Konten dari Pengguna

Spotify Camp Nou: Manifestasi Bertahan Hidup FC Barcelona

Ikhlas Alfarisi
Berbicara tentang sepakbola dalam podcast Oragol di Spotify. Belajar di Radio Buku, Yogyakarta.
11 Maret 2022 19:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ikhlas Alfarisi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto: fcbarcelona.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto: fcbarcelona.com

Bagi Barcelona, saat ini yang lebih penting dari sekadar menjaga idealisme adalah melanjutkan hidup.

ADVERTISEMENT
Suatu hari, saya pernah dihadapkan pada suatu pertanyaan super filosofis. Apa yang paling penting dalam hidup ini?
ADVERTISEMENT
Pertanyaan itu dilontarkan begitu saja oleh seorang kawan di sebuah warung kopi sekitar 4 tahun silam. Kami yang saat itu merupakan mahasiswa yang memasuki masa senja dalam umur akademik kami di kampus memang kerap seringkali melontarkan pertanyaan-pertanyaan semacam itu satu sama lain.
Pertanyaan di atas kemudian memantik kami untuk berdiskusi lebih lanjut tentang apa itu hidup. Berbekal imajinasi, asumsi, apriori, kami membedah hidup secara historis, kronologis, serta genealogis. Ndakik-ndakik dan najis! wkwk
Namun dari sana paling tidak kami diam-diam turut merenungi pertanyaan di atas. Dan pada tahap selanjutnya, akhirnya kami menyadari bahwa yang paling penting dalam hidup ini adalah hidup itu sendiri. Karena percuma saja kita mempunyai ketenaran, kekayaan, dan segala pernak-pernik dalam kehidupan ini jika kita sendiri malah mati.
ADVERTISEMENT
Hal itu pula yang jadi pandangan FC Barcelona saat ini. Mempertahankan hidup untuk hari-hari ke depan.
Perjalanan Barcelona mengalami terpaan badai yang amat ganas pada awal musim 2021-2022. Dirinya harus menerima kenyataan bahwa saat itu sedang terperosok ke jurang kebangkrutan. Gaya hidup yang cenderung rakus menjadi penyebab utama. Sebab perilaku tersebut merupakan kelalaian terhadap diri sendiri dengan mengabaikan segala batasan.
Malapetaka Barcagate
Dalam menjalani kehidupannya, Barcelona harusnya sadar bahwa dirinya hidup di bawah naungan La liga yang mempunyai aturan dalam menentukan batas sebuah klub dalam melakukan pengeluaran dana.Namun hal itu cenderung diabaikan dalam skema jahat yang dijalankan para petinggi Barcelona dalam Barcagate.
Adalah Joseph Maria Bartomeu yang merupakan presiden Barcelona kala itu yang disebut-sebut sebagai biang keladi dari permasalahan. Dalam kasus Barcagate, Bartomeu tampil sebagai seorang presiden yang korup dan kerap mengambil keputusan blunder dalam hal keuangan Barcelona. Lebih celaka lagi, Bartomeu disokong oleh para jemaahnya yaitu CEO, Oscar Grau, serta kepala legal klub, Roman Gomez Ponti dan Jaume Masferrer.
ADVERTISEMENT
Mereka melakukan penggelapan uang, dan menyewa buzzer yaitu 13 Ventures untuk membangun narasi untuk melindungi reputasi mereka sebagai dewan direksi. Akibat dari aksi jahat tersebut, menurut laporan El Mundo, Barcelona mengalami kerugian sekitar 97 juta Euro pada 2019/20 dengan total utang 820 juta Euro.
Selanjutnya, kebijakan finansial ngawur yang diambil turut memperburuk keadaan. La Liga lewat departemen yang mengontrol batas dana yang boleh dikeluarkan oleh setiap klub di level utama dan segunda punya sikap untuk Barcelona.
Laporan dari Radio Catalunya, pada musim 2019/20, Barcelona punya batas biaya sebesar 671 juta Euro. Jumlah ini kemudian menurun ke angka 347 juta Euro di periode lalu. Untuk musim ini, batas biaya skuad Barcelona jatuh di kisaran 160 juta Euro.
ADVERTISEMENT
Artinya, dibanding 2 periode sebelumnya, Barca hanya boleh mengeluarkan seperempatnya saja. Hal ini dikarenakan untuk mendapat restu dari La liga dan mengarungi kompetisi, Barca harus melakukan penghematan dana setidaknya 200 juta Euro. Setara dengan nilai transfer Neymar ke PSG.
Hal di atas kemudian membuat Barca terancam tak bisa mendaftarkan para rekrutan anyar mereka seperti Memphis Depay, Eric Garcia, dan Kun Aguero di awal musim. Sebelum bisa melakukan registrasi pemain, Barca dituntut untuk membenahi total anggaran seperti gaji para pemain yang sangat menjulang tinggi saat itu. Sebut saja pemain macam Coutinho, Ousmane Dembele, Antoine Griezmann, dan sang mega bintang Lionel Messi.
Joan Laporta bersama koleganya Rafael Yuste, Mateu Alemany, Ramon Planes, dan Jordi Cruyff harus memutar otak menyiasati semuanya setelah kembali menjadi presiden dan dewan direksi setelah rezim Bartomeu dan kroni-kroninya lengser.
ADVERTISEMENT
