Konten dari Pengguna

Keterlibatan Perempuan dalam Kegiatan Terorisme

Arsela Putri Harisma
Law Student at Sultan Agung Islamic University
28 Oktober 2022 17:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arsela Putri Harisma tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
kumparan.com
ADVERTISEMENT
Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan adanya suatu perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan kekerasan dan aksi ekstrem untuk menjustifikasi keyakinan dari mereka para penganut Radikalisme. Di Indonesia Tindak Pidana Terorisme sendiri digolongkan sebagai kejahatan yang luar biasa. Tindak Pidana Terorisme termasuk sebagai kejahatan luar biasa sebab kejahatan tersebut memiliki ciri tersendiri yang berbeda dengan kejahatan biasa lainnya.
ADVERTISEMENT
Keterlibatan perempuan dalam tindak pidana terorisme di Indonesia sendiri merupakan modus baru, hal ini juga tidak lepas kaitannya dengan doktrin yang dilakukan oleh laki-laki selaku pasangan (suami) terhadap perempuan dan juga orang dewasa (orangtua) terhadap anak. Biasanya perempuan mendapatkan Indoktrinasi yang sangat masif dari sesama perempuan yang lebih dahulu terlibat dalam jaringan terorisme, teman, suami, keluarga dekat, terutama laki-laki selaku pasangan mengenai paham atau ajaran islam yang menyimpang.
Perempuan adalah tonggak dari suatu Negara, hal ini memiliki arti bahwa tegak dan runtuhnya suatu Negara berada di tangan kaum perempuan. Hal ini dikarenakan penerus dari peradaban lahir dari rahim seorang perempuan. Perempuan juga merupakan seseorang yang identik dengan sosok Ibu, Ibu sendiri merupakan Madrasatul Ula yang berarti Sekolah Utama dan Pertama bagi seorang anak. Keterlibatan perempuan dalam tindak pidana terorisme bukanlah merupakan suatu hal yang baru, namun adanya keterlibatan perempuan dalam tindak pidana terorisme di Indonesia hal ini merupakan suatu hal yang tidak terduga, sebab sebagaimana yang kita ketahui peran perempuan dalam kehidupan sosial di Indonesia selalu berkaitan dengan sifat feminitas yang mencakup ranah privat seperti mengurus rumah tangga, sedangkan tindak pidana terorisme adalah aktivitas yang mengarah pada sifat maskulinitas.
ADVERTISEMENT
Di tingkat nasional Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dimana salah satu pesan dari Undang-Undang tersebut dalam melakukan penanggulangan Terorisme adalah dengan melakukan upaya pencegahan terhadap tindak pidana terorisme. Dalam Pasal 43A Ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyebutkan bahwa Pemerintah wajib untuk melakukan pencegahan terhadap Tindak Pidana Terorisme. Upaya Pencegahan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 43A Ayat (1) itu sendiri dapat dilaksanakan melalui:
1. Kesiapsiagaan Nasional
Kesiapsiagaan nasional merupakan suatu kondisi siap siaga untuk mengantisipasi terjadinya Tindak Pidana Terorisme melalui proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan.
2. Kontra Radikalisasi
Kontra radikalisasi merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal Terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran paham radikal Terorisme.
ADVERTISEMENT
3. Deradikalisasi.
Deradikalisasi merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, dan berkesinambungan yang dilaksanakan untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan pemahaman radikal terorisme yang telah terjadi.
Faktor-faktor yang menyebabkan adanya keterlibatan perempuan dalam tindak pidana terorisme dikarenakan adanya faktor internal dan eksternal. Faktor Internal yang menyebabkan keterlibatan perempuan sendiri adalah karena kepatuhan terhadap suami, rasa kecewa terhadap pemerintah, sifat egois dan Intoleransi yang tinggi, radikalisasi individu, keinginan mendapatkan pasangan seorang mujahid, serta pengetahuan atau pemahaman yang salah mengenai agama. Sedangkan faktor eksternal dikarenakan adanya paksaan atau pengaruh yang diberikan oleh laki-laki selaku pasangan (suami), doktrin fanatik terhadap agama, pendanaan dari pihak luar, faktor radikalisasi, faktor diskriminasi gender serta faktor kesenjangan ekonomi. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan usaha Bela Negara melalui Pendidikan Kewarganegaraan yang secara lebih lanjut dilaksanakan melalui Pembinaan Kesadaran Bela Negara.
ADVERTISEMENT
Penulis
1. Arsela Putri Harisma (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
2. Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung Semarang)