Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
7 Tahun Sudah Kisah Engeline: Jangan Ada Lagi Kekerasan Anak Berujung Maut!
29 Desember 2022 11:59 WIB
Diperbarui 12 Januari 2023 19:20 WIB
Tulisan dari Asa A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah Refleksi Kasus Pembunuhan Engeline yang Melibatkan Kekerasan, Penelantaran, dan Pelecehan Seksual terhadap Anak
ADVERTISEMENT
Child Relinquishment dalam Bentuk Melepaskan Engeline kepada Margriet sebagai Anak Adopsi
Engeline lahir pada 19 Mei 2007 dari pasangan Hamidah dan Achmad Rosyidi di sebuah klinik di Canggu. Hamidah melahirkan Engeline saat ia berusia lima belas tahun. Saat itu, Hamidah tidak mampu menanggung biaya persalinannya ke klinik. Seseorang kemudian memperkenalkannya kepada Margriet Christina Megawe yang menawarkan bantuan biaya sekaligus berencana untuk mengadopsi anaknya.
Orangtua kandung Engeline yang hidup dengan keterbatasan ekonomi merupakan salah satu bentuk konkret dari ketidakmampuan orangtua dalam memberi penghidupan yang layak bagi anak biologisnya. Ditambah lagi, kehamilan yang dijalani oleh Hamidah merupakan kehamilan muda dan erat kaitannya dengan kehamilan yang tidak direncanakan (unintended pregnancy). Mereka pada akhirnya terbentur pada sebuah pilihan yang mana melepaskan anak kepada orang lain secara suka rela (child relinquishment) menjadi jalan terbaik dengan harapan anaknya dapat hidup secara memadai. Sayangnya, proses adopsi yang dilalui Engeline justru membuatnya harus mengalami hari-hari yang sangat menyiksa dirinya.
ADVERTISEMENT
Tata cara dan syarat adopsi anak di Indonesia beserta implementasinya sudah seharusnya paling pertama yang menjadi sorotan. Baik Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 maupun Peraturaan Pemerintah No. 57 Tahun 2007 tidak secara spesifik mengatur kriteria-kriteria khusus mengenai kondisi kesehatan fisik dan mental untuk para calon orang tua angkat, termasuk asesmen dengan serangkaian indikator tertentu. Padahal, anak-anak adopsi rentan menjadi korban kekerasan dan penelantaran anak, terutama ketika orang tua angkat memiliki masalah-masalah tertentu.
Kaitan antara Usia Anak dan Masalah Diri Orang Tua dengan Kekerasan Terhadap Anak
Fuller Thomson et al., (2019) menemukan adanya faktor kecanduan pada orang tua yang berujung pada kekerasan terhadap anak yang dilaporkan sebanyak 26% responden pria dan 29% responden wanita. Pengasuhan yang bersifat neglectful atau abusive memiliki berbagai konsekuensi negatif jangka panjang bagi anak-anak. Hal tersebut mencangkup gangguan mental, kesejahteraan yang buruk, perilaku berisiko, perilaku antisosial, prestasi akademik yang buruk, kecenderungan menyakiti diri sendiri, hingga percobaan bunuh diri. Selain itu, studi mengenai anak-anak dengan orang tua yang memiliki gangguan mental menunjukkan bahwa anak-anak tersebut lebih berkemungkinan mengalami pelecehan atau penelantaran (Hammen & Brennan, 2003; Lovejoy, Graczyk, O'Hare, & Neuman, 2000; Thomson et al., 2009).
ADVERTISEMENT
Meski merupakan anak adopsi, Engeline berisiko lebih tinggi mengalami kekerasan karena usianya yang masih dini. Selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Suyanto (2019) dalam Sosiologi Anak, korban penelantaran anak umumnya berusia 5 sampai 18 tahun. Pada hakikatnya, penelantaran anak juga masih termasuk dalam kategori kekerasan terhadap anak.
Jenis-Jenis Kekerasan Terhadap Anak
Terdapat beberapa jenis kekerasan terhadap anak Menurut Wilkinson dan Bowyer (2017), yakni sebagai berikut.
Berdasarkan hasil penyelidikan polisi dan pengakuan pelaku-pelaku, Engeline berkemungkinan besar telah mengalami semua jenis kekerasan pada anak sepanjang masa hidupnya. Semua kebutuhan mendasarnya tidak diperhatikan oleh Margriet, sehingga ia sering kelaparan dan berpenampilan buruk. Kemudian, ia dipaksa untuk bekerja mengurus hewan-hewan ternak Margriet secara terus-menerus demi kepentingan Margariet semata. Penyudutan rokok oleh Margriet terhadap Engeline juga merupakan kekerasan fisik. Terakhir, hasil visum Engeline menunjukkan adanya indikasi-indikasi kekerasan seksual.
ADVERTISEMENT
Upaya Preventif Agar Kasus Kekerasan Terhadap Anak Tidak Kembali Terulang
Upaya preventif perlu dilakukan oleh pemerintah, tokoh-tokoh berpengaruh, organisasi masyarakat, dan seluruh anggota masyarakat dalam rangka mencegah kekerasan dan penelantaran anak, terutama anak-anak adopsi, di masa depan. Upaya-upaya tersebut dapat berwujud sebagai berikut.
Bagi Pemerintah, Tokoh-Tokoh Berpengaruh, dan Organisasi Masyarakat
ADVERTISEMENT
Bagi Masyarakat
(AAA)
Referensi
Child Welfare Information Gateway. (2008). Child Abuse and Neglect [General Information Packet]. https://tedibear.ecu.edu/wp-content/pv-uploads/sites/189/2019/07/Child-Abuse-and-Neglect.pdf
Fuller-Thomson, E., Sawye, J.-L., & Agbeyaka, S. (2019). The Toxic Triad: Childhood Exposure to Parental Domestic Violence, Parental Addictions, and Parental Mental Illness as Factors Associated With Childhood Physical Abuse. Journal of Interpersonal Violence, 26(17–18), 1–20. Sage Journals. https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0886260519853407
Megiza. (2015, 11 Juni). Kekerasan terhadap Angeline Bentuk Agresi Keluarga Angkat. CNN Indonesia. Diambil pada 16 Desember, 2022, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150611123305-12-59332/kekerasan-terhadap-angeline-bentuk-agresi-keluarga-angkat
Suriyani, L. D. (2016, 8 Februari). Perjalanan kasus pembunuhan Engeline. Lokadata.ID. Diambil pada 16 Desember, 2022, dari https://lokadata.id/artikel/perjalanan-kasus-pembunuhan-engeline
ADVERTISEMENT
Suyanto, B. (2019). Sosiologi Anak. Jakarta: Kencana.
Wilkinson, J. (n.d.). The impacts of abuse and neglect on children; and comparison of different placement options. GOV.UK. Diambil pada 16 Desember, 2022, dari https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/602148/Childhood_neglect_and_abuse_comparing_placement_options.pdf