Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Cerpen - Angka si AlanAlan
16 Oktober 2023 0:53 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Amel tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Rambutnya klimis. Bajunya bukan gamis, tapi hem dan jas hitam. Dengan peci hitam nangkring di kepala, dia dan orang tuanya siap pergi. Bukan, bukan mau berangkat ke KUA sebagai penghulu. Justru dia yang butuh penghulu. Lelaki usia kepala 2 ini ingin membuat perubahan, tidak hanya untuknya, tetapi untuk bakal keluarga barunya.
ADVERTISEMENT
Kita sebut saja namanya Alan. Beberapa bulan ini, pemuda kulit cokelat ini naksir Nisa, anak kampung sebelah. Sekarang ia punya cukup modal, karenanya berani melamar anak Pak Haji. Apalagi lusa, tanggal 7 Mei, antrean nikah di KUA lengang.
Esoknya, ia berhasil meminta izin Pak Haji. Ia direstui. Pun Ayah-Ibu, bahkan wanita yang melahirkannya hampir tak memercayai bahwa anak tunggalnya akan memiliki istri, tidak akan lagi merajuk disiapkan sarapan padanya, tetapi pada wanita yang akan disebutnya menantu.
Masalahnya, Pak Haji menyerahkan tanggal pernikahan pasa putri bungsunya. Dan si bungsu menolak tanggal itu. Bukan karena dirasa terlalu terburu, tetapi karena hal yang membuat hati ragu.
Nisa trauma dengan angka 7. Dulu saat pendaftaran CPNS, dia duduk di kursi urutan ke tujuh. Nomornya juga 707. Ia berangkat dari rumah jam 7 pagi, padahal ujian masih 2 jam kemudian. Sebelum mencapai tempat tujuan, Nisa melewati 7 belokan dan 7 perempatan. Ia juga hampir 7 kali melafalkan Al Fatihah. Namun apa yang terjadi? Nisa tidak lulus.
ADVERTISEMENT
Wanita berkerudung hijau ini juga ragu. Alan ialah lelaki ketujuh yang melamarnya. Nisa yang yakin angka 7 tidak berjodoh dengannya, merasa takut sekali. Ia takut akan berdampak dengan kelanggengan rumah tangganya nanti. Karena itu, Nisa menolak menikah di tanggal 7.
Alan tercengang dengan alasan tidak masuk akal yang dilontarkan. Ia tetap menginginkan pernikahan dilakukan di tanggal 7 Mei. Nisa yang kesal, langsung masuk kamar. Pak Haji dan istrinya hanya bisa geleng-geleng kepala. Kemudian, Alan yang banyak akal lalu mengusulkan suatu ide. Ia katakan pada orang tua Nisa kalau hal ini demi kebaikan putrinya.
Esok harinya, Nisa bangun subuh. Setelah solat, iseng-iseng dilihatnya kalender rumahnya. Olala, sudah tanggal 8 Mei.
“Apa Alan tidak melihat tanggalan? Bukannya tanggal 7 itu kemarin, lalu mengapa ia ngotot menikah kemarin?”
ADVERTISEMENT
Nisa lalu melangkah ke dapur. Dilihatnya beberapa orang beraktifitas di sana. Tumben, biasanya dapur hanya berisi sang ibu.
“Ayo mandi! Hari ini kamu ijab qabul, Nak....” suara Bu Haji membuat Nisa tersentak dari lamunan dan membuatnya segera menuju kamar mandi.
Nisa bahagia akhirnya bisa menikah. Walau memang Alan ialah pelamar dengan urutan yang tidak disukainya, tetapi ia suka pada pemuda itu. Walau masih muda, Alan pekerja keras. Tampak dari rumah yang telah dibangunnya dengan keringat sebagai PNS.
Ijab Qabul berjalan lancar. Setelahnya, rumah tangga mereka berjalan baik dan bahagia. Bahkan 77 hari setelahnya, Nisa hamil anak pertama. Di saat itulah kemudian Alan mencocokkan kalender dengan memundurkannya sehari.
“Jadi?”
“Sudah percaya kan kalau ternyata angka kesukaan si Alan bukan angka sialan?”
ADVERTISEMENT
Nisa tersipu. Alan lalu mengelus perut istrinya dan berkata, “Nak, nanti kamu lahir tanggal 7 ya?”
“Ih maunya!”
Mereka lalu tertawa bersama.