Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pesan Moral dalam Dongeng 'Akal Pengaos Kalih Sen'
24 Oktober 2022 21:39 WIB
Tulisan dari Arya Giri Anggara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebagian orang mungkin masih belum mengenali apa itu manuskrip. Oleh karena itu, saya akan mengulas sedikit mengenai apa yang dimaksud dengan manuskrip. Manuskrip merupakan tulisan tangan yang berusia lebih dari 50 tahun yang terdapat nilai didalamnya. Bentuk-bentuk yang ditawarkan dalam manuskrip bermacam-macam dapat berupa lembaran-lembaran, gulungan, buku dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Dongeng 'Akal Pengaos Kalih Sen' merupakan salah satu contoh dari manuskrip berbentuk buku yang terdiri dari 36 halaman. Manuskrip ini ditulis oleh Wiryaatmaja pada tahun 1917 dengan menggunakan media kertas HVS yang berukuran 22 x 13.8 cm. Penulisan dari manuskrip ini ditulis menggunakan aksara jawa. Untuk sekarang ini manuskrip dongeng 'Akal Pengaos Kalih Sen' telah digitalisasi oleh Yayasan Sastra Lestari pada 24 Juli 2001, sehingga membuat siapapun dapat dengan mudah mengakses dan membacanya.
Dongeng 'Akal Pengaos Kalih Sen' mengisahkan seorang saudagar kaya raya dari Desa Sikayu yang bernama Ki Gede Karyaarta. Ia memiliki empat orang istri yang bernama Wagiyem, Menik, Langen, dan Karsih. Dari keempat istrinya, hanya istri pertama yang selalu diperlakukan diskriminatif olehnya. Pada suatu hari Ki Gede Karyaarta ingin pergi berlayar untuk melakukan bisnis perdagangan ke sebuah negeri yang bernama Nungsa Kencana. Seperti suami pada umumnya, Ki Gede Karyaarta menawarkan oleh-oleh apa yang diinginkan istrinya ketika dia pulang dari negeri Nuangsa Kencana nanti. Disaat istri kedua, ketiga, dan keempat meminta dibawakan oleh-oleh berupa perhiasan, akan tetapi Wagiyem hanya meminta sebuah ‘akal’ yang bernilai dua sen.
ADVERTISEMENT
Sesampainya disana Ki Gede Karyaarta terus memikirkan maksud dari perkataan istri pertamanya, dia bertanya kepada para pedagang tidak ada satu pun yang menjual ‘akal’, lalu kemudian dia bertemu dengan seorang pengemis yang sedang menegur pengemis lainnya karena rakus dalam mengambil makanan, kemudian pengemis tersebut mengantarkannya ke gua untuk bertemu seorang petapa yang bernama Kyai Ageng Ning. Sesampainya disana Ki Gede Karyaarta diberi petunjuk untuk pulang ke desanya tidak menggunakan pakaian yang mewah dan menunda kapal barangnya untuk beberapa waktu.
Akhir cerita Ki Gede Karyaarta memahami maksud dari 'akal' seharga dua sen yaitu dia perlu sadar bahwa ketiga istrinya yaitu Menik, Langen, dan Karsih hanya mencintai harta yang ia miliki. Sedangkan Wagiyem mencintainya dengan tulus tanpa melihat harta yang ia punya.
ADVERTISEMENT
Dari dongeng 'Akal Pengaos Kalih Sen' kita dapat mengetahui pesan moral yang terdapat di dalam ceritanya, sebagai berikut:
1. Bersikap Adil
Adil memiliki arti sama berat atau dapat dikatakan tidak memihak kepada siapapun. Dari manuskrip ini kita dapat mempelajari bahwa kita harus mampu bersikap adil kepada seorang istri. Tidak seperti Ki Gede Karyaarta yang selalu memperhatikan istri-istri mudanya saja, sedangkan istri yang paling tua tidak pernah diperhatikan olehnya. Sebetulnya bersikap adil tidak harus selalu mengenai hubungan suami istri saja. Sejatinya, kita sebagai manusia juga harus mampu bersikap adil kepada orang tua, anak, kerabat dan teman sejawat.
2. Menggunakan Etika Ketika Makan
Etika terhadap makanan merupakan tata cara kita memperlakukan suatu makanan. Dengan memperhatikan etika berarti kita bersyukur atas makanan yang telah dihidangkan. Selain itu, menggunakan etika ketika makan dapat menunjukkan tingkat intelektual seseorang. Dalam manuskrip ini kita dapat mempelajari penggunaan etika terhadap makanan melalui seorang pengemis yang memiliki intelektualitas tinggi dibandingkan pengemis lainnya. Pengemis tersebut menegur pengemis lainnya dikarenakan mereka makan tidak menggunakan etika seperti berebut makanan, makan melebihi porsinya, dan memakan makanan dengan rakus. Dapat dilihat pada kutipan “mungguh ing pamangan iku ora kêna dirosani, kakehan mangan iku andadèkake sangsaraning awak, bisa uga anjalari karusakaning awak. Balik mangan kanthi dêduga lan watara, iku mupangati awak, mulane samubarang gawe lakonana samurwate, aja kanthi pangăngsa-angsaning ati” yang artinya makan terlalu banyak akan membuat tubuhmu menderita, bahkan dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh kamu. Makan dengan hati-hati, dan lakukan semuanya dengan cara yang benar, bukan dengan keinginan hati kamu. Dari kutipan tersebut kita dapat mengetahui bahwa penggunaan etika terhadap makanan harus diperhatikan selain dapat berdampak baik bagi kesehatan tubuh, dapat juga menjaga kenyamanan setiap individu yang melihatnya.
ADVERTISEMENT
3. Bersikap Tawadu
Tawadu merupakan sikap rendah hati. Seseorang yang memiliki sikap rendah hati akan menunjukkan adanya kerendahan dan kesederhanaan diri kepada orang lain. Sehingga orang yang memiliki sifat tawadu akan menjadi manusia yang selalu menghargai orang lain. Dalam manuskrip ini kita dapat mempelajari sikap tawadu dari Ki Gede Karyaarta setelah diberi nasihat oleh Kyai Ageng Ning. Adapun sifat tawadu yang diajarkan oleh Kyai Ageng Ning adalah tawadu dalam berpenampilan, dapat dilihat pada kutipan “kowe nganggoa sandhangan momohan kaya panganggone kere” yang artinya sebaiknya memakai pakaian santai seperti masyarakat miskin. Dari kutipan manuskrip tersebut kita dapat memahami bahwa menggunakan pakaian tidak perlu bermewah-mewahan, cukup dengan menggunakan pakaian yang membuat diri kita nyaman.
ADVERTISEMENT
Itulah beberapa pesan moral yang dapat kita ketahui setelah membaca manuskrip dongeng 'Akal Pengaos Kalih Sen'. Semoga kita dapat mengambil nilai kebaikan dan membuang nilai keburukan yang ada di dalam cerita manuskrip ini.