news-card-video
16 Ramadhan 1446 HMinggu, 16 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Penguatan Hubungan Bilateral Melalui Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

Arvito Rachman
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret
16 Maret 2025 10:51 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arvito Rachman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
ADVERTISEMENT
Hubungan bilateral Indonesia dan Singapura telah mengalami penguatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama sehubungan dengan penandatanganan Perjanjian Ekstradisi yang telah lama dinantikan. Pada 25 Januari 2022, Perjanjian tersebut secara resmi ditandatangani di Bintan, Kepulauan Riau dan menjadi tonggak penting dalam kerjasama hukum dan keamanan kedua negara. Penandatanganan tersebut dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly dari Indonesia dan Menteri Dalam Negeri dan Hukum K. Shanmugam dari Singapura serta disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Lee Hsien Loong.
ADVERTISEMENT
Perjanjian ini merupakan hasil dari sejarah panjang proses negosiasi dan perundingan yang melibatkan kedua negara. Usaha untuk mendapatkan perjanjian tersebut telah dimulai sejak tahun 1999an, dan bahkan pemerintah Indonesia secara konsisten mengangkat isu tersebut dalam perbincangan bilateral dan regional dengan pemerintah Singapura. Dari berbagai tahap, termasuk penandatanganan awal pada tahun 2007 yang tidak diratifikasi, hingga akhirnya meratifikasi perjanjian tersebut pada tahun 2022, menandakan komitmen dan kemauan politik yang kuat untuk tetap berjuang demi relevansi dan pentingnya perjanjian tersebut. Perjanjian Ekstradisi ini meliputi 31 jenis kejahatan yang pelakunya dapat diekstradisi, mencakup korupsi, pencucian uang, penyuapan, kejahatan perbankan, narkotika, terorisme, serta pendanaan terhadap tindakan terorisme. Cangkupan yang luas tersebut menunjukkan tingkat kejahatan transnasional yang serius yang ada pada kedua negara tersebut. Salah satu fitur perjanjian ini adalah klausul kembali yang memungkinkan ekstradisi untuk semua kejahatan dalam 18 tahun sebelum perjanjian. Ini memberikan kesempatan bagi Pemerintah Indonesia untuk mengungkapkan kasus para pelaku kejahatan yang sebelumnya telah melarikan diri, terutama yang berafiliasi dengan skandal dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
ADVERTISEMENT
Implementasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura
Perjanjian ekstradisi ini diharapkan memberikan efek jera yang signifikan bagi para pelaku kejahatan di kedua negara. Bagi Indonesia, perjanjian ini sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi dan pemulihan aset negara. Selama bertahun-tahun, Singapura sering kali dituduh sebagai tujuan utama bagi para koruptor Indonesia untuk menghindari keadilan dan menyembunyikan aset yang dihasilkan dari kejahatannya. Dengan komitmen yang mendalam ini, ruang gerak para pelaku kejahatan untuk melarikan diri dan bersembunyi di Singapura semakin sempit. Bagi Singapura, perjanjian ekstradisi ini sangat penting dalam menjaga reputasinya sebagai pusat keuangan global yang bersih dan transparan. Singapura berulang kali membantah rumor bahwa negaranya adalah surga bagi uang korupsi dan dana hasil kejahatan. Namun, perjanjian ekstradisi ini memberikan bukti konkret komitmen Singapura dalam memerangi kejahatan keuangan dan korupsi. Ini juga mengukuhkan komitmen Singapura untuk mematuhi standar internasional dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
ADVERTISEMENT
DPO KPK Paulus Tannos
Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura baru berlaku secara efektif sejak 21 Maret 2024. Sejak saat itu pula kedua negara telah mengungkapkan komitmen mereka untuk mengimplementasikan perjanjian ini. Salah satu contoh nyata dari komitmen tersebut adalah kasus ekstradisi Paulus Tannos, yang merupakan permintaan ekstradisi pertama Indonesia kepada Singapura dalam rangka perjanjian baru ini. Paulus Tannos merupakan seorang yang dicari oleh Indonesia atas dakwaan keterlibatan dalam skandal korupsi e-KTP, ditangkap di Singapura pada bulan Januari 2025 setelah Singapura menerima permintaan penangkapan sementara dari Indonesia pada bulan Desember 2024. Dalam hal ini, kasus Paulus Tannos telah menunjukkan bahwa perjanjian ekstradisi bukan sekadar dokumen hukum formal, tetapi instrumen hukum yang benar-benar relevan dan dapat diimplementasikan. Respon cepat Singapura terhadap permintaan Indonesia mencerminkan semangat kerjasama antara kedua negara. Kasus ini juga memberikan pesan yang kuat kepada para pelaku kejahatan bahwa tidak ada negara yang bisa menjadi tempat perlindungan bagi mereka, tidak terkecuali negara tetangga terdekat.
ADVERTISEMENT
Penguatan Hubungan Bilateral Indonesia-Singapura
Penguatan hubungan bilateral melalui Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura ini juga harus dilihat dalam konteks yang lebih luas dari kerjasama komprehensif antara kedua negara. Bersamaan dengan penandatanganan perjanjian ekstradisi, Indonesia dan Singapura juga menandatangani perjanjian tentang Pengaturan Kembali Batas Wilayah Penerbangan (Realignment Flight Information Region) dan Perjanjian Kerjasama Pertahanan (Civil Military Cooperation in Air Traffic Management). Ketiga perjanjian ini secara kolektif menandai era baru dalam hubungan bilateral yang lebih erat dan saling menguntungkan. Keberhasilan dalam mencapai kesepakatan pada isu-isu sensitif ini menunjukkan kematangan hubungan diplomatik antara Indonesia dan Singapura. Kedua negara telah menunjukkan kemampuan untuk mengatasi perbedaan dan mencapai kompromi yang saling menguntungkan. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi kedua negara secara bilateral, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas dan kemakmuran kawasan ASEAN secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Dalam jangka panjang, Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura dapat membantu dalam banyak kasus yang berpotensi membantu Indonesia dalam pemberantasan korupsi, khususnya dalam upaya pemulihan aset negara yang dihasilkan dalam kejahatan korupsi. Menurut Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, pada tahun 2016 aset milik Warga Negara Indonesia bernilai 200 miliar dolar AS disimpan di Singapura. Dengan demikian, perjanjian tersebut memberikan dasar hukum yang lebih kuat untuk mengejar koruptor yang melarikan diri ke Singapura dan pengembalian aset hasil korupsinya. Namun, berbagai kesepakatan ekstradisi akan bergantung pada konsistensi proses diantaranya dan prospek jangka panjang mereka ditentukan oleh kinerja lembaga hukum kedua negara serta kemauan politik elite. Kedua negara juga perlu untuk bekerja sama lebih erat dan bertukar informasi agar setiap ekstradisi memenuhi prinsip-prinsip keadilan. Dengan implementasi reguler dan semangat kebijakan institusional, ekstradisi akan membawa manfaat nyata yang jelas bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT