Tip Menulis Menurut A. Fuadi

Asep Abdurrohman
Pendidik dan Penulis Kehidupan
Konten dari Pengguna
21 November 2020 13:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Abdurrohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://pixabay.co
zoom-in-whitePerbesar
https://pixabay.co
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menulis bagi sebagian orang memang gampang-gampang susah. Apalagi kalau sudah mentok ide untuk menulis. Dari sini tidak sedikit putus asa. Kadang harus merasakan masa-masa tiarap atau masa di mana kita mentok dan tidak menemukan ide lagi.
ADVERTISEMENT
Sebagai bahan motivasi bagi kita, menulis itu kalau diibaratkan seperti melintas umur. Tidak mengenal berhenti pada masanya. Tetapi yang kita tulis selama masih dibaca oleh masyarakat, maka disitulah umur menyebrang ke berbagai masa dan tidak mengenal jaman.
Kita bisa masih melihat dan mendengar dari tokoh-tokoh Ilmuan Kelas Dunia. Fisik mereka sudah berkalang tanah, bahkan abunya sudah tidak ada, tetapi sampai sekarang masih bisa dibaca karyanya oleh kita. Misalnya saja, Ibnu Rusyd yang terkenal dengan kitab Bidayatu al Mujtahid-nya. Meskipun sudah wafat sekitar 800 tahun yang lalu, tetapi namanya masih harum di seantero dunia, karena sudah menorehkan buku yang maha karya itu.
Kompas.com
Lalu bagaimana cara untuk menulis. Menurut Ahmad Fuadi, penulis novel terkenal “Negeri Lima Menara”, menulis paling tidak ada empat. Dua fondasi landasan dan dua lagi membangun. Fondasi landasan dengan kata kunci “Why” dan What.
ADVERTISEMENT
Pertama, Why. Why, dalam konteks ini adalah kenapa kita menulis. Atau niat menulis. Menurut A. Fuadi, menulis adalah misi pribadi. Ini berdasarkan nasehat gurunya ketika menjadi santri Pondok Pesantren Gontor.
Saat ia mondok selama 4 tahun, salah satu nasehat yang tergiang-ngiang dalam ingatannya, yaitu kita tidak boleh bermanfaat hanya untuk diri sendiri saja, tetapi juga harus bermanfaat bagi orang lain. sesuai dengan hadis Nabi Muhammad Saw “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”.
Menurutnya Gurunya; bahwa kita ini manusia, kita tidak boleh sama dengan hewan. Kalau hidup kita ini hanya punya istri, anak, kerja, makan lalu tidur, tidak bedanya dengan hewan. Kita manusia harus ada bedanya dengan hewan dengan cara harus lebih bermanfaat untuk sesama manusia”.
ADVERTISEMENT
Hanya setiap manusia pasti berbeda cara dirinya bermanfaat bagi orang lain. Tergantung apa yang bisa dilakukan agar bermanfaat bagi orang lain. Ada yang dengan cara berdakwah, menjadi relawan pengajar, dan ada juga dengan menulis. Sementara menulis adalah sedekah bagi penulis untuk melipat waktu umur dikemudian hari, yang pahalanya akan terus mengalir kepada penulisnya.
Kedua, What?. What, apa yang akan kita tulis. Menulis sebaiknya berasal dari hati. Yang berasal dari kegelisahan hati. Atau apa yang ada dalam hati. Apa yang berasal dalam hati dan dilakukan dengan tulus, biasanya akan sampai dengan penuh gemilang makna.
Menulis dengan hati memang lebih terasa dampaknya pada pembaca. Ini yang akan berpeluang menjadi buku best seller, selain menulis dengan sebaik-baiknya. Koreklah sesuatu yang bernuasa lokal, timbul dari kejadian sehari-hari, atau peristiwa yang dekat dengan kita.
ADVERTISEMENT
Sementara yang dua lagi merupakan landasan membangun, yaitu; how dan when. Pertama, How. How, bagaimana menulis. Memang ini lebih identik dengan teknik menulis. Untuk mengawali menulis, bisa diawali dengan research terlebih dahulu. Atau paling tidak mencari sumber sebagai bahan kita menulis. Menulis yang tidak diawali dengan research, cukup susah.
Kita tidak akan mempunyai gambaran, jika tidak melakukan research terlebih dahulu. Research ini ibaratnya sebagai pintu masuk ke dalam suatu ruangan, di mana semua penulis pasti melewati pintu masuk. Setelah tulislah dengan hati atau dalam bahasa kerennya A. Fuadi “ writing from the heart”.
Dengan menulis berangkat hati, bukan sesuatu yang terpaksa, maka tulisan-tulisan mempunyai syarat makna. Bisa jadi alurnya biasa saja, namun ketika disampaikan dan digerakkan dengan misi suci, maka tulisan akan sampai ke dalam hati pembaca dengan riak-riak menyejukkan.
ADVERTISEMENT
Apalagi di jaman kini, kesejukkan oleh masyarakat menjadi sesuatu yang mahal di tengah hiruk pikuk kehidupan yang tidak menentu. Ditambah dengan era disruptif, sebagai akibat dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, di mana hari ini masyarakat merasakan betul begitu besarnya pengaruh internet terhadap sendi-sendi kehidupan.
Kedua, When. Disini, kita jangan terlalu ambil pusing dengan bagaimana caranya menulis. Tetapi menulis, ya menulislah dengan langsung praktek. Coba mencoba. Menulis bisa kapan saja dan di mana saja. Tidak terbatas waktu, yang penting ada kemaun keras untuk menulis, meskipun hanya satu halaman atau beberapa paragraf saja.
Di tengah perjalanan menulis, kadang kita menemukan situasi dan kondisi di mana kita kehabisan ide untuk menulis. Alias mentok tok. Jangan panik dan jangan heran, hampir semua penulis pernah mengalami demikian.
ADVERTISEMENT
Ketika hal itu terjadi, bolehlah dialihkan terlebih dahulu ke dalam kegiatan lain. Misalnya; menonton sejenak, jalan-jalan bersama keluarga, mengerjakan sesuatu yang disukai, dan lain-lain. Namun, jangan kelamaan, kuatir terlena dengan pekerjaan tersebut. Ini hanya sekedar untuk membuka inspirasi saja, setelah itu baru on lagi dengan menulisnya.
*Artikel ini disarikan dari Webinar pelatihan yang diadakan oleh Persaudaraan Alumni Ilmu Perpustakaan YARSI dengan tema“Menulis Sampai Terbit Buku dengan A. Fuadi dan Unsyiah Press, 21 November 2020, pukul 09.00-12.30”.
Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Tangerang dan Mahasiswa Prorgam Doktor UIN Jakarta.