Konten dari Pengguna

Kebijakan Tapera dari Sudut Pandang Kemanfaatan Hukum

arya putra
Asisten Peneliti di Pusat Kajian Hukum Bisnis Unair
5 Juni 2024 14:20 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari arya putra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi BP TAPERA Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi BP TAPERA Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini, Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan terbaru mengenai Tabungan Perumahan Rakyat atau disebut TAPERA. Dana tapera ini akan didapatkan dari pemotongan Gaji atau upah para pemberi kerja dan pekerja sebanyak 3% (tiga persen). Persentase pemotongan ini dibebankan kepada Pemberi kerja sebanyak 0,5% dan Pekerja 2,5%.
ADVERTISEMENT
Kebijakan Tapera ini diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Sebelumnya, PP Nomor 21 Tahun 2024 merupakan perubahan dari PP Nomor 25 Tahun 2020.
Kebijakan Tapera ini tidak disambut baik oleh Masyarakat khususnya pemberi kerja dan pekerja. Hal ini kebijakan Tapera yang diambil dari gaji atau upah tidak memberikan manfaat bahkan jaminan yang akan diberikan kepada para pekerja. PP Nomor 21 Tahun 2024 tidak dilakukannya sosialisasi kepada Masyarakat dan terlihat terburu-buru sehingga timbulnya adanya isu kepentingan politik di balik kebijakan tersebut.

Asal Muasal Kebijakan Tapera

Asal muasal dari Tapera itu sendiri bermula dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil atau disebut Bapertarum-PNS. Bapertarum PNS pertama kali lahir pada zaman Bapak Soeharto didasarkan pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 14 Tahun 1993. Tujuan adanya Bapertarum-PNS untuk meningkatkan kesejahteraan para PNS di Indonesia dan menjamin memiliki rumah atau tempat tinggal yang layak bagi keluarga.
ADVERTISEMENT
Proses pengambilan dana Bapertarum berdasarkan golongan-golongan PNS dan tidak sama rata seperti Tapera ini. Dari sisi kesamaannya bahwa antara Bapertarum-PNS maupun Tapera merupakan suatu pemberian jaminan dari pemerintah agar Masyarakat seluruh Indonesia mampu membeli rumah secara pengumpulan periodik.
Tetapi, sisi perbedaan Bapertarum-PNS hanya diperuntukkan bagi PNS dan pengenaan berdasarkan masing-masing golongan. Tetapi, Tapera itu sendiri dikenakan berdasarkan persentase yang sama tanpa melihat gaji dan golongan pekerjaannya.

Jenis Pekerjaan yang dikenakan Tapera

Jika merujuk pada PP Nomor 21 Tahun 2024 melalui Pasal 15 ayat (4) huruf a,b,c,dan d bahwa pekerja yang dikenakan dana Tapera meliputi dari pekerja yang menerima gaji atau upah dari APBN dan APBD, Pekerja BUMN, BUMD,BUMDES dan Badan Usaha Milik Swasta, Pekerjaan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, dan Pekerja mandiri.
ADVERTISEMENT
Hampir seluruh jenis pekerjaan dari sektor pemerintah, Aparatus Sipil Negara, hingga swasta dikenakan dana Tapera sebesar 3 %. Dari sudut pandang kemanfaatan pada kebijakan Tapera pada PP Nomor 21 Tahun 2024 tidak membahagiakan bagi para pekerja melainkan sebagai beban baru.
Jika merujuk teori kemanfaatan Jeremy Bentham bahwa Hukum memiliki tujuan kemanfaatan sebesar-besarnya untuk Masyarakat. Pada fakta di lapangan, kebijakan Tapera ini tidak memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi para pemberi kerja maupun pekerja melainkan akan mengurangi nilai atau nominal uang dari hasil kerjanya selama 1 (satu) bulan.

