Transit Oriented Development, Solusi Properti Murah Masyarakat Indonesia?

M Asad Firdaus
Pejabat Fungsional Penilai Pemerintah, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Konten dari Pengguna
25 Agustus 2021 16:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Asad Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Staisun MRT. Sumber Foto : Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Staisun MRT. Sumber Foto : Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Thomas Robert Malthus, seorang ekonom dan pakar demografi berkebangsaan Inggris, pada tahun 1798 terkenal dengan pandangannya yang pesimistik tentang pertumbuhan penduduk. Malthus berpendapat bahwa pertumbuhan produksi pangan akan tidak mampu menyeimbangi pertumbuhan jumlah penduduk sehingga akan terjadi bencana kelaparan.
ADVERTISEMENT
Jika saja Malthus lahir 200 tahun setelahnya, mungkin Malthus akan mengubah pandangannya tentang dampak dari tingginya angka pertumbuhan penduduk. Yaa! Malthus pasti akan berpendapat lain, mimpi buruk sebenarnya dari angka pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali adalah tersedianya hunian atau properti yang layak untuk menjadi hunian.
Berdasarkan data Worldometer, setidaknya pada tahun 2020 ada 7,8 miliar penduduk di dunia saat ini. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Data BPS menunjukkan pada tahun 2020 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 270,20 juta jiwa. Negara Indonesia sendiri diprediksi akan memiliki jumlah penduduk hampir 300 juta jiwa di mana 63,4 persen di antaranya tinggal di perkotaan.
Tingginya rasio jumlah penduduk di perkotaan dan pertumbuhan penduduk di perkotaan yang tinggi secara tidak langsung akan meningkatkan permintaan lahan di perkotaan. Permintaan tanah yang bertambah, namun penawaran (supply) tanah yang relatif tetap, maka akan menciptakan fenomena kenaikan harga properti-properti (khususnya rumah tinggal) di perkotaan. Menurut data Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang dikeluarkan Bank Indonesia, pada satu dekade terakhir terjadi kenaikan harga tempat tinggal di 14 kota besar di Indonesia sebesar 39,7 persen. Hal ini tidak diiringi dengan kenaikan UMR setiap tahun hanya sebesar 10 persen.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang dirilis Global Property Guide, diketahui bahwa price to income ratio perumahan di Indonesia telah mencapai angka yang sangat tinggi yaitu 80,16. Angka ini menunjukkan bahwa harga rumah di Indonesia sekitar 80 kali lipat dari pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. Angka ini jauh berbeda dengan Singapura yang memiliki price to income ratio sebesar 25 dan Malaysia sebesar 36 . Data tersebut membuktikan bahwa daya beli masyarakat rumah di Indonesia masih sangat rendah.
Program Satu Juta Rumah Sumber Foto : Kementerian PUPR
Perumahan yang terjangkau dalam arti paling sederhana adalah rumah yang dibangun untuk masyarakat tertentu ketika masyarakat sedang mengalami kesulitan ekonomi (daya beli) untuk membeli rumah dengan harga pasar yang wajar. Indonesia telah berupaya untuk merealisasikan agar setiap warga negaranya dapat menempati hunian yang layak huni, seperti telah dilaksanakannya program Satu Juta Rumah sejak tahun 2015, serta telah dilakukan inovasi-inovasi pembiayaan agar dapat diakses oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun, pada umumnya properti rumah tinggal yang dibangun pada program satu juta rumah tersebut berlokasi sangat jauh dari pusat keramaian atau Central Business District yang ada di kota tersebut. Selain lokasi yang jauh, fasilitas umum seperti sarana transportasi dan sarana umum lainnya belum tersedia dengan baik di wilayah tersebut.
ADVERTISEMENT
Dengan minimnya fasilitas dan sarana transportasi yang belum baik di perumahan "subsidi" tersebut, solusi lain mulai bermunculan. Sesuai dengan pengembangan alat transportasi ini, muncul ide-ide baru tentang perkembangan perumahan yang mengadopsi konsep Transit Oriented Development (TOD). TOD adalah konsep pengembangan kawasan perumahan yang berorientasi pada efektivitas dan efisiensi pergerakan manusia melalui sarana transportasi dan menekankan pada peningkatan kualitas hidup masyarakat di sekitar lingkungan. Selain berorientasi transit dekat dengan node transportasi, fitur pengembangan TOD adalah kepadatan tinggi, multi-aktivitas dan ramah lingkungan.
Ilustrasi Transit Oriented Developmnet (TOD) Sumber Foto : bing.com
Dalam konteks ini beberapa daerah telah melakukan pembangunan sarana transportasi massal seperti Commuter Line, Mass Rapid Transit, Light Rapid Transit. Kemudian wilayah lainnya seperti Cibubur dan Maja yang telah terkoneksi dengan transportasi massal yaitu Light Rapid Transit dan Commuter Line. Di wilayah Cibubur dan Maja sendiri saat ini telah banyak dikembangkan perumahan yang memiliki harga terjangkau dengan fasilitas yang baik.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh negara yang sukses menerapkan konsep kawasan Transit Oriented Development (TOD) yaitu Singapura. Keberhasilan penerapan konsep kawasan Transit Oriented Development (TOD) membuat banyak warga Singapura dimanjakan dengan fasilitas dan infrastruktur, terutama transportasi massal yang terintegritas dengan hunian dan tempat aktivitas sehari-hari. Adanya konsep kawasan Transit Oriented Development (TOD) ini telah mendorong masyarakat untuk memusatkan aktivitas sehari-hari di sekitar stasiun transit atau paling tidak masih di dalam koridor transit.
TOD ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan mendorong penggunaan transportasi umum melalui promosi aksesibilitas dan mobilitas yang baik dari satu titik transit ke titik lain (antara stasiun, terminal dan halte bus). Dalam konteks kebutuhan perumahan, hunian/apartemen vertikal berbasis TOD diharapkan dapat menjadi jawaban tidak hanya untuk kebutuhan rumah yang terjangkau dan layak huni, tetapi juga untuk membantu pergerakan dan mobilitas masyarakat dengan cara yang lebih efektif dan efisien sebagai akibat dari radius jarak dekat dengan simpul transportasi massal.
ADVERTISEMENT
(M. As'ad Firdaus)