Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Babe Predator Anak Jalanan: Child Abuse dalam Perspektif Sosiologi
7 Oktober 2022 20:22 WIB
Diperbarui 12 Januari 2023 19:20 WIB
Tulisan dari Asa Aisara A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah Tinjauan Kekerasan Terhadap Anak di Indonesia
ADVERTISEMENT
Permasalahan kesejahteraan sosial anak menjadi momok yang besar di negara Indonesia. Pasalnya, anak-anak tak jarang menjadi korban kekerasan, baik kekerasan fisik, kekerasan emosional, maupun kekerasan seksual. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan tren kenaikan kasus kekerasan seksual pada anak dalam kurun tahun 2016 sampai 2019. Pada tahun 2019, tercatat lebih dari 300 kasus kekerasan kekerasan terhadap anak Indonesia. Jumlah kasus tersebut sangat mungkin lebih dari angka yang dirilis oleh LPSK, mengingat banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang tidak terlapor atau dianggap sebagai hal yang lumrah di masyarakat.
Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan terhadap anak (child abuse) merupakan bentuk perilaku atau perlakuan fisik, emosional, maupun seksual kepada anak yang berbahaya bagi kelangsungan hidup anak. Kekerasan terhadap anak sering diwarnai oleh ketidakseimbagan kuasa (relasi asimetris) antara orangtua dan anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) membagi kekerasan terhadap anak dalam beberapa bentuk.
ADVERTISEMENT
Kasus Kekerasan Terhadap Anak oleh Babe
Salah satu kasus kekerasan terhadap anak (child abuse) yang geger pada tahun 2010 lalu adalah kasus pembunuhan anak jalanan berumur 8 hingga 12 tahun oleh sosok “Babe”. Korban ditemukan dalam potongan-potongan tubuh oleh seorang warga, Abdi, di jembatan antara Jalan Inspeksi dan Jalan Banjir Kanal Timur sekitar Bekasi. Polisi kemudian menemukan bahwa korban adalah seorang anak pengamen di sekitar Pulogadung. Ia kerap terlihat bersama seorang bapak-bapak bernama "Babe" yang dikenal sebagai pengasuh anak jalanan. Polisi mengungkapkan bahwa Babe sudah mengenal korban sejak 6 bulan sebelum kasus yang menimpanya. Kemudian, Babe ternyata pernah mengajak korban untuk ke kontrakannya dan merayu korban untuk mau disodomi. Anak tersebut menolak, sehingga Babe marah. Akhirnya, Babe menjerat leher korban hingga tak sadarkan diri lalu memperkosanya. Babe kemudian memutilasi tubuh korban dan membuangnya.
ADVERTISEMENT
Terungkap bahwa aksi Babe pernah dilakukan sebelumnya. Sejak 1993 hingga 2010, terdapat 15 korban yang semuanya merupakan anak jalanan. Korbannya pun tidak hanya di sekitar wilayah Jakarta. Menurut pengakuannya, Babe pernah menyodomi dan memutilasi anak jalanan di Kuningan, Magelang, Purworejo, dan Purwokerto. Beberapa foto anak jalanan tersebut dikoleksinya dalam kotak rokok. Sekjen Komnas Perlindungan Anak pada saat itu, Arist Merdeka Sirait, memaparkan bahwa foto-foto tersebut merupakan anak-anak yang disenangi Babe. Babe pada akhirnya divonis mati oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung.