Apakah Tapera Berpihak kepada Pekerja

Beberapa respon para pemberi kerja dan pekerja dengan adanya kebijakan Tapera yang dikenakan sebesar 3% (tiga persen) tidak bersahabat kepada pekerja. Pasalnya, kebijakan Tapera cukup terburu-buru dan minimnya sosialisasi. Kebijakan Tapera ini tidak akan memberikan manfaat bagi pekerja-pekerja yang sudah mempunyai rumah atau sedang melalui KPR cicilan rumah.
ADVERTISEMENT
Menurut Sunarno, potongan tapera tersebut sangat membebani para buruh, mengingat dengan adanya potongan itu buruk tidak langsung mendapatkan rumah. Di dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 melalui Pasal 1 angka 20 bahwa “Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan adalah dukungan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan kepada Masyarakat berpenghasilan rendah”.
Dana Tapera diprioritaskan bagi seluruh Masyarakat yang berpenghasilan rendah. Penulis melihat bahwa kebijakan Tapera ini tidak tepat apabila diperuntukkan bagi seluruh pekerja swasta maupun PNS tanpa melihat dari apakah penghasilannya tinggi atau rendah. Iuran Tapera ini akan menambah tiga beban yang sudah dipikul para pegawai.
Satu, kenaikan harga-harga barang-barang sekunder maupun tersier karena naiknya USD. Dua, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan naik menjadi 12 persen dan pajak-pajak lainnya. Tiga, kenaikan cicilan rumah dan mobil seiring di tengah era suku bunga tinggi. Dengan keadaan ekonomi Indonesia yang kurang stabil dan peredaran uang yang tidak menentu maka kebijakan ini cukup menimbulkan kerugian materiil dari hasil kerjanya.
ADVERTISEMENT
Penulis menyayangkan apabila kebijakan Tapera tidak tepat sasaran dikarenakan hampir mayoritas pekerja di Indonesia sudah lebih dominan untuk tidak membeli rumah bahkan sudah melakukan cicilan KPR. Di tambah lagi dengan minimnya sosialisasi kepada Masyarakat terhadap perubahan PP Nomor 21 Tahun 2024 justru menyalahi formil dalam pembentukkan peraturan perundang-undangan yang diatur pada Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan bahwa “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Tidak itu saja, PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera tidak memenuhi materi muatan yang diatur oleh undang-undang berisi “Pemenuhan kebutuhan hukum dalam Masyarakat”. Indikator keberhasilan suatu kebijakan hukum dapat diterima luas oleh Masyarakat bilamana sudah memenuhi kebutuhan hukum Masyarakat khususnya para pekerja dan pekerja.
ADVERTISEMENT

Solusi Kedepan bagi Pemerintah dalam mengeluarkan Kebijakan Yang Berhubungan Kepentingan Pekerja

Sejatinya pemerintah yang menjalankan pemerintahan ini perlu hati-hati dalam mengeluarkan suatu kebijakan yang berhubungan kepentingan umum. Seharusnya kebijakan atau peraturan harus mencerminkan asas keadilan, kepastian hukum, dan keselarasan sehingga menciptakan Masyarakat yang harmonis dan tidak timbulnya gejolak sosial.
Halnya, PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera akan tepat sasaran apabila diperuntukkan bagi pekerja-pekerja yang membutuhkan bantuan pembelian rumah kepada Pemerintah. Pada praktiknya, Kebijakan Tapera tidak memihak dan membebankan pekerja melalui pemotongan gaji atau upah dari pemberi pekerja dan pekerja sebanyak 3% (tiga persen).
Bahkan, Kebijakan tapera cukup terbilang tergesa-gesa dan rendah sosialisasi hukum kepada Masyarakat bahwa adanya pengenaan 3% untuk Tapera ini. Tidak luput juga, bilamana adanya sosialisasi lebih dulu maka akan kemungkinan Masyarakat tidak akan keberatan karena dapat mempersiapkan diri apakah sanggup atau membebankan mereka melalui pemotongan gaji atau upah tersebut.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Kebijakan Tapera melalui PP Nomor 21 Tahun 2024 akan memberikan manfaat kepada Masyarakat bilamana sudah diikutsertakan partisipasi Masyarakat dalam pembentukan kebijakan ini demi memenuhi keadilan dan keselarasan bagi kemashalatan para pekerja.