Konten dari Pengguna

Sekolah Sudah Digital, tetapi Pola Pikir Masih Tradisional

Muhammad Asyhadullah
Pendidikan Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika, Universitas Pamulang Hobi dan Minat, sangat menyukai programming dan sering menghabiskan waktu untuk belajar bahasa pemrograman baru.saya juga hobi bermain game bersama teman-teman kuliah ketka luang
9 Mei 2025 15:55 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Asyhadullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Sumber Gambar:https://pixabay.com/id/vectors/otak-payung-pikiran-pemikiran-8051507/)
zoom-in-whitePerbesar
(Sumber Gambar:https://pixabay.com/id/vectors/otak-payung-pikiran-pemikiran-8051507/)
ADVERTISEMENT
Perubahan besar dalam teknologi pendidikan telah membawa perangkat digital ke ruang-ruang kelas. Proyektor interaktif, platform belajar daring, dan aplikasi penilaian otomatis kini menjadi bagian dari kegiatan belajar-mengajar. Namun sayangnya, banyak sekolah masih menjalankan pendidikan dengan pola pikir lama. Perangkatnya sudah digital, tapi cara berpikirnya belum ikut berubah.
ADVERTISEMENT

Mengganti Alat Bukan Berarti Mengubah Cara

Menggunakan laptop dalam kelas atau mengganti papan tulis dengan layar interaktif memang terlihat modern. Tapi jika hanya mengganti alat tanpa mengubah pendekatan, hasilnya tetap sama. Banyak guru masih mengajar dengan metode ceramah satu arah meski medianya sudah digital. Materi tetap disampaikan sebagai hafalan, bukan sebagai tantangan berpikir. Padahal, teknologi seharusnya menjadi alat untuk menciptakan pembelajaran yang lebih partisipatif, reflektif, dan kontekstual.

Digitalisasi Tanpa Transformasi Adalah Ilusi

Transformasi pendidikan tidak hanya soal infrastruktur. Yang lebih penting adalah transformasi pola pikir, baik dari pendidik, siswa, maupun sistem pendidikan secara keseluruhan. Selama orientasi pembelajaran masih bertumpu pada nilai ujian dan bukan pada pengembangan keterampilan abad ke-21 seperti berpikir kritis, kolaborasi, kreativitas, dan komunikasi, maka digitalisasi hanya akan menjadi topeng dari sistem yang sebenarnya belum berubah.
ADVERTISEMENT

Guru Bukan Penguasa Informasi

Di masa lalu, guru adalah satu-satunya sumber ilmu. Kini, siswa bisa mengakses ribuan referensi dalam hitungan detik. Peran guru perlu bergeser dari pemberi informasi menjadi pembimbing belajar. Tapi perubahan ini sulit terjadi jika guru masih melihat diri mereka sebagai pusat dari segalanya. Dalam sistem pendidikan yang ideal, siswa juga diberi ruang untuk bertanya, meragukan, dan mengeksplorasi.

Kurikulum Masih Kaku dan Seragam

Teknologi menawarkan fleksibilitas, tapi sistem kurikulum kita masih kaku. Jadwal yang padat, beban administrasi, dan penilaian yang seragam membuat banyak sekolah tidak mampu memanfaatkan teknologi secara maksimal. Kurikulum harus lebih terbuka terhadap proyek, pembelajaran berbasis masalah, dan eksplorasi minat siswa sesuatu yang didukung penuh oleh teknologi.
Pendidikan tidak cukup hanya dengan digitalisasi alat. Yang dibutuhkan adalah digitalisasi pola pikir. Sekolah harus berani meninjau ulang cara mereka mengajar dan belajar. Kita butuh sistem yang tidak hanya memanfaatkan teknologi, tapi juga berpikir dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai pembelajaran masa depan.
ADVERTISEMENT