Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kunjungan Sukarno ke Turki 1959: Atatürk adalah Pemimpin Besar
9 Juli 2024 8:15 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Arya Alifa Mukti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di penghujung hangatnya musim semi Ankara, bapak bangsa Indonesia, Sukarno, pergi menyambangi negeri dua benua, Turki. Menurut Anadolu Ajansı, kunjungan Sukarno yang dilakukan pada tanggal 24-29 April 1959 ini membawa rombongan yang besar.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari sebuah jurnal yang berjudul “Two Examples of the Turkish Tools of Diplomacy in the Period of the Democrat Party : The Distinctions of Honorary Citizenship and Honorary Doctorate Awarded to Foreign Statesmen” yang ditulis oleh Temucin Faik Ertan dan Bahattin Demirtaş, Sukarno sampai di bandara Esenboğa, Ankara pada tanggal 24 April 1959, yang kemudian kedatangannya langsung disambut oleh Perdana Menteri Turki, Adnan Menderes, serta ratusan masyarakat Turki.
Sukarno kemudian bertolak ke makam Gazi Mustafa Kemal Atatürk, Anıtkabir. Sesampainya di Anıtkabir, Sukarno yang membawa rombongan banyak disambut oleh presiden Turki pada massa itu, Celal Bayar. Sukarno yang ditemani oleh Celal Bayar serta rombongan dan para jurnalis kemudian berdiri di depan pusara Atatürk. Sukarno berdiri di sana, kemudian ia mengangkat kedua tangannya seraya mendoakan sang idola masa mudanya.
ADVERTISEMENT
Merujuk dari buku Di Bawah Bendera Revolusi, Sukarno menyatakan bahwa ia mendapatkan ilham dan inspirasi mengenai pergerakan nasional dan kepemudaan dari banyak tokoh di dunia, salah satunya Atatürk. Masih dari buku yang sama, Sukarno menyatakan bahwa Atatürk adalah sosok yang mengajarkan cinta-bangsa serta propagandis nasionalisme bagi negerinya.
Pidato Sukarno di Anıtkabir
Pada tanggal 25 April 1959, di hadapan Presiden Turki serta para masyarakat yang turut antusias hadir, Sukarno menyampaikan pidatonya. Merujuk kepada majalah Tarih Coğrafya Dünyası yang terbit pada tanggal 1 May 1959, Sukarno menyampaikan salam persaudaraan dari 88 juta rakyat Indonesia bagi seluruh masyarakat Turki.
Kemudian Sukarno menyampaikan kekagumannya terhadap sosok Atatürk yang menurutnya sosok pemimpin yang besar. Sukarno menyatakan bahwa Atatürk bukan hanya milik masyarakat Turki, namun Atatürk adalah pemimpin dunia.
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut berdasarkan bahwa Sukarno melihat sosok Atatürk adalah seseorang yang Mampu menginspirasi banyak orang melalui pemikirannya, termasuk dirinya sendiri.
Sukarno menambahkan bahwa api semangat yang ditanamkan Atatürk di dalam mata dan hati masyarakat Turki tidak akan pernah padam, serta semangat itu akan menular ke seluruh dunia. Sukarno menyatakan bahwa Indonesia memiliki api semangat perjuangan, persaudaraan serta kebebasan yang sama layaknya api semangat milik masyarakat Turki.
Sukarno juga menegaskan bahwa kedatangannya ke Turki dalam rangka untuk memperkuat hubungan Indonesia dengan Turki. Seperti yang kita ketahui bahwa hubungan Indonesia dengan Turki sudah sangat lama terbangun.
Menurut “Turkey and Indonesia From Friendship to Partnership” yang ditulis oleh Selçuk Çolakoğlu, hubungan Turki dengan Indonesia sudah terbangun semenjak abad ke 16 M-19 M, ketika Kesultanan Aceh menerima bantuan dari Kedaulatan Ottoman guna memerangi Portugis, Belanda, Prancis, dan Inggris. Hubungan itu berlanjut hingga ke era pasca kemerdekaan di mana Abdurrahman Baswedan melakukan kunjungan ke Turki pada tahun 1952.
ADVERTISEMENT
Pada penghujung pidatonya, Sukarno menyuarakan untuk persatuan masyarakat Indonesia dan Turki guna menciptakan masa depan yang cerah dan menyenangkan. Ia menegaskan bahwa ini tugas bagi semua pihak, tugas laki-laki dan perempuan masyarakat Indonesia dan Turki. Sambil mengangkat tangannya, Sukarno kemudian menutup pidatonya dengan sapaan dalam bahasa Turki, “Merhaba”.
Doctor Honoris Causa bagi Sang Singa Podium
Perjalanan Sukarno kemudian ditutup dengan bertolaknya Sukarno ke İstanbul guna memenuhi undangan penganugerahan gelar doctor honoris causa yang diberikan oleh Fakultas Hukum İstanbul Üniversitesi kepada Sukarno pada tanggal 27 April 1959. Menurut Ertan dan Demirtaş, penganugerahan ini merupakan langkah Turki untuk memperkuat pengaruh politik luar negeri Turki melalui soft power diplomacy nya.
Di bawah PM Adnan Menderes, Turki telah menganugerahkan beberapa gelar kewarganegaraan kehormatan serta gelar doctor honoris causa kepada beberapa pemimpin dunia, seperti Muhammad Reza Pahlevi, Iskandar Mirza, Dr. Theodor Heuss, Raja Muhammad Zahir Syah, Giovanni Gronchi, Dwight David Eisenhower serta Sukarno.
ADVERTISEMENT
Pada akhir perjalanannya yang panjang, Sukarno juga menyempatkan diri untuk menikmati sejarah Kedaulatan Utsmani dengan mengunjungi Istana Topkapı, Masjid Biru Sultan Ahmet dan Masjid Süleymaniye. Sukarno kemudian terbang kembali ke tanah air pada tanggal 29 April 1959.