Konten dari Pengguna

Memahami Ketegasan Indonesia atas Kedaulatan Natuna

Arthamevya Zherlindya Putri Darmawan
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional di Universitas Satya Negara Indonesia
10 Juli 2023 20:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arthamevya Zherlindya Putri Darmawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pulau Sedanau menjadi salah satu pulau tercantik di Natuna. Foto: Andari Novianti/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pulau Sedanau menjadi salah satu pulau tercantik di Natuna. Foto: Andari Novianti/kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Hukum Laut UNCLOS, Kepulauan Natuna merupakan bagian dari wilayah teritorial Indonesia. Oleh karena itu, penolakan Indonesia atas tawaran negosiasi Tiongkok terkait hak maritim di Kepulauan Natuna merupakan kebijakan luar negeri yang tepat.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia perlu terus konsisten dalam mempertegas kedaulatan Natuna. Penolakan tawaran negosiasi Tiongkok atas hak maritim di Natuna tersebut merupakan salah satu bentuk ketegasan Indonesia terhadap kedaulatan Natuna.
Tiongkok kerap kali menawarkan negosiasi terhadap Indonesia terkait hak maritim di Kepulauan Natuna. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh pemerintah Indonesia.
Pada 2020, misalnya. Tiongkok menawarkan negosiasi terhadap Indonesia terkait sengketa hak dan kepentingan maritim di Kepulauan Natuna Utara melalui nota diplomatik yang dikirim ke PBB. Klaim Tiongkok dibuat berdasarkan Nine Dash Line atau Sembilan Garis Putus-Putus yang diciptakan pada peta imajinernya.
Nine Dash Line atau Sembilan Garis Putus-Putus merupakan garis imajiner yang menandai kedaulatan Tiongkok. Nine Dash Line tersebut dikeluarkan dalam peta imajiner Tiongkok pada 1947 alih-alih didasarkan oleh catatan sejarah Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain Natuna, beberapa wilayah teritorial laut negara-negara Asia Tenggara juga diklaim Tiongkok dengan menggunakan Nine Dash Line, seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Filipina
Hal ini membuat Tiongkok memiliki masalah sengketa dengan negara negara yang teritorialnya dilalui Nine Dash Line tersebut, tak terkecuali Indonesia. Sebagian wilayah Indonesia masuk ke dalam Nine Dash Line yang dibuat Tiongkok, tepatnya pada Kepulauan Natuna Utara.

Arogansi Tiongkok

Laut China Selatan. Foto: Stringer/Reuters
Klaim sepihak Tiongkok tersebut menuai kontroversi antara Tiongkok dan negara-negara yang dilalui Nine Dash Line, tak terkecuali Indonesia. Klaim Nine Dash Line tersebut membuat Tiongkok merasa berhak atas wilayah Kepulauan Natuna Utara, sehingga banyak hal yang dilakukan Tiongkok di sana. Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan Indonesia serta pelanggaran hukum internasional.
ADVERTISEMENT
Tiongkok, misalnya, melakukan beberapa penangkapan ikan secara ilegal di Natuna. Tiongkok merasa berhak melakukan tindakan tersebut karena menurut catatan sejarah Tiongkok, nelayannya sering melakukan penangkapan ikan di wilayah Natuna dan dianggap masih relevan hingga saat ini.
Tiongkok percaya bahwa mereka berhak atas penggunaan wilayah laut di Natuna berdasarkan kebiasaan nelayan yang sudah dilakukan sejak zaman dahulu.
Selain penangkapan ikan ilegal, Tiongkok juga sering melakukan pelanggaran terhadap penegakan hukum terkait penangkapan ikan secara ilegal tersebut. Contohnya Tiongkok berusaha kabur dari pengejaran kapal Indonesia. Kapal penjaga pantai Tiongkok juga berani menghalangi penangkapan kapal nelayan Tiongkok oleh pemerintah Indonesia.

Penolakan Tegas Indonesia

Bakamla berhasil usir kapal Coast Guard China di Laut Natuna Utara, Senin (13/9). Foto: Bakamla
Dengan banyaknya pelanggaran yang dilakukan Tiongkok atas klaimnya di Kepulauan Natuna Utara, Indonesia pun mengirim nota diplomatik kepada sekjen PBB pada 26 Mei 2020, yang mana dalam nota diplomatik tersebut berisi penegasan bahwa Indonesia tidak mengakui klaim Tiongkok di Kepulauan Natuna Utara.
ADVERTISEMENT
Tiongkok membalas kebijakan Indonesia dengan mengirim nota diplomatik kepada Sekjen PBB, Antonio Gutteres pada 2 Juni 2020, yang mana dalam nota tersebut Beijing membantah adanya sengketa antara Indonesia dengan Tiongkok, namun menurut Tiongkok kedua negara memiliki klaim tumpang tindih dalam hak dan kepentingan maritim di beberapa bagian Kepulauan Natuna Utara.
Untuk menyelesaikan klaim tumpang tindih dalam hak dan kepentingan maritim tersebut, Tiongkok mengajukan negosiasi dan dialog dengan Indonesia, tetapi negosiasi tersebut ditolak oleh Indonesia dengan alasan Indonesia tidak memiliki klaim tumpang tindih dengan Tiongkok secara yuridis.
Indonesia juga menyatakan bahwa klaim historis Tiongkok atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia melalui alasan bahwa Tiongkok memiliki catatan sejarah dalam penangkapan ikan di wilayah Indonesia tidak memiliki dasar hukum dan tidak diakui oleh UNCLOS 1982.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu sikap tegas Indonesia untuk menolak negosiasi Tiongkok sudah benar, karena selain tidak sesuai dengan UNCLOS 1982 dan kondisi geografis Indonesia, pengajuan negosiasi itu merupakan jebakan bagi Indonesia, apabila Indonesia menerima negosiasi tersebut secara tidak langsung Indonesia mengakui klaim Tiongkok di Kepulauan Natuna Utara.