Pengawasan Kemitraan: Sebuah Upaya Mengikis Ketimpangan

Aru Armando
Investigator Utama, Direktur Merger & Akuisisi KPPU RI
Konten dari Pengguna
5 Oktober 2023 18:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aru Armando tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
 Ilustrasi perempuan pemilik UMKM. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan pemilik UMKM. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia memang patut di acungi jempol. Kelompok inilah yang mampu bertahan dalam saat badai krisis ekonomi menerpa. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut, bukan konglomerat atau korporasi besar yang mampu menyelamatkan ekonomi Indonesia dalam tekanan krisis, namun UMKM. Bahlil menegaskan, dalam krisis ekonomi Indonesia pada 1998 silam, UMKM menjadi instrumen yang dapat menyelamatkan ekonomi dalam jurang resesi akibat krisis finansial Asia selama 1997-1998.
ADVERTISEMENT
Sebagai kelompok yang telah teruji daya tahannya, maka penting rasanya untuk mengetahui bagaimana profil UMKM di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM tahun 2023, maka peran UMKM di Indonesia sangat luar biasa. UMKM khususnya dari kelompok Usaha Mikro menyerap tenaga kerja paling banyak di Indonesia dengan angka 99,62%.
UMKM juga berperan dalam kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 60,52%, lebih tinggi jika dibanding Usaha Besar. Dua data ini saja rasanya cukup untuk mengatakan jika UMKM adalah penggerak perekonomian Indonesia.
Lalu, seperti apa Hukum Persaingan Usaha memandang tentang UMKM. Pertama, melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, diatur mengenai pengecualian terhadap pelaku usaha kecil. Singkatnya, pelaku usaha kecil bukanlah objek pengawasan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Selain itu, pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM), kelompok UMKM adalah pihak yang dilindungi dari potensi penyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku usaha besar dan pelaku usaha menengah dalam kegiatan kemitraan.
ADVERTISEMENT
Objek pengawasan dari UU UMKM ini ada 2 (dua). Pertama, pelaku usaha besar dalam hal melakukan kemitraan dengan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah. Kedua, pelaku usaha menengah saat bermitra dengan pelaku usaha mikro dan kecil.
Dalam kegiatan kemitraan terdapat keuntungan yang diperoleh baik oleh pelaku usaha besar/menengah maupun pelaku UMKM. Untuk UMKM, keuntungan yang didapat di antaranya: meningkatkan pendapatan, menjaga kesinambungan, meningkatkan sumber daya UMKM, meningkatkan skala usaha. Sementara, keuntungan dari pelaku usaha besar/menengah adalah dalam aspek pajak, dan peluang memperluas pasar. Berdasarkan UU UMKM, kegiatan kemitraan dilakukan dengan prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.
Menurut ketentuan Pasal 35 UU UMKM, pelaku usaha besar dan pelaku usaha menengah yang menjadi objek pengawasan KPPU dilarang untuk memiliki dan menguasai mitranya. Ada sanksi denda yang dapat dijatuhkan oleh KPPU jika terbukti mereka melanggar Pasal 35 UU UMKM. Ada beberapa isu pelanggaran dalam kegiatan kemitraan.
ADVERTISEMENT
Di antaranya perjanjian dibuat sepihak oleh pelaku usaha besar atau pelaku usaha menengah, tidak mengatur pengembangan UMKM, pelaku besar dan menengah memiliki kontrol sepenuhnya untuk menentukan kebijakan atau pengambilan keputusan dalam hubungan kemitraan, pelaku besar dan menengah memutus secara sepihak hubungan kemitraan.

