Budaya Politik Parokial dan Politik Transaksional di 2024

Arvito Rachman
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret
Konten dari Pengguna
7 Juni 2023 19:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arvito Rachman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia sebagai negara Demokrasi yang memberikan kesempatan untuk setiap orang untuk memilih dan menduduki posisi kekuasaan terbesar dalam organisasi nasional atau pemerintah. Hal itu dapat dilihat dari agenda yang akan datang yaitu Pemilu dan Pilkada 2024. Pemilu dan Pilkada ini akan membuat tahun 2024 menjadi tahun politik besar-besaran di Indonesia. pada tahun tersebut Pemilu dan Pilkada yang terjadi juga akan dilaksakan serentak.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 14 Februari 2024, diselenggarakan pemilihan presiden dan wakil presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, dan Dewan Perwakilan Rakyatnya. (DPR). Pada 27 November 2024, pemilihan kota akan berlangsung. Di seluruh Indonesia, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota akan dipilih melalui pemilihan kepala daerah.
Pemilu pertama akan menjadi yang terbesar di Indonesia. karena pilkada dan pilkada sebelumnya tidak pernah terjadi pada tahun yang sama. Pemilu besar-besaran ini dapat memicu potensi adanya politik transaksional.

Budaya Politik

Menurut Almond dan Verba terdapat tiga bentuk kebudayaan politik. Pertama, kebudayaan politik partisipan, dimana warga memberikan perhatian besar pada politik dan menganggap partisipasi warga sebagai hal yang diharapkan dan bermanfaat. Kedua, kebudayaan politik subyek dicirikan sikap pasif warga dan menganggap kapasitas mereka sangat terbatas mempengaruhi pemerintahan. Ketiga, kebudayaan politik parokhial, ditandai ketiadaan hasrat warga untuk berpartisipasi dalam politik.
ADVERTISEMENT
Budaya politik adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan orientasi, sikap, dan perilaku politik individu yang masih ada hingga pemilu 2024 nanti adalah cerminan dampak politik dari pemilu-pemilu yang sudah terjadi.

Politik Transaksional

Politik transaksional mengacu pada pembagian kekuasaan politik atau pemberian dalam bentuk produk, uang tunai, jasa, atau kebijakan tertentu yang bertujuan untuk mempengaruhi satu atau lebih individu dan untuk mencapai keuntungan tertentu berdasarkan perjanjian politik yang ditandatangani oleh berbagai partai politik atau elit politik. Politik transaksional adalah kata yang paling sering diasosiasikan dengan pemilu di Indonesia. Memberi janji untuk mempengaruhi orang disebut sebagai politik transaksional. Politik Transaksional yang biasa terjadi adalah Money Politic atau Politik Uang. Politik Uang ini kerap terjadi pada saat pemilu, meski begitu tidak selalu uang yang digunakan untuk melakukan transaksi tersebut, transaksi tersebut juga dapat digunakan melalui barang-barang seperti sembako, dll. Transaksi Terlepas dari beberapa makna yang ada, politik transaksional adalah ungkapan bahasa Indonesia yang digunakan untuk menggambarkan segala bentuk korupsi terkait pemilu, termasuk korupsi politik dan pembelian suara (Voting buying).
ADVERTISEMENT

Apa itu Budaya Politik Parokial?

Kebudayaan Politik Parokial adalah tingkat partisipasi politik dari masyarakat yang sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif seperti tingkat pendidikan relatif rendah. Masyarakat di budaya parokial ini tidak memiliki minat terhadap politik. Orientasi parokial menyatakan, ketiadaannya harapan-harapan terhadap perubahan yang diperbandingkan dengan sistem politik lainnya. Dengan kata lain, masyarakat dengan budaya parokial tidak mengharapkan apapun dari sistem politik termasuk bagian-bagian terhadap perubahan sekalipun.
Sumber Ilustrasi : Dokumentasi Penulis
Masyarakat dalam budaya politik parokial pada Pemilu 2024 ini akan memiliki orientasi kognitif (parokial) dimana masyarakat hanya sekedar mengenal simbol-simbol politik, pengetahuan mendasar tentang kepercayaan politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan outputnya. Orientasi kognitif ini bisa dicontohkan dengan sikap politik seseorang saat menentukan pilihan politik di pemilu. Apabila individu tersebut sekadar mengetahui simbol politik partai pilihannya tanpa mengetahui visi dan misi mendalam dari partai yang dipilihnya, maka individu tersebut berorientasi politik yang kognitif. Di Indonesia, Masyarakat yang berorientasi kognitif biasanya partisipasi politiknya rentan di mobilisasi.
ADVERTISEMENT
Dengan pengetahuan dan kesadaran yang minim tentang politik masyarakat yang menganut budaya politik parokial ini berpotensi memicu adanya politik transaksional yang berujung memobilisasi masyarakat untuk memilih suatu calon. Adanya politik transaksional ini juga berpotensi untuk melahirkan pemimpin yang tidak jujur dan berpotensi korupsi kedepannya.
Harapannya dengan membaca ini masyarakat Indonesia bisa dapat berpartisipasi aktif dalam politik, mengetahui politik dengan mendalam, dan sadar betapa bahayanya akan politik transaksional