Andi Syafrani, S.H.,MCCL.,CLA, Advokat Konstitusi: Wewenang Mahkamah Konstitusi

DPC APSI Kediri
Dewan Pengurus Cabang (DPC) Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Kediri adalah Organisasi Advokat yang mewadahi sarjana dan lulusan fakultas hukum sesuai dalam kode etik profesi advokat dan UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Konten dari Pengguna
26 Februari 2023 5:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DPC APSI Kediri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dokumentasi DPC APSI Kediri: Andi Syafrani, S.H., MCCL., CLA Menyampaikan Materi Secara Teleconference Kepada Peserta PPA APSI 2023
Andi Syafrani, S.H., MCCL., CLA: Menjadi Advokat Mahkamah Konstitusi Minggu, 19 Februari 2023 - Andi Syafrani, S.H., MCCL., CLA. Sekjend DPP Asosiasi Pengacara Syari'ah Indonesia (APSI) menyampaikan materi dalam Pendidikan Profesi Advokat yang diadakan DPW APSI Jawa Timur bekerjasama dengan Fakultas Keislaman (FKIS) Universitas Trunojoyo Madura.
ADVERTISEMENT
Materi disampaikan oleh Andi Syafrani, S.H., MCCL., CLA. secara teleconference dan diikuti oleh seluruh peserta PPA APSI Jawa Timur 2023.
Andi menyampaikan "Sebagai seorang advokat, kita harus paham betul bagaimana proses penerapan sebuah Undang-undang, bagaimana UU ini dikaji, bagaimana penerapannya, bahkan apa saja dampak dari penerapan sebuah Undang-undang baru".
Andi Syafrani, S.H., MCCL., CLA., (Sekjend DPP APSI) Sebagai Pemohon dalam Sengketa di Mahakamah Konstituai (Sumber gambar: google.com)
Lalu apakah tugas dan fungsi Mahkamah Konstitusi untuk penerapan Undang-undang?
Tugas dan Wewenang Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 24C ayat (1), dan ayat (2) UUD RI 1945 dan UU No. 8 Th 2011 tentang perubahan atas UU No. 24 Th 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
Andi memaparkan "Mahkamah Konstitusi memiliki 4 tugas pokok yaitu: Menguji Undang-undang, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang mana kewenangannya tersebut diberikan oleh Undang-undang Dasar, membubarkan partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu".
ADVERTISEMENT
Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) juga wajib memberi putusan atas pendapat DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) terkait dugaan pelanggaran presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dalam ketentuan Pasal 7A UUD 1945.
Andi memaparkan, "Mahkamah Konstitusi juga berwenang untuk mengadakan pengujian Undang-undang, misalnya permohonan judicial review yang diajukan oleh pihak pemohon tentang pengujian rancangan undang-undang setelah paripurna. Contoh pada UU Ciptaker lalu, ketika DPR ketok palu mengesahkan rancangan UU tersebut, besoknya sudah ada yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi".
"Sedangkan mekanisme dan tahapan waktu penomoran UU setelah paripurna menunggu jangka waktu selama 30 hari untuk persetujuan Presiden, kemudian masuk ke lembar negara untuk diberi Nomor. UU yang disahkan oleh DPR dan belum dinomori, lalu sudah diajukan objek Pengajuan Pengujian Undang-undang (PU), maka akan ditolak pengujian undang-undangnya karena dianggap objek belum jelas, karena rancangan UU tersebut belum masuk lembar negara dan belum dinomori", jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Mahkamah Konstitusi (MK) adalah the guardian of constitution. Yaitu menjaga konstitusi melalui pengujian Undang-undang terhadap UUD. Undang-undang Dasara diuji telaah dan diproduksi oleh pembuat Undnag-undang. Apakah materi yang ada didalam Undang-undang tersebut telah sesuai dengan berjalannya konstitusi kita atau tidak. Hadirnya Mahkamah Konstitusi pasca reformasi menjadi balancing, terhadap pembuat Undang-undang untuk dinilai apakah seimbang dengan konstitusi kita", tegas Andi.
Andi menjelaskan "Pengujian Undang-undang ini, secara teoritis terbagi menjadi dua jenis. Pertama judicial review, yaitu diajukan ketika secara nyata terdapat kerugian akibat norma yang dimuat dalam Undang-undang. Mekanisme pengajuannya, sudah ada kerugian yang dialami secara langsung akibat penerapan norma tersebut. Kedua constitutional complain, yaitu belum ada kerugian akibat penerapan Undang-undang, melainkan bersifat potensial akan menimbulkan kerugian pada konstitusi negara kita apabila Undang-undang ini diterapkan. Diduga akan menimbulkan persoalan konstitusi, dan ini masih bersifat asumtif dan hipotesis".
ADVERTISEMENT
"Constitutional complain secra eksplisit belum dikenal secara formil. akan tetapi secara praktek pengujian Undang-undang, konteks kerja kita sudah mencapai mekanisme constitutional complain" tambah Andi.
Selanjutnya Andi menambahkan terkait perselisihan hasil Pemilihan Umum, yang merupakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi. Sengketa dalam Pemilu ada dua, yaitu sengketa proses dan sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU).
Dalam UU No. 7 Th. 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan, masalah hukum dalam pelaksanaan pemilu diantaranya: Pelanggaran Pemilu, sengketa proses Pemilu, Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), dan Tindak Pidana Pemilu. Sengketa hasil pemilu ada dua kategori: pemilu legislatif dan eksekutif.
“Dalam Pasal 473 UU Pemilu disebutkan “yang dimaksud Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) adalah perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu” berkaitan dengan perolehan hasil suara anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilah Rakyat Daerah (DPRD) yang mempengaruhi perolehan kursi hasil suara pemilu. Selain itu, perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden juga termasuk dalam sengketa PHPU”, jelas Andi
Peserta PPA APSI 2023: Jajaran Calon Advokat Muda Asosiasi Pengacara Syari'ah Indonesia
Andi menambahkan “Gugatan sengketa hasil pemilu itu terkait legislatif, pemohonnya adalah Ketua Umum dan Sekjen DPP Parpol atau sebutan lainnya. Para caleg tidak dapat menjadi pemohon secara langsung tanpa persetujuan dari pimpinan pusat parpol. Berbeda dengan calon DPD yang memang perseorangan. mereka bisa langsung menjadi pemohon. Tidak ada batasan siapa yang bisa menjadi pemohon dan objek yang disengketakan. Hal ini sangat berbeda dengan sengketa pembubaran Partai Politik yang harus berdasarkan SK Kemenkumham demikian pula berbeda untuk pembubaran sebuah ormas, harus melalui sengketa gugatan ke PTUN. Sedangkan Partai Politik, gugatannya diajukan kepada Mahkamah Konstitusi” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dalam penutupannya, Andi berpesan kepada Peserta PPA APSI 2023 “Biasakan diri membaca setiap peraturan perundang-undangan baru yg dikeluarkan oleh Lembaga pembuat Undang-undang. Apakah setiap butir pasal itu bertentangan atau tidak secara konstitusional. Sebagai advokat konstitusi kita harus detail. Harus punya nalar intelektual yang kuat. Kuncinya dengan membaca, membaca, dan membaca” tegas Andi.
Disampaikan pada Pendidikan Profesi Advokat (PPA) 2023
Asosiasi Pengacara Syari’ah Indonesia (APSI)