Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 Ā© PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dampak Victim Blaming Terhadap Kekerasan Seksual di Indonesia
15 Desember 2020 14:05 WIB
Tulisan dari Arya Bintang Utomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tentu kita pernah mendengar tentang kasus pelecehan seksual yang menyalahkan korbannya sebagai alasan terjadinya pelecehan seksual tersebut.Maraknya hal tersebut menimbulkan berbagai pendapat publik mengenai hal ini. Tak jarang pula bila publik justru menyalahkan si korban sebagai alasan terjadinya kasus tersebut. Sebagian besar korban dari kasus pelecehan seksual adalah perempuan.
ADVERTISEMENT
Secara tidak langsung, pendapat publik sudah menjadikan si korban tersebut sebagai alasan terjadinya kasus tersebut. Otomatis si korban akan mendapatkan perlakuan tidak adil dari publik maupun dari pandangan hukum. peristiwa ini bisa kita sebut dengan victim blaming atau menyalahkan si korban, dimana dalam korban dianggap sebagai alasan terjadinya kasus pelecehan tersebut.
Sebagian besar korban dari victim blaming tersebut merupakan perempuan, dimana hal ini sangat merugikan bagi perempuan. Laki laki yang melakukan pelecehan tersebut dianggap wajar karena merupakan naluri atau bahkan nafsu birahi lelaki tersebut disaat melihat perempuan menggunakan pakaian seksi atau mini. Tidak sampai situ, Indonesia pun masih melekat dengan adanya budaya patriarki dimana laki laki lebih luas kekuasaannya dibanding perempuan.
ADVERTISEMENT
Para korban dari victim blaming tersebut memang melaporkan hal ini ke ranah hukum. Tetapi apa yang mungkin didapat tidak sesuai dengan ekspektasi si pelapor. Tidak sedikit pula kasus tersebut tidak di usut oleh penegak hukum.
Beberapa faktor mengapa kasus tersebut tidak diusut oleh penegak hukum antara lain karena secara tidak sengaja petugas memematikan laporan pelapor. Justru ini sangat merugikan pelapor dan karena nya masih banyak di luaran sana korban pelecehan seksual enggan melaporkan kejadian karena hal tersebut.
Selain itu, Indonesia masih darurat hukum perlindungan seksual karena didalam KUHP hanya mengatur kejahatan kekerasan seksualĀ yang diatur dalam pasal 285 sampai 288 yang rumusannya tidak mampu memberikan perlindungan pada korban kekerasan seksual dan belum adanya regulasi hukum di Indonesia yang memberikan jaminan perlindungan secara spesifik atas kasus pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
Dampak bagi para korban tentulah beragam, terlebih lagi terhadap perempuan yang mungkin bisa menimbulkan trauma berkepanjangan. Hal tersebut akan terus berkelanjutan apabila kasus pemerkosaan atau pelecehan seksual masih dianggap lumrah dan ditambah dengan adanya budaya victim blaming. Permasalahan tersebut malah akan bertambah panjang.
Kondisi psikologis korban tentunya mendapat serangan dari hal tersebut, ntah karena perlakuan si pelaku terhadap korban, atau mungkin karena komentar publik yang menyudutkan korban sebagai alasan terjadinya kasus tersebut. Budaya patriarki yang masih melekat di Indonesia pun menjadi alasan utama mengapa kasus ini masih kerap terjadi.
Budaya Victim blaming masih kerap terjadi di Indonesia, selain karena budaya patriarki masih melekat di Indonesia, hukum tentang perlindungan seksual pun belum mampu memberi perlindungan seksual terhadap korban. Diperlukannya pembaharuan dan penyempurnaan hukum untuk mengatur perlingdungan seksual tersebut.
ADVERTISEMENT
Secepatnya budaya tersebut dihapuskan, meskipun tidak mudah dan membutuhkan keterlibatan banyak pihak. Hal tersebut dapat dilakukan dimulai dari diri sendiri, lingkungan sekitar kita sampai harus mendesak ranah hukum untuk memperbaharui dan menyempurnakan hukum tentang perlindungan seksual. Penegak hukum pun harus terlibat dalam hal ini,mulai dari bagaimana menanggapi kasus serupa sampai pemberian sanksi terhadap pelaku kriminal.