Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Kepentingan Hilirisasi Nikel Indonesia Bertentangan dengan WTO?
6 Agustus 2023 18:38 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Arnol Avo Maro Lika tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Mengapa Indonesia Melakukan Hilirisasi?
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia dengan perbandingan 52 persen dari total cadangan nikel yang ada di dunia. Nikel merupakan salah satu sumber daya industri yang sangat diperlukan dalam industri-industri di dunia dan biasa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan Stainless Steel, baterai, dll.
ADVERTISEMENT
Melihat ketersediaan yang melimpah di Indonesia serta manfaatnya yang besar, maka nikel dapat diolah dengan baik untuk meningkatkan perekonomian negara.
Nikel mempunyai nilai guna dan ekonomi yang tinggi, namun Indonesia sebagai negara dengan nikel terbanyak di dunia belum mampu mengolah dan memanfaatkan sumber daya ini dengan baik untuk kepentingan dalam negeri, melainkan mengekspor ke luar negeri dengan nilai jual yang rendah.
Indonesia jelas merugi jika terus menerus mengekspor nikel mentah yang belum diolah, karena jika Indonesia mampu mengolah nikel yang dimiliki menjadi bahan setengah jadi hingga bahan jadi, maka keuntungan yang diperoleh lebih banyak.
Kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menghentikan ekspor nikel pada 1 Januari 2020 yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 merupakan kemajuan yang pastinya akan menguntungkan Indonesia walaupun hal ini dianggap bertentangan dengan WTO oleh negara lain.
ADVERTISEMENT
Dalam hubungan internasional, kepentingan negara merupakan hal paling utama dalam merumuskan kebijakan luar negeri dan menjalin kerja sama dengan negara lain.
Kaum realis memandang bahwa negara adalah aktor utama jika dibandingkan dengan organisasi internasional. Kepentingan negara merupakan hal utama yang diperjuangkan setiap negara demi mempertahankan eksistensinya.
Memang tak dapat dimungkiri bahwa perbedaan kekuatan setiap negara adalah hal yang nyata, ada negara lemah, dan ada negara kuat. Namun bagaimana negara dapat memperjuangkan kepentingan nasionalnya yang utama untuk menjamin keberlangsungannya.
Hal ini mengisyaratkan bahwa perjanjian internasional, konvensi, kebiasaan, aturan, hukum antar negara bersifat sementara bergantung pada kemauan negara apakah mau untuk mematuhinya atau tidak. Hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan negara dapat dikesampingkan dan tidak ada kewajiban yang benar-benar mengikat hubungan timbal balik negara-negara berdaulat (Jackson & Sørensen, 2012, 66)
ADVERTISEMENT
Tanggungjawab utama negara adalah membela kepentingan nasional negaranya. Dalam sistem internasional yang tidak terdapat hierarki tertinggi, sehingga setiap negara mempunyai tanggungjawab masing-masing untuk menjaga eksistensinya.
Kebijakan yang dikeluarkan negara pun haruslah mengutamakan kepentingan nasional negara. Hal ini merupakan alasan mengapa keputusan presiden Joko Widodo melakukan hilirisasi nikel adalah keputusan yang sangat tepat.
Seperti yang disampaikan Presiden Jokowi dalam pidatonya di Rakornas pemenangan pemilu PAN di Semarang Jawa Tengah pada 26 Februari 2023 lalu, “Jika pemerintah tidak berani mengambil keputusan sendiri, maka Indonesia tidak akan menjadi negara maju, sementara negara lain akan mengambil untung lebih tinggi dibandingkan Indonesia sendiri.”
Keputusan untuk melakukan hilirisasi nikel akan memberikan nilai tambah bagi Indonesia. Pendapatan negara dari sektor pengolahan nikel akan meningkat jika Indonesia mampu mengolah sendiri menjadi barang setengah jadi hingga barang jadi sebelum diekspor.
ADVERTISEMENT
Keuntungan dari ekspor nikel indonesia pada 2022 lalu bahkan meningkat hingga USD 6 miliar jika dibandingkat keuntungan ekspor nikel tahun 2021 yang kurang dari USD 1,5 miliar dan keuntungan di tahun 2017-2020 yang bahkan tidak mencapai USD 1 miliar. Menghentikan ekspor nikel juga akan meningkatkan penyerapan lapangan pekerjaan dalam negeri untuk industri pengolahan nikel.
Kebijakan Indonesia melakukan hilirisasi nikel memang tidak dapat diterima oleh pihak lain, misalnya Uni Eropa yang bahkan menggugat Indonesia di WTO atas kebijakan ini. Indonesia yang kalah atas gugatan ini tentu tidak tinggal diam atas hal ini. Upaya hukum berupa banding akan terus diupayakan agar kepentingan nasional Indonesia dapat diperjuangkan.