Anak Jalanan sebagai Anak Rawan
Kasus kekerasan terhadap anak (child abuse), terutama terhadap anak-anak jalanan, berkaitan erat dengan status mereka sebagai anak rawan. Anak rawan adalah anak-anak yang tergolong marjinal dan biasa diperlakukan secara eksploitatif dan diskriminatif. Secara aspek sosial-ekonomi, mereka umumnya terpinggirkan karena kondisi kemiskinan dan adanya subkultur yang menyimpang di lingkungannya. Kekerasan dan pengabaian sudah menjadi hal yang lumrah bagi mereka. Selain itu, mereka sebagai anak-anak tidak memperoleh haknya dengan penuh. Mereka sering dipaksa untuk bekerja, alih-alih bermain dan belajar seperti anak-anak pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Keterpaparan anak-anak jalanan dengan dunia “liar” membuat mereka lebih berpotensi untuk bertemu orang-orang dewasa dengan tingkah laku yang agresif serta gangguan mental. Dalam kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh Babe terhadap anak jalanan, Babe berkecenderungan untuk memiliki gangguan mental. Hal tersebut terlihat dari bagaimana ia melampiaskan hasratnya kepada anak-anak, terutama mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Tak sampai di situ, ia tega menghabisi nyawa korban-korbannya dengan membunuh dan memutilasi. Dalam situasi demikian, anak tidak berdaya dalam menentukan tempat ia tinggal maupun orang-orang di sekitarnya.
Orangtua dari anak-anak jalanan sebetulnya berperan dalam mengasuh anak dan menciptakan situasi yang baik untuk perkembangannya. Anak-anak jalanan pada kenyataannya lebih banyak diabaikan oleh orangtuanya. Mereka terjebak oleh keluarga yang tidak harmonis, baik karena orangtua yang belum dewasa, adanya keterlibatan minuman keras maupun narkotika, tekanan ekonomi maupun sosial, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Kasus Babe hanya merupakan satu di antara ribuan kasus kekerasan terhadap anak yang ada di Indonesia. Kabar buruknya, masih banyak kasus-kasus yang tak kalah keji dan belum terungkap ke ranah publik. Banyak pula anak-anak yang belum dapat memperoleh keadilan akibat ancaman yang diberikan oleh pelaku sebagai sosok yang lebih kuat serta kurangnya penegakan hukum oleh aparat-aparat yang terkait. Oleh karena itu, Pemerintah harus membenahi institusi-institusi sosial yang seharusnya dapat mengayomi, mendampingi, dan melindungi korban sebagai penanggulangan kekerasan terhadap anak.
Peran Pemerintah dalam Kasus Kekerasan Terhadap Anak
Pemerintah perlu menggencarkan layanan pengaduan kekerasan anak dalam berbagai bentuk. Selain itu, perlu juga adanya keyakinan “kebenaran ada di tangan korban” saat korban melapor. Hal tersebut merupakan hal yang krusial mengingat banyak korban yang enggan untuk melapor karena stigma yang mungkin akan melekat pada dirinya dan cibiran dari sekitarnya. Padahal, ia membutuhkan dukungan untuk memproses apa yang telah terjadi kepadanya.
ADVERTISEMENT
Masyarakat perlu bahu-membahu satu sama lain untuk menciptakan lingkungan yang layak bagi anak. Pemahaman bahwa mengurus dan mendidik anak tanpa kekerasan merupakan tanggung jawab orangtua dapat diperoleh melalui serangkaian edukasi dan penyuluhan dari Pemerintah bersama-sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Perlu adanya kerja sama secara terus-menerus antara lembaga-lembaga yang ada di masyarakat. Dengan demikian, pemenuhan hak anak akan semakin terwujud berikut dengan tingkat kesejahteraannya. (AAA)
Referensi
Rizal, M. (2022, 23 September). Kejinya Babe Pembantai Anak Jalanan Jakarta. detikNews. Diambil pada 7 Oktober 2022, dari https://news.detik.com/x/detail/crimestory/20220923/Kejinya-Babe-Pembantai-Anak-Jalanan-Jakarta/
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (n.d.). Statistik Gender Tematik: Mengakhiri Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia. KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Diambil pada 7 Oktober 2022, dari https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/71ad6-buku-ktpa-meneg-pp-2017.pdf
ADVERTISEMENT
Pinandhita, V. (2020, 10 Januari). 2020 Kekerasan pada anak tak menurun. Lokadata.ID. Diambil pada 7 Oktober 2022, dari https://lokadata.id/artikel/2020-kekerasan-pada-anak-tak-menurun
Suyanto, B. (2019). Sosiologi Anak. Kencana.
Live Update