Mereka kemudian melakukan kebijakan dengan melakukan pemangkasan gaji secara massal terhadap para pemain, merentalkan beberapa pemain dengan melakukan kompensasi gaji yang turut dibayar oleh tim yang merental sang pemain. Miralem Pjanic, Philippe Coutinho, dan Francisco Trincao adalah beberapa nama yang masuk dalam siasat tersebut.
Selanjutnya Antoine Griezmann juga harus dipinjamkan ke klub lamanya Atletico Madrid. Puncaknya, adalah Lionel Messi yang harus dilepas karena tidak mungkin melakukan perpanjangan kontrak melihat nilai kontrak beserta gajinya yang terlampau tinggi.
Meskipun kabarnya Messi bersedia memotong gajinya sebanyak 50 persen, itu masih jauh dari cukup untuk budget barca yang sangat mepet. Terlebih hal itu menyalahi aturan ketenagakerjaan di Spanyol, di mana sebuah perusahaan dilarang memotong gaji pegawainya sebanyak 50 persen bahkan lebih.
ADVERTISEMENT
Perpisahan antara seorang legenda dengan klub yang sudah membesarkannya akhirnya tak bisa terelakkan. Momen haru itu terjadi begitu mendalam terlebih Barcelona bukan hanya sekadar klub sepakbola yang Messi bela. Barcelona merupakan tempat bernaung Lionel Messi sejak kanak-kanak. Dirinya yang didiagnosis penyakit yang membuat tubuhnya tak bisa tumbuh tinggi berhasil diselamatkan oleh La Blaugrana.
Barcelona seperti berada pada ujung napas terakhirnya setelah jajaran dewan Laporta melakukan audit pembukuan klub. CEO Barca yang baru, Ferran Reverter mengatakan FC Barcelona seharusnya sudah bubar jika saja klub ini berbentuk PT Terbuka. “Saat kami tiba kemarin Maret, secara teknis klub bangkrut. Jika (berbentuk) Perseroan Terbatas Terbuka, pasti sudah dibubarkan,” ujar Reverter.
"Tak ada aliran uang masuk dan kami kesulitan membayar gaji. Utang dan beban kontrak berjangka mencapai 1,35 miliar Euro, dan klub sangat membutuhkan pembiayaan kembali." Ujarnya saat konferensi pers yang dilakukan di Camp Nou pada 6 Oktober tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Hal ini berdampak pada terseoknya performa tim di paruh awal musim. Badai cedera dialami oleh pemain penting seperti Pedri, Ansu Fati, dan Dembele. Di kompetisi domestik Barca harus tercecer di papan tengah, dan yang lebih nahas untuk pertama kalinya sejak 2003-2004 Barcelona harus tersingkir di fase grup Liga Champions dan turun kasta ke Liga Eropa.
Barcelona yang mempunyai keagungan sebagai tim tersohor dengan konsisten mendominasi daratan Eropa harus menerima kenyataan dirinya saat itu hanyalah badut yang diperolok Bayern Munich dan Benfica.
Bertahan dan Melanjutkan Hidup
Siasat untuk memperbaiki keuangan terus dilakukan oleh Barcelona. Setelah melakukan langkah cuci gudang pemain, Blaugrana mengambil jalur kredit dari Goldman Sachs senilai 500 juta Euro, yang dibayarkan dalam kurun 10 tahun dengan bunga 1,98 persen.
ADVERTISEMENT
Terbaru, Barcelona akan menjalin kesepakatan dengan perusahaan besar dibidang layanan streaming musik, Spotify. Dari kesepakatan yang dicapai, Spotify bersedia menyuntik dana segar sebesar 280 juta Euro atau sekitar 4,6 triliun Rupiah. Sebuah angka yang cukup membuat lega para penggemar setelah serentetan drama hampir mati dari tim kecintaannya ini.
Meskipun begitu, dana tersebut tidaklah diberikan secara percuma. Barcelona harus menempatkan nama Spotify di kostum pemain tim putra dan putri mulai musim depan. Hal ini juga mengingat mereka telah resmi berpisah dengan Rakuten di akhir musim. Namun, ada konsekuensi lain yang harus dihadapi klub yang dihidupkan secara kolektif oleh para socios itu.
Dana segar yang berhasil diterima oleh Barca untuk pertama kalinya harus menggadaikan nama Stadion kebanggaannya, Camp Nou. Spotify berkeinginan menyematkan namanya di depan nama stadion tersebut. Sebuah hal yang tidak mudah diterima oleh para penggemar terlebih para pecinta lokal di Catalunya.
ADVERTISEMENT
Hal yang akan menjadi berbeda pada hari-hari selanjutnya adalah Barcelona yang sekarang bukanlah Barcelona yang "murni" dan bebas dari terpaan modal kapital. Identitas dan idealisme ini begitu melekat dan menjadi kebanggaan bangsa Catalunya dan para penggemarnya seantero dunia.
Begitulah adanya. Barcelona dan sepakbolanya yang dianggap sebagai ekspresi seni masyarakat Catalunya harus menanggalkan kemurniannya. Mau tidak mau, suka tidak suka Barcelona kini sudah benar-benar mempertaruhkan dirinya dalam dekapan kapital yang terkadang semu. Sebut saja nasib Chelsea yang sedang menjadi pesakitan akibat si pemilik modal harus di-paria-kan oleh otoritas setempat.
Namun, melihat semua kenyataan yang harus dihadapi saat ini, Barcelona menetapkan pandangan hidupnya.
Bagi Barcelona, saat ini yang lebih penting dari sekadar menjaga idealisme adalah melanjutkan hidup.
ADVERTISEMENT