Konten dari Pengguna

Dialog Simbolik: Sebuah Catatan Filosofi Gerhana

Asep Abdurrohman
Pendidik dan Penulis Kehidupan
30 Juni 2020 9:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Abdurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
https://www.liputan6.com/
zoom-in-whitePerbesar
https://www.liputan6.com/
Tuhan menurunkan ayat-ayatnya tereduksi menjadi dua kategori. Pertama ayat tertulis, dan kedua ayat tak tertulis. Ayat tertulis terdiri dari 30 juz, 77.439 kata, 6.236 ayat dan 321.180 huruf. Sedangkan ayat tidak tertulis mencakup segala yang ada di bumi dan di langit.
ADVERTISEMENT
Ayat-ayat tersebut satu sama lain saling menjelaskan. Contoh kasat mata adalah peristiwa gerhana matahari yang terjadi 26 Desember 2019 dan 21 Juni 2020. Tuhan lewat ayat tertulisnya, merekam secara implisit dalam berbagai ayat.
QS. Yunus ayat 5 misalnya, “Dialah yg menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan menetapkan manzilah-manzilah supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Tidaklah Tuhan menciptakan sesuatu kecuali dengan hak. Tuhan menjelaskan ayat-ayat itu kepada orang orang yang mengetahui”.
Menurut Imam Bukhari (610-670), yang mendedikasikan dirinya selama kurang lebih 16 tahun untuk penelitian hadis. Dalam hadis shahihnya yang terkenal banyak membahas soal gerhana.
Dari 19 bab dan 26 hadis yang menjelaskan masalah gerhana, di antaranya satu hadis yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah, dipenguhujung hadistnya mengatakan, ”...ketika kamu sekalian melihat gerhana matahari, maka dianjurkan untuk berdoa, bertakbir, sholat dan bersedekah”.
ADVERTISEMENT
Di hadis yang lain, pada saat yang bersamaan terjadinya gerhana matahari, putra Nabi Muhammad Saw, Ibrahim dari Sayyidah Mariyatul Qibtiyah. Rupawan, cantik, dan kulitnya putih. Menurut Atthabari dalam tarik umam wal muluk, Sayyidah Mariatul Qitiyah adalah seorang wanita shalehah.
Sementara Ibnu katsir, sayyidah Mariatul Qibtiyah adalah seorang wanita yang berakhlak luhur juga dermawan. Pada saat meninggalnya Ibrahim, Nabi Saw sangat sedih dan terpukul atas wafatnya putra tercinta.
Sehingga, orang orang waktu itu mengira bahwa datangnya gerhana matahari, karena terkait dengan meninggal atau lahirnya seseorang. Tapi Nabi Muhammad Saw membantah, bahwa gerhana matahari tidak terkait meninggal dan lahirnya seseorang. Tapi terjadinya gerhana matahari dan bulan adalah ayat-ayat dari sebagian ayat-ayat Tuhan.
ADVERTISEMENT
Pada saat gerhana matahari, kita dianjurkan untuk berdoa, takbir, salat dan sedekah. Secara filosofis, lewat terjadinya gerhana matahari, pertama Tuhan mengajak kepada kita untuk lebih menguatkan diri, agar kita selalu tetap berada dalam garis edar.
Jika tidak, maka akibatnya adalah ketidakseimbangan jiwa yang berdampak pada ketidaktenangan, split persoanlity, galau, bimbang, merasa hampa, dan lain-lain, seperti yang tersirat dalam anjuran berdoa, salat dan takbir.
Kedua, memperkuat hubungan tali silaturahim antar sesama manusia yang disimbolkan lewat sedekah. Dengan sedekah kita turut mempererat hubungan manusia secara fisik dan batin. Fisiknya terseyum, bersalaman, muka memancarkan kebahagian, dan lain-lain.
Sementara batin-nya berada dalam kesenangan dan ketenangan yang memancarkan cahaya, karena tersentuh oleh perhatian dari saudaranya sesama muslim. Inilah harga mahal, kesenangan dan kebahagian. Menurut Imam Al-Ghazali (1058-1111 M) dalam Kitabnya Ihya Ulumuddin, setiap orang selalu menginginkan dua hal.
ADVERTISEMENT
Pertama, kesenangan, dan kedua ketenangan. Kesenangan bisa diraih dengan pengetahuan, anak sholeh, harta, dan kedudukan. Sementara kebahagian bisa diraih dengan ibadah dalam arti seluas-luasnya.
Semoga gerhana matahari yang sudah berlalu menjadi peringatan dan pembelajaran penting kepada kita, agar kita selalu berada dalam garis edarnya.
Penulis adalah Ketua DPD FDI Banten dan Dosen Univ. Muhammadiyah Tangerang.