Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Mengawas Ujian bagi Pengawas Adalah Sebuah Ujian
1 Juli 2020 9:27 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Asep Abdurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bulan Desember dan bulan Januari atau Juni-Juli , bagi mahasiswa adalah bulan-bulan ujian. Ujian menjawab soal-soal yang sudah didiskusikan dengan aneka ragam mata kuliah dalam satu bidang ilmu. Bagi mahasiswa menjawab pada waktu UAS adalah ujian.
ADVERTISEMENT
Ujian bagaimana menguraikan dan menganalisis soal-soal yang kadang multi tafsir. Soal sejatinya dibuat untuk mengukur sampai sejauh mana penguasaan mahasiswa mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi ilmu pengetahuan sebagaimana dijelaskan oleh B. Bloom sebelum direvisi pada tahun 2001.
Menurut teori itu, bahwa pengetahuan yang tertinggi adalah mengevaluasi. Artinya mahasiswa mampu melihat gejala-gejala soal yang bervariasi dengan ilmu yang dimiliki dapat mengurai, membagi-bagi bagian soal, sehingga soal tersebut mampu diselesaikan dengan baik.
Sampe di sini fungsi pengawas hanya mengkontrol, memastikan, mengatur dan mengeksekusi jika ada hal-hal yang harus diputuskan dan berkoordinasi dengan pihak fakultas. Pengawas memang santai, sepertinya.
Tapi sebenarnya tidak seperti itu. Pengawas butuh kesiapan mental untuk mengambil keputusan terhadap segala kondisi ujian yang tidak kondusif. Bukan pengawas namanya jika kondisi ujian tidak kondusif.
ADVERTISEMENT
Mengkondusifkan tempatnya, soalnya, raga yang diuji juga yang tak kalah penting adalah mengkondisikan pikiran dan hatinya. Pikiran dan hatinya harus kondusif, tidak boleh tidak. Pada tahap ini pengawas diuji akan integritasnya.
Pengawas harus keluar dari mental kepengawasan yang tidak mengawasi dirinya. Pengawas harus sudah selesai dengan dirinya sendiri.
Artinya tidak sekadar menggugurkan kepengawasan tapi menjadikan dirinya dan yang diawasinya adalah satu kesatuan yang diujikan, minimal pada waktu itu dan maksimal menerabas keluar kelas yang berwujud manusia berkarakter dan berperilaku mulia sampai gaungnya menyentuh langit.
Ngawas ujian memang seperti tidak produktif, kerjaannya setelah selesai urusan administrasi "hanya" main gadget, sesekali bertanya kepada peserta ujian khawatir ada hal yang perlu dieksekusi.
ADVERTISEMENT
Pada tahap ini, pengawas batinnya sedang diskusi dan berdebat dengan realitas yang nampak, walaupun ada realitas yang tidak nampak. Kebanyakan pengawas fokus pada realitas yang nampak, seperti; jam ujian yang akan segera habis, kertas jawaban kurang, soal tidak kebagian, dan lain-lain. Disini sebenarnya, pengawas sedang berdalil bahwa mengawasi ujian hanya berfokus pada hal hal yang nampak.
Sementara, realitas yang tidak nampak hampir tidak tersentuh. Tafsir realitas yang tak nampak, bisa kita katakan tak berwujud. Perlu menggunakan dalil ilmu pengetahuan yang lintas disiplin. Tapi biarlah pengetahuan itu milik bangsa lain sementara waktu.
Lain waktu harus dikejar sampai dapat. Yang penting bagi pengawas adalah bagaimana ia mengkondisikan realitas yang tak nampak. Apa itu realitas yang tak nampak?, adalah tugas pengawas mengkondisikan pikiran dan hatinya peserta ujian, seperti sudah disinggung di atas.
ADVERTISEMENT
Bagi pengawas, mengawas ujian di ruang kelas adalah ujian. Ujian yang menuntut pengawas mengetahui dan membelajarkan dirinya agar mampu membuka tabir peserta ujian. Jika tidak, maka fungsi kepengawasan akan gagal.
Gagal bukan berarti tidak tercapai, tapi kegagalan adalah keberhasilan yang belum tembus sesuai proporsinya. Semoga pengawas bukan hanya mengawasi peserta ujian, tapi justru mengawasi dirinya sendiri jauh lebih penting daripada mengawas peserta ujian.
Penulis adaalah Ketua DPD FDI (Forum Dosen Indonesia) Banten dan Dosen Univ. Muhammadiyah Tangerang.