Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Ekonomi Sirkuler Pertanian
17 Februari 2023 14:06 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Asep Saefuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Motivasi Gagasan
Ekonomi bagi suatu negara adalah kegiatan yang sangat vital, tidak bisa ditawar tawar lagi. Kedaulatan negara sangat tergantung pada kekuatan ekonominya. Negara maju atau tidak maju, indikatornya banyak diukur dari komponen ekonomi.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, kekuatan ekonomi itu sangat ditentukan oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Banyak contoh negara maju yang tidak kuat dalam Sumber Daya Alam (SDA), tetapi sangat maju sehingga menguasai ekonomi dunia. Misalnya Jepang, Korea dan Singapura adalah negara-negara maju padahal SDAnya jauh dibawah Indonesia.
Apa yang membuat mereka maju, tentunya karena SDM yang membuat dan menjalankan roda ekonomi negara. Mereka merancang perencanaan ekonomi secara holistik terintegrasi yang dimulai dengan membenahi SDMnya. Mereka yakin bahwa tanpa SDM yang mumpuni sekaya apapun SDAnya, tetap akan mubazir.
SDM yang mumpuni ini lalu memperkuat komponen Sains dan Teknologi (S&T) serta inovasi di berbagai sektor untuk menggerakan I-economy (Innovation based economy). Semua regulasi dan birokrasi diarahkan ke situ.
ADVERTISEMENT
Bila ada regulasi dan birokrasi yang menghambat dikaji akar masalahnya untuk dicari solusinya segera. Bukan dibiarkan berlarut-larut.
Bila persoalannya ada di unsur orang, tidak tertutup orang itu diganti. Bila akibat kurang paham, lemah pengetahuan atau kurang terampil, mereka "disekolahkan" atau diberikan pelatihan. Jadi, selalu ada progress, tidak mentok di satu titik, berputar-putar di tempat keterbelakangan.
Ekonomi Sirkuler
Umumnya ekonomi saat ini terlalu linier, yakni selalu ada buangan yang akhirnya menjadi sampah. Ekonomi linier itu berujung pada TPA (Tempat Pembuangan Akhir) yang menjadi beban secara ruang dan udara (polusi dan bau busuk). Memang TPA itu menjadi sumber mata pencaharian para pemulung, tetapi nilai ekonominya sangat kecil.
Negara-negara maju sudah lama memperkenalkan konsep daur ulang (recycling). Untuk barang-barang anorganik, seperti plastik, produk yang sudah dipakai itu dapat dipakai kembali (reuse).
ADVERTISEMENT
Tentunya produk pertanian terutama makanan, tidak bisa dilakukan pola "reuse". Namun demikian, pertanian itu bisa menghasilkan berbagai produk yang bisa menjadi makanan (food, feed) dan bukan makanan (non food, non feed). Misalnya dari padi bisa menjadi beras, tepung beras, bihun, kosmetik, tape, tali, kain, hiasan, bahan dasar kesehatan, dan produk bermanfaat lainnya.
Selain pertanian itu bisa menghasilkan produk jamak (multi product), juga produk akhirnya tidak masuk ke TPA. Buangannya dapat dipergunakan menjadi penyubur tanah dan pupuk organik. Berhubung daur ulang ini bisa dilakukan secara terus menerus, model ini disebut ekonomi sirkuler.
Diperhatikan dari tipe produk, proses, dan outputnya, pertanian organik bisa jadi model ekonomi sirkuler yang sempurna. Selain bisa menghasilkan produk ganda, di ujung setiap output ganda itu bisa disirkulasikan menjadi sesuatu yang berguna.
ADVERTISEMENT
Ekonomi Endogen Sirkuler
Ekonomi endogen adalah kegiatan ekonomi bertumpu pada sumber daya internal (internal resources), tidak terlalu terikat dengan faktor eksternalitas (Romer, 2018). Adapun faktor internal itu bukan sekadar SDA saja, tetapi juga mencakup kelembagaan negara (birokrasi pemerintahan, peraturan-peraturan, kebijakan), kelembagaan R&D (scientific development),dan kelembagaan pendidikan (human capital development).
Dari komponen ekonomi endogen itu, Indonesia sebenarnya sudah memiliki semuanya, terutama SDA. Namun demikian, SDA sebagai keunggulan komparatif bukanlah komponen utama dalam ekonomi endogen. Semua komponen itu harus dikemas sedemikian rupa untuk melipatgandakan nilai tambah SDA.
Komponen R&D diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah SDA. Dengan demikian SDA dapat memenuhi kebutuhan pokok pangan, kesehatan, papan, dan pakaian. Bahkan dapat menjadi sumber pendapatan dari "agroecotourism". Dan bisa menjadi sumber devisa dari luar negeri, karena R&D dapat meningkatkan nilai "competitiveness" SDA.
ADVERTISEMENT
Untuk itu diperlukan kebijakan pemerintah yang mendukung seluruh komponen endogen yang saat ini sudah ada. Tanpa keberpihakan kebijakan pemerintah, semua komponen endogen itu sulit menyumbangkan pertumbuhan ekonomi. Sekaya apapun SDA Indonesia, bila komponen lainnya terjebak "business as usual", Indonesia akan tetap sebagai negara konsumen.
Komponen pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, harus sesuai dengan konsep ekonomi endogen. Fakultas-fakultas pertanian harus mendapat perhatian lebih dari kebijakan pemerintah. Jangan diperlakukan sama dengan fakultas non pertanian.
Bila demikian, fakultas-fakultas yang menangani SDA ini akan sepi peminat. Akhirnya, S&T tidak melirik komponen SDA. Padahal SDA ini sangat memerlukan input S&T tingkat tinggi, seperti bioteknologi, pemuliaan, genetika, teknologi informasi dengan ilmu-ilmu turunannya.
Semua bidang dasar dan teknologi tinggi itu seakan-akan tidak berkaitan dengan pertanian atau SDA secara umum. Efeknya, ekonomi berbasis SDA Indonesia jarang ada sentuhan teknologi.
ADVERTISEMENT
Catatan Penutup
Jika ekonomi sirkuler digabungkan dengan komponen endogen menjadi ekonomi endogen sirkuler. Konsep ini akan meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas dan kualitas input-proses-output- outcome ekonomi.
Dengan kekuatan SDA dan struktur negara Indonesia berbasis kepulauan, makan pertanian organik dapat menjadi substansi atau konten dalam model ekonomi endogen sirkuler. Pemerintah Provinsi dapat mendongkrak PDRB dengan konsep ini. Kebijakan penyediaan bahan pokok, konsumsi rapat, welcome drink, pakaian, kerajinan tangan, souvenir, dan lain-lain bisa dikemas dari komponen lokal.
*Penulis adalah Rektor Universitas Al-azhar Indonesia/Guru Besar FMIPA IPB dan juga aktif sebagai Anggota Dewan Pembina MAPORINA (Masyarakat Pertanian Organik Indonesia)