Kemitraan Untuk Mengurangi Ketimpangan

Ilustrasi perempuan pemilik UMKM. Foto: Shutterstock
Pertumbuhan ekonomi memang menjadi salah satu ukuran sukses atau tidaknya pembangunan ekonomi dari sebuah negara. Namun apakah pertumbuhan ekonomi hanya dilihat sebatas pada angka? Menurut penulis, pertumbuhan ekonomi sejatinya harus dinikmati secara berkeadilan.
Kue dari pertumbuhan ekonomi seharusnya dinikmati oleh segenap masyarakat. Dari segala lapisan dan menyebar dari sabang hingga merauke. Pertumbuhan ekonomi hanya sebatas angka, jika hal tersebut justru menciptakan ketimpangan. Salah satu indikator untuk mengukur ketimpangan dewasa ini menggunakan pendekatan indeks ratio Gini.
ADVERTISEMENT
Apa itu index ratio Gini atau Index Gini? Indeks Gini adalah indikator ekonomi yang mengukur ketimpangan pendapatan antar masyarakat di sebuah negara. Nama lain dari indikator ini adalah koefisien gini atau rasio gini. Indikator ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli statistik asal Italia bernama Corrado Gini pada tahun 1912. 
Nilai indeks gini berkisar antara 0-1. Semakin besar atau semakin mendekati angka 1, maka tingkat ketimpangan bisa dikatakan semakin buruk. Berdasarkan data world inequality report 2022, Sejak tahun 1999 tingkat kekayaan di Indonesia telah mengalami pertumbuhan signifikan. Namun, pertumbuhan ini meninggalkan ketimpangan kekayaan yang hampir tidak berubah.
Jika mengacu profil UMKM yang sudah disebutkan sebelumnya, maka salah satu langkah logis adalah memberikan perlindungan dan kesempatan lebih besar kepada UMKM. Dalam penelusuran penulis, keberpihakan terhadap UMKM, terutama oleh Pemerintah dapat terlihat dari upaya memberikan akses modal terhadap UMKM serta kebijakan perpajakan.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Siaran Pers Kementerian Koordinator Perekonomian, Maret 2023, Pemerintah merilis pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Super Mikro. Skema KUR Super Mikro ini penyalurannya dioptimalkan kepada pekerja yang terkena PHK dan Ibu Rumah Tangga yang menjalankan usaha produktif.
Pemerintah pada 2023 juga menurunkan suku bunga/marjin KUR Super Mikro dari 6% menjadi sebesar 3% efektif per tahun untuk meningkatkan jumlah debitur KUR baru dan memperluas akses pembiayaan bagi usaha super mikro. Tidak hanya itu, dirilis juga UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang menurut Sri Mulyani sangat memihak UMKM.
Lantas, apakah pendekatan kebijakan oleh Pemerintah ini cukup? Berdasarkan data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), Pada Maret 2023, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur menggunakan Gini Ratio adalah sebesar 0,388. Angka ini meningkat 0,007 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2022 yang sebesar 0,381 dan meningkat 0,004 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2022 yang sebesar 0,384.
ADVERTISEMENT
Data singkat ini menunjukkan, angka Gini Ratio masih belum mencapai apa yang diharapkan oleh Pemerintah. Sebagaimana disampaikan Presiden pada Agustus 2021, dalam buku nota keuangan yang disampaikan Presiden Joko Widodo kepada DPR RI terungkap pemerintah menyasar tingkat kemiskinan sebesar 8,5-9,0 persen, sementara tingkat ketimpangan (rasio Gini) tahun 2022 sebesar 0,376-0,378.
Upaya yang sudah dilakukan oleh Pemerintah tentu harus didukung. Salah satu pendekatan dalam aspek persaingan usaha yang bisa digunakan adalah kemitraan yang sehat. Kemitraan yang sehat dapat tercapai jika prinsip kemitraan sebagaimana diatur dalam UU UMKM dilaksanakan. Dan untuk mengawasi agar kegiatan kemitraan berjalan dengan sehat, perlu dilakukan pengawasan oleh KPPU.
Dengan kemitraan yang sehat, angka ketimpangan dapat direduksi. Kesejahteraan dapat dinikmati secara lebih merata. Pertumbuhan ekonomi bukan menjadi satu-satunya tujuan. Namun pertumbuhan perekonomian yang berkeadilan adalah tujuannya. Sebagaimana tujuan nasional bangsa Indonesia yang sudah disusun apik oleh para pendiri bangsa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
ADVERTISEMENT