dalam konteks di Indonesia orang kanan bisa bilang bunuh Ahmadiyah dan persetan HAM. Sementara orang progresif di Indonesia paling bikin Meme.
Mereka yang kegirangan dan suka sekali pakai Horseshoe Theory ingin sekali bilang bahwa kelompok anak muda yang progresif, melek politik, dan sadar isu sama aja dengan orang fasis. Logika goblok ini dibuat untuk meredam semangat kritis tadi. Kalau mau jujur, kita hanya perlu menelaah sumber kekerasan tadi.
Kelompok fasis merasa perlu melakukan kekerasan karena ia berhak secara lahiriah, merasa bagian dari ras superior, bagian dari ajaran maha suci, sehingga kekerasan dan tindakan jahat seperti rasisme, anti imigran, islamofobia, dan teror terhadap minoritas adalah sah dilakukan untuk melindungi superioritas dan kesucian kelompok.
ADVERTISEMENT
Kelompok progresif seperti extinction rebellion atau YPJ kelompok pejuang kurdis, lahir karena merespon kebijakan anti publik atau bangkitnya fasisme. Kelompok ini lahir bukan karena merasa diri lebih baik, mereka lahir karena ingin mempertahankan hak hidup, membela diri, dan melakukan perlawanan atas penindasan dari sistem yang korup atau kelompok fasis.
Kelompok fasis melakukan kekerasan karena mereka merasa berhak kita harus maklum. Sementara Kelompok progresif membela diri disebut political correctness? Kebodohan macam apa ini? Apa kalau ada orang menggunakan lelucon untuk menghina dan merendahkan kaum marjinal harus tertawa? Atau memilih yang terbaik dari dua penjahat adalah kewajaran. Yang peyoratif apa dan siapa?
Jika melawan fasisme, bersekutu dengan kelompok LGBT, membela hak kaum adat, berserikat bersama kelas pekerja, membela hak kaum marjinal, dan bersama-sama terus belajar tentang keadilan sosial akan membuatmu dilabeli Social Justice Warior, ya jangan takut, apalagi malu. Peluk erat label itu erat-erat dan lawan orang tua yang merasa bijak karena pernah berjuang sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Horseshoe Theory merupakan produk perang dingin yang ingin menggambarkan bahwa ekstrim kutub Kanan seperti Fasisme Nazi dan ekstrim kutub Kiri seperti Soviet sama jahatnya. Teori ini jelas sudah butut, ketinggalan, dan tak lagi relevan.
Dalam tiap spektrum idiologi selalu ada penjahat, menyigi sumber kejahatan dari para penganut idiologi ini yang harus diteliti. Seorang fasis rela melakukan apapaun, termasuk kekerasan dan seruan kebencian untuk membela apa yang ia anggap sebagai kesucian kelompok, ras, atau kebangsaan.
Dalam perkembangan idiologi, kaum tengah, yang mengaku moderat, bijak bestari, menganggap kaum kiri ini sebagai orang yang genit, suka melawan, demen ribut, tapi nyaris sunyi terhadap perlakukan keji kelompok fasis. RIbut perkara debat di dunia media sosial perihal label, tapi nyaris sunyi saat lima anak muda mati saat memprotes kebijakan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dalam Horshoe Tehory, orang yang mendaku diri bijak selalu berada di tengah, ia disebut centrist. Tidak kanan tapi juga tidak kiri. Sayangnya dalam politik kiwari, Centrist kerap kali mengkritik cara berpikir atau cara berdebat orang kiri, daripada kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh kelompok kanan.
Jangan takut dibilang Woke, jangan takut dibilang SJW, mereka yang berusaha membuatmu merasa bersalah karena lantang mengkritik, atau mengkoreksi kesalahan, adalah bagian dari status quo yang tidak ingin dikoreksi atau diganti cara pandangnya.
Orang-orang yang terlalu lama dimanjakan oleh privilej tentu akan menggonggong jika dihadapkan dengan kesetaraan. Saat kamu mengkritik orang yang melakukan rape jokes, jangan malu dibilang Woke, jika kamu menuntut janji nawacita dari seorang presiden yang bersekutu dengan pelaku pelanggaran HAM, jangan malu dibilang SJW.
ADVERTISEMENT
Beberapa orang mengeluh bahwa kelompok progresif ini usil. Senangnya mendebat, gemar mengoreksi, atau melakukan serangan untuk sesuatu yang sepele. Tentu sepele ini perkara perspektif. Kesal karena didebat perkara lelucon, tapi seolah maklum ada kelompok yang atas nama agama melakukan pembunuhan di Cikeusik. Itu krisis prioritas.
Mereka yang ngotot bilang SJW dan Woke mengalami penurunan makna, mungkin bagian yang tidak ingin status quo tadi berganti.