Walaupun Indonesia menghentikan ekspor nikel mentah, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Indonesia terbuka dengan pihak manapun untuk pengelolaan nikel di Indonesia, namun dengan catatan bahwa tempat pengolahan (Smelter) harus ada di Indonesia dan menyerap tenaga kerja dalam negeri.
ADVERTISEMENT
Apakah Kebijakan Hilirisasi Nikel Indonesia Bertentangan dengan WTO?
Salah satu pihak yang menentang keras kebijakan hilirisasi nikel Indonesia adalah Uni Eropa. Kebijakan hilirisasi nikel bahkan digugat Uni Eropa di WTO yang kemudian memberikan kekalahan bagi Indonesia karena dianggap kebijakan ini melanggar Pasal XI, 1 GATT 1994 yang menyatakan:
Dalam pasal ini, WTO memberikan larangan atau pembatasan ekspor dan impor antar negara, terkecuali bea, pajak atau pungutan lain—baik yang diberlakukan melalui kuota, lisensi impor atau ekspor atau tindakan lain—yang akan diberlakukan atau dipertahankan oleh pihak yang berkontrak pada impor produk apa pun dari wilayah negara yang berkontrak lainnya. pihak atau atas ekspor atau penjualan untuk ekspor produk apa pun yang ditujukan ke wilayah pihak lain yang berkontrak.
ADVERTISEMENT
Kebijakan hilirisasi nikel Indonesia dianggap jelas melanggar aturan WTO yang melarang pembatasan ekspor atau impor kecuali pembatasan bea, pajak, dan pungutan lain. Indonesia sebagai negara penghasil dan pemilik sumber daya nikel jelas dirugikan oleh hal ini.
Kebijakan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki seakan-akan dibatasi dan ditentang oleh pihak luar yang hanya mau menikmati sumber daya Indonesia dengan harga murah dan mendapat keuntungan lebih banyak.
Dalam mempertegas argumennya, UE umumnya mendasarkan tuntutannya pada prinsip-prinsip dasar WTO yaitu liberalisasi perdagangan dan non-diskriminasi. Liberalisasi perdagangan sendiri merupakan prinsip dasar WTO yang mempertegas tentang keterbukaan pasar agar bermanfaat pada terciptanya standar hidup yang lebih tingi.
Prinsip kedua adalah non-diskriminasi. Di mana prinsip ini menekankan bahwa setiap anggota WTO menghadapi peluang yang sama untuk berdagang. Dengan adanya hilirisasi jelas akan merugikan UE dalam arus produksi barang mentah menjadi barang setengah jadi yang berusaha untuk ‘direbut’ kembali oleh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meskipun Indonesia mengalami kekalahan dalam sidang tuntutan Dispute Settlement Body (DSB) WTO melalui putusan DS 192 WTO. Indonesia di bawah pemerintahan Joko Widodo tetap berusaha mempertegas kepentingan nasional yang dimilikinya. Bahwa Indonesia akan mendapatkan keuntungan yang lebih dengan adanya hilirisasi nikel.
Jika Indonesia yang memiliki sumber daya alam dilarang untuk melakukan pembatasan ekspor sumber daya yang dimiliki, maka jelas bahwa Indonesia dirugikan.
Indonesia sebagai negara berdaulat juga berhak membuat kebijakan untuk mendukung perekonomian dan kemajuan dalam negeri tanpa tekanan dari pihak luar. Indonesia berhak menentukan sumber daya yang dimiliki, dalam hal ini nikel, apakah akan diekspor dalam wujud barang mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi.
Apakah Kebijakan Melakukan Hilirisasi Nikel Sudah Tepat?
Kepentingan negara menjadi hal harus diutamakan oleh seorang presiden dalam membuat suatu kebijakan. Melihat potensi ekonomi yang besar jika Indonesia mampu mengolah sumber daya yang dimilik (Nikel) serta industri pengolahan nikel yang akan menyerap banyak tenaga kerja, maka kebijakan yang diambil sangat tepat.
ADVERTISEMENT
Hilirisasi nikel memang sudah seharusnya dilakukan. Kebijakan hilirisasi nikel dibuat dengan mengutamakan perekonomian dalam negeri. Indonesia berupaya untuk meningkatkan pendapatan dari hasil pengolahan nikel menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi yang mempunyai nilai jual tinggi jika dibandingkan dengan keuntungan yang didapat dari ekspor nikel mentah.
Indonesia memang melarang ekspor nikel mentah, namun Indonesia terbuka untuk bekerjasama dengan pihak manapun yang ingin berinvestasi dalam sektor nikel. Negara yang ingin berinvestasi atau mendapatkan nikel Indonesia haruslah membangun tampat pengolahan nikel di Indonesia.
Dengan demikian, Indonesia tetap mendapatkan keuntungan dari sektor nikel, dan investor juga bisa mendapat keuntungan dari investasinya di Indonesia.