You Were Born Rich

Asep Saefuddin
Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) - Guru Besar Statistika FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB)
Konten dari Pengguna
12 September 2022 10:41 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Saefuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
You Were Born Rich. Foto: Dok @a.saefuddin
zoom-in-whitePerbesar
You Were Born Rich. Foto: Dok @a.saefuddin
ADVERTISEMENT
You Were Born Rich (Anda Dilahirkan Kaya), demikian judul buku yang ditulis oleh seorang motivator dunia, Bob Proctor. Buku itu menjadi salah satu buku international best seller pertengahan dekade 80-an. Bob Proctor, orang sukses yang ingin berbagi agar orang-orang lain juga sukses. Dia sering mengatakan "if I can do it, you can do it too". Pernyataan ini juga sering diulang oleh Jack Ma, begawan e-commerce dunia asal Tiongkok. Intinya, jangan takut untuk menghadapi tantangan dunia. Kita sendiri sudah dilahirkan secara kaya.
ADVERTISEMENT
Bila kita perhatikan proses biologi ketika sperma bertemu dengan sel telur. Hanya satu sperma yang membuahi sel telur dan terus berproses menjadi embrio serta akhirnya menjadi bayi. Memang ada beberapa kejadian ada lebih dari satu sperma berjodoh dengan sel telur dan menghasilkan beberapa embrio lalu lahir anak kembar.
Tetapi intinya, perjuangan sperma dan sel telur itu adalah proses yang memperlihatkan bahwa "you were born rich". Di sini terlihat bahwa Tuhan YME telah memberikan manusia menjadi kaya sejak awal. Spirit DNA yang dimiliki sperma dan sel telur itu sangat prima. Semua sudah ada fasilitasnya untuk menuju kaya. Kaya dalam buku Bob Proctor itu bukan sekedar kaya dalam arti uang dan material saja. Tetapi kaya dalam arti luas. Termasuk kaya hati, kebaikan, kesalehan, berpikir positif, optimisme, welas asih, sabar, akhlak mulia, dan sifat-sifat baik lainnya. Inilah modal yang telah diberikan Allah swt, Tuhan YME.
ADVERTISEMENT
Ketika saya tugas belajar di Paris (1983-1985) mendengar percakapan mahasiswa Universitas Paris XI tentang modal dasar manusia. DNA manusia yang prima. Sejak dalam kandungan mereka harus mendapatkan asupan gizi yang baik. Selain itu ibu yang mengandung juga perlu mendapatkan asupan batin yang baik. Serba tenang dan terbiasa mendengarkan alunan musik yang menenangkan.
Mereka menyebut musik klasik seperti orkestra alunan gubahan Bach atau Mozart. Katanya, orang tua tidak bersuara kasar, membentak, harus berbicara yang baik-baik. Bahkan dalam pembicaraan itu terdengar, bila ingin agar anaknya jadi saintis, ibu hamil disarankan sering membaca buku-buku sains. Saya mendengarkan pembicaraan mahasiswa tersebut sampai terkesima. Mereka adalah mahasiswa dari latar belakang agama yang berbeda. Diantaranya ada Yahudi.
ADVERTISEMENT
Saat ini sudah banyak ditemukan hasil-hasil riset yang berkaitan dengan pikiran (mind). Ada pikiran sadar (conscious mind) dan pikiran tak sadar (unconscious mind). Keduanya sangat perlu dan punya fungsi berbeda. Pikiran bawah sadar sudah terbentuk sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan. Kemudian begitu lahir pikiran bawah sadar terus mereka apa yang masuk ke dalamnya.
The unconscious inilah yang akhirnya membentuk kebiasaan dan perilaku yang menjadi karakter seseorang. Semua yang itu menjadi "paradigma" seseorang yang akhirnya sulit untuk berubah. Tetapi bukan berarti tidak bisa berubah. Carroll Deck membuka tabir perubahan paradigma itu dengan konsep growth mindset.
Berdasarkan konsep perubahan paradigma, manusia sebenarnya bisa menjadi seseorang yang diinginkannya. Dengan bekal dasar DNA yang prima dan terus mensuasanakan kondisi ke arah keinginan seseorang, maka bisa dicapai.
ADVERTISEMENT
Nenek saya sering mengatakan kalimat penyemangat cucu-cucunya untuk maju, yakni "mun keyeng tangtu pareng" artinya bila kita punya keinginan yang kuat. Dalam bahasa Arab, sering kita dengar yaitu "man jadda wajada". Kata-kata ini pada dasarnya manusia bisa mencapai cita-cita asal sungguh-sungguh.
Earl Nightingale, motivator yang eksis di dekade 40-an sampai 60-an sering mengatakan "you become what you think about all the time". Kejadian itu tanda-tanda kesungguhan dari keinginan yang terus kita pikirkan dan jalankan. Karena kesuksesan itu, kata Earl, adalah "progressive realization of worthy ideal".
Sukses itu bukan satu titik ujung, tetapi titik-titik realisasi keinginan luhur. Ada yang bilang juga "success is a journey". Tentu di dalam perjalanan itu ada liku-likunya. Orang sukses tidak akan berhenti di jalan ketika jatuh. Dia akan bangun lagi. Proses jatuh bangun adalah biasa bagi orang berhasil. Contoh legendaris adalah Thomas A. Edison yang hanya sekolah SD dua bulan saja.
ADVERTISEMENT
Persoalan perubahan paradigma menuju keberhasilan itu jarang diajarkan di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan kita terlalu berorientasi pada kompetensi keras (hard-competence). Seakan-akan hanya orang pintar yang bisa berhasil.
Padahal soft-competence sangat penting. Bahkan para ahli psikologi keberhasilan berpendapat bahwa keberhasilan itu ditopang oleh keterampilan lunak (soft skill) itu sekitar 85 persen. Dan itu adanya di wilayah unconscious mind yang membentuk paradigma. Di situlah adanya perilaku dan mentalitas.
Orang malas akan sering komplain, selalu menyalahkan situasi, menyalahkan orang lain, menunda-nunda pekerjaan (procrastination), lekas menyerah. Itulah paradigma yang terbangun. Bila ingin maju, yang harus diubah adalah paradigmanya.
Dalam surah Ar Ra'd ayat 11 Allah berfirman, bahwa "Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri merubahnya". Tersurat dan tersirat dari ayat ini bahwa kita sendiri diberi kebebasan untuk menuju kesuksesan atau kegagalan. Dan hal itu juga berlaku bagi individu sebagai anggota umat manusia. Prof. Nurcholish Madjid (Cak Nur) menerjemahkan ayat tersebut sebagai perubahan mindset atau paradigma bila kita ingin maju.
ADVERTISEMENT
Berhubung perilaku itu banyak dipengaruhi faktor luar, selain genetik, maka persekolahan harus menjadi ekosistem kebaikan. Bukan sebaliknya, malahan menjadi predator peserta didik. Guru yang berperilaku bejat, walaupun pintar, tidak layak menjadi guru. Lembaga pendidikan pun harus menjadi tempat merubah paradigma negatif ke positif. Kebohongan ganti dengan kejujuran. Kemalasan ke kerajinan. Egoistis rubah jadi kolaborasi, welas asih, penolong, dan berbagi. Sekolah harus membangun sifat kreatif, inovatif, komunikatif. Bukan sekedar mengejar prestasi-prestasi akademik yang kompetitif.
Outcome ini bisa terwujud bila sekolah mengedepankan karakter akhlak mulia pembelajar yang bercita-cita untuk membangun perdamaian dunia. Ingat, Tuhan YME sendiri mencintai kasih sayang. Maka sebelum melakukan apapun kita diajarkan untuk berbuat dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Hal ini bukan hanya diucapkan. Tetapi harus diresapi dalam hati dan dijalankan dalam perbuatan. Bila demikian masyarakat akan maju dalam damai. Semoga.
ADVERTISEMENT
*Asep Saefuddin, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) - Guru Besar Statistika FